Bagian Enam Belas | Satu Lagi, Rahasia Tak Terduga

1.2K 181 8
                                    

"Rahasia, ada baiknya tetap menjadi rahasia. Karena kalau terbongkar, resikonya ada dua. Bahagia, atau luka."

—Vedharsa Bagaskara

Saka berusaha melangkah dengan tegap, meski tak dapat dipungkiri tungkainya kini gemetar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saka berusaha melangkah dengan tegap, meski tak dapat dipungkiri tungkainya kini gemetar. Ia bahkan tak bisa berjalan dengan benar. Rasa percaya diri yang tadi pagi sempat datang seolah hilang. Kini ragu kembali menguasai ketika ia menatap pintu besi yang menjulang di hadapan. Pintu yang bahkan ia masuki hampir setiap hari Selasa pada saat jam olahraga. Pintu yang sebelumnya tak pernah memberi efek apa-apa. Tapi kali ini rasanya berbeda. Ia dan pintu itu seperti dua kutub magnet serupa yang didekatkan secara paksa—saling menolak. Meskipun begitu, keputusannya telah bulat. Saka tetap berjalan meski langkah yang ia ambil terasa sangat berat.

Hanya tekad sekuat baja yang membuat ia menembuskan napas kasar kala ia menggeser pintu tersebut. Kemudian senyum hangat wajah-wajah yang ia kenal pun menyambut. Sedikit demi sedikit menggugurkan ragu di dalam dada yang sempat berkabut. Kemudian ia merasa bahwa keberadaannya diterima, kala sebuah lengan kekar merangkul tubuhnya dengan lembut.

"Ini Saka, yang kemarin gue ceritain ke kalian." Sosok yang merangkul Saka—Arfa—menatap empat orang di dalam gor indoor satu per satu, kemudian membawa tubuh Saka untuk sedikit lebih maju. "Mulai hari ini, dia akan bergabung bersama kita."

Saka hanya bisa menarik senyum kaku. "Salam kenal, semuanya."

Arfa yang terkenal supel itu memang tak kenal tanggung. Bukannya menjauh dari Saka, sosok jangkung itu justru semakin erat merangkul. Ia memfokuskan sepenuhnya atensi pada wajah Saka yang masih terlihat sangat canggung. "Gue nggak nyangka lo beneran join. Galaxtra bujuk lo pakai apaan?"

Saka tertawa dalam hati. Miris, karena Saka tahu apa yang Arfa bayangkan di kepalanya itu tidak benar sama sekali. Seketika ia mengasihani diri sendiri.

Gue nggak dibujuk, gue diancam, Fa!

Tentu saja itu hanya jerit yang Saka pendam. Tak mungkin berani ia suarakan.

"Cuma ngajakin doang. Dan...gue pikir nggak ada salahnya buat ikutan." Ia memutuskan untuk membalas seadanya.

Beberapa detik kemudian, rangkul hangat Arfa terlepas, tepat setelah ia memberi tepukan pada pundak Saka, sambil berucap, "Oke, kita langsung mulai aja latihannya. Saka langsung ambil posisi setter ya."

Ada lima orang di dalam ruangan itu selain Saka—Arfa, Daniel, Ferdi, Dito, dan yang terakhir....Gala. Mereka tengah berlatih beberapa gerakan dasar saat Saka datang, dan kini mereka melanjutkan kembali kegiatan yang sempat tertunda. Saka menaruh tas di atas bench berwarna biru muda. Ia menenggak sedikit air untuk membasahi kerongkongan, kemudian ikut bergabung di lapangan.

Saka mengambil bola dari dalam keranjang. Ia baru saja hendak melakukan gerakan service, saat tiba-tiba getar suara Daniel menukik dengan kencang.

Behind Your Back[√] [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang