Bagian Sembilan | Sebuah Cerita Lama

1.2K 181 13
                                    

"Berhenti menyia-nyiakan apa yang kamu punya, atau kamu akan kehilangan segalanya."

—Unknown

"Cerpen adalah jenis karya sastra yang berbentuk prosa naratif fiktif atau fiksi dimana isinya menceritakan atau menggambarkan kisah suatu tokoh beserta segala konflik dan penyelesaiannya, yang ditulis secara ringkas dan padat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cerpen adalah jenis karya sastra yang berbentuk prosa naratif fiktif atau fiksi dimana isinya menceritakan atau menggambarkan kisah suatu tokoh beserta segala konflik dan penyelesaiannya, yang ditulis secara ringkas dan padat."

Saka tidak tahu apakah hari ini semesta berniat mengerjainya atau apa, intinya angin yang masuk dari jendela kelas benar-benar membuat kantuk datang merasuki mata. Memaksa kepala bersurai legam itu menempel pada meja. Ia sudah mencoba sekuat tenaga untuk tidak terpejam, tapi penjelasan guru Bahasa Indonesia di depan sana seperti dengung panjang, membuat ia semakin sulit berada dalam keadaan sadar. Yang ia tangkap hanya beberapa kalimat samar. Tapi karena guru tersebut terus saja berbicara, rasanya ia seperti sedang mendengar dongeng pengantar tidur yang dulu sering dibacakan oleh ibunya.

Saka hanya bisa berharap kalau hari ini semesta berada di pihaknya. Semoga saja gurunya tidak menyadari kalau nyawanya tidak sedang berada di alam nyata.

Sebenarnya, tak jarang Saka tertidur di tengah jam pelajaran. Biasanya sih tak ketahuan. Jadi ia cukup sering tidur di kelas, mengingat tidur malamnya kerap kali tidak tenang. Dan ia berharap keberuntungan itu bisa kembali terulang.

"Lanjut ke paragraf selanjutnya, ketua kelas, silakan baca paragraf selanjut—hei, siapa itu yang tidur di belakang?"

Namun nyatanya semesta memang benar-benar senang bercanda. Saka rasa belum ada sepuluh menit sejak ia memejam, tapi gurunya sudah menyadari kalau ia tidak memperhatikan pelajaran. Ia hanya bisa mengumpat dalam hati saat wajahnya ia angkat dan kelerengnya merekam bagaimana iris wanita paruh baya itu memberinya tatapan tajam.

"Loh, kamu ketua kelas 'kan? Bagus sekali ya, ketua kelas yang harusnya menjadi tauladan, malah dengan tidak tahu malu tidur di tengah jam pelajaran. Kalau kamu memang tidak suka pelajaran saya, silakan keluar!"

Saka hanya bisa membuang napas pasrah bersamaan dengan mata sipit yang ia buka dengan paksa. Kantuknya masih terasa, tapi ia tidak mau diusir dari kelas, jadi ia yakinkan dalam hati kalau tak lama kantuknya akan hempas dari mata.

"Maaf, Bu. Nggak akan saya ulangi lagi," ujar Saka pada akhirnya.

Tapi rupanya guru tersebut sudah terlanjur kesal. Harusnya Saka tahu kalau guru Bahasa Indonesia-nya memang tidak pernah kompromi dengan kesalahan-kesalahan kecil saat jam pelajaran. Bahkan ia ingat betul saat itu salah satu temannya pernah disuruh keluar kelas hanya karena diam-diam memakan bekal.

Guru wanita tersebut mendengus dengan arogan, dan Saka hanya bisa menahan napas dengan degub yang berantakan, kala sepasang kaki jenjang berbalut fantopel itu berjalan ke arah ia yang mulai ketakutan.

Behind Your Back[√] [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang