Aditya Pengestu

30 7 1
                                        

"ABANG." teriak Cempaka pagi hari ini.

"MINJEM PELIT LO," balas Caka tak mau kalah.

"BIMA BALIKIN SPIDOL KAKAK!!"

Bima kecil dengan gesit berlari-lari menghindari Cempaka di kamarnya yang sudah berantakan. Seragamnyapun tak beraturan apalagi rambutnya macam sarang tawon karena sisir dikuasai oleh Caka.

"Ndak kena wlee." Bima menjulurkan lidah mngejek Cempaka yang mendengus sebal. Spidol itu adalah spidol kelas yang harus ia bawa hari ini.

Bunda lagi-lagi memijit pangkal hitungnya nyeri mendengar teriakan anak-anak pagi ini.

"Bima, Caka, Cempaka berhenti berteriak dan berhenti berbuat gaduh."

Sejenak kegiatan mereka berhenti mendadak. "kena wlee," Cempaka mengambil paksa spidolnya dari tangan Bima yang sedang meleng.

"Kak Aka Bima ijem." Bima melompat-lompat hendak menjangkau spidol tersebut.

"Bima baju kakak makin kusut ih bunda balikinlah sih unyil satu ini bikin ribet rumah aja." omel Cempaka menjauhkan diri dari Bima yang masih setia mengerucutkan bibirnya.

"Udah udah ayo sarapan dulu, Cempaka benerin rambut kamu," ujar Bunda memggendong Bima yang masih merajuk.

"ABANG MINTA SISIR,"

teriak Cempaka menghampiri Abangnya yang sedang asik membenarkan tatanan rambutnya di kaca spion.

"CEMPAKA BERHENTI BERTERIAK!!" bentak Bunda tak kalah nyaringnya.

"Berhenti berteriak tapi dia sendiri teriak," gumam Cempaka menjawab ibunya.

Di seberang sana Adit masih ngorok tak karuan. Seluruh tubuhnya pegal-pegal akibat kerja rodi kemarin. Nasib baik kakinya sudah tak lagi sakit.

Hek

Tubuh Adit serasa tertimpah timbunan karung dengan muatan puluhan ton.

"Om Didit Om Didit," Cindy memukul-mukul tubuh Aditya dengan tangan mungilnya yang muali berisi.

"Apaan Cindy?" Adit membuka matanya sambil berdecak bersiap mengeluarkan api amarah yang sudah bertupuk-tumpuk dari kemarin.

"Om DIDIT!!!"

teriak anak itu kencang tepat di daun telingah Aditya hingga remaja laki-laki itu terbelalak dengan kuping berdengung bengal.

"CINDY!!" teriak Adit tak kalah hebohnya.

Cindy yang kaget sontak saja menangis kejer "huuuuwwwwaaaa"

Dimas yang masih memegang sikat gigi berlari tergesa kekamar adik laknatnya pasti adiknya sedang membuat anaknya menangis.

"Aditya kamu apakan anak mas hah?" Dimas menatap adiknya tajam memgancam. Ia mengambil Cindy dan menggendongnya.

"Mas tuh kalau punya anak tolong dijaga jangan sembarangan masuk kamar orang kalau Adit khilaf nanti Adit jadikan perkedel tubuh nakal itu baru tahu rasa," omel Aditya, mereka berdiri saling berhadapan.

"APA KAMU BILANG HAH?!"

Dimas makin menatap Adit makin tajam sedangkan Cindy sudah meringkuk di dada ayahnya.

"Dimas Adit berhenti berantem lihat jam." kedua laki-laki itu menatap arah tunjuk Papi mereka sejenak mereka saling tatap lalu bergerubuk berlari masuk ke kamar mandi masing-masing.

***

Cempaka menunggu Adit datang kesekolah. Ia sekarang ada di depan gerbang nokrong bersama mang Jajang satpam sekolah yang sudah ia kenal.

"Atuh sih neng mah baik euy!" mang Jajang sudah mendengar cerita Cempaka jika ia akan membantu Aditya selama kaki laki-laki itu masih terkilir.

"Kasihan mang." Cempaka dengan santai mencomot gorongan di piring mang Jajang.

Tak lama kemudian Adit datang diantar Dimas. "aduh aduh," Adit pura-pura kesakitan.

Dimas mengangkat alisnya heran. Perasaan tadi bocah satu ini sehat-sehat aja tapi kenapa sekarang sudah seperti orang mau mati?

"Kamu kenapa Dit?" Tanya Dimas heran tambah heran lagi saat Cempaka dengan telaten membantunya membuka pintu mobil. "Eh masih sakit ya Dit?" Tanya Cempaka dengan menyampirkan lengan Adit ke bahunya.

Adit menyandarkan kepalanya di bahu Cempaka. Lumayan sandar sandar gratis selama ini Adit kan jomblo. Adit mengkode Dimas agar cepat berlalu. Dimas mengerutkan keningnya tapi tak urung pergi juga membiarkan saja adik laknatnya berbuat kebohongan besar.

"Ayang Adit!!" Sesilia berlari kearah Adit dan Cempaka melepas paksa Adit dari Cempaka.

"Eh eh,"

"Ayang diem ya biar Sesil yang bantu ayang,"

Sesil hendak memeluk pinggang Adit.

"Gue udah sembuh." Adit mendadak berdiri tegap dan berlari dari mereka yang melongo.

"Gara-gara lo yayang gue kaburkan!!" tunjuk Sesil pada Cempaka yang berdecak kesal karena dibohongi Adit.

"Lah kok gue?" Tanya Cempaka tak mau disalahkan.

"Iya emang salah lo kok." Sesil mengibas kipasnya dengan mulut sensi.

"Bodoh amatlah." Cempaka meninggalkan Sesil dan temannya tak mau pedulih. Ia hari ini ingin menagih uang kas.

***

"Mana?!"

Cempaka mengulurkan pada teman sekelasnya yang lagi asik main gitar.

Dengan dongkol mereka terpaksa menyerahkan uang sebesar 10k pada Cempaka. Cempama kembalo mencari teman-teman sekelasnya yang lain. Tapi ada yang aneh hari ini. Anak laki-laki sekelasnya seperti menghilang.

Di kantin Alan berlari ke arah Adit yang sedang asik bergoyanh bersama sapu.

"Adit ada berita serius Dit!" Alan ngos-ngosan. Mereka meredahkan konser dadakan hari ini.

"Apaan?" Tanya Adit.

"Cempaka nagih duit kas," jawabnya.

"APA! Cepat cari persembunyian." mereka kabir kocar-kacir bersembunyi dari Cempaka yang sedang mencari mereka.

Mereka mengintip di pinggir kelas. Cempaka nampak kebingungan.

Bersambung....

JURNAL SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang