Bagian Sembilan Belas | Duniaku...Berhenti Beputar

1.9K 209 35
                                    

"Because of you, I always stray too far from the sidewalk."

Tidak ada yang lebih mendebarkan dari detik jarum jam yang terasa lebih lambat dari degub dalam dada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada yang lebih mendebarkan dari detik jarum jam yang terasa lebih lambat dari degub dalam dada. Debarnya menggema di telinga, mengalahkan sorak penonton yang meneriakkan nama sekolahnya. Keringat sudah mengalir deras bahkan sebelum ia memulai apa-apa.

Saka menarik napas—panjang dan dalam—kemudian ia simpan kuat-kuat, sebelum akhirnya ia embuskan dengan cepat. Langkah kaki membawa ia dan net di tengah lapangan menjadi semakin dekat. Hingga akhirnya tak ada lagi jarak—saat tangannya yang gemetar dijabat dengan erat oleh sosok di seberang, sosok yang untuk hari ini akan berstatus sebagai lawan.

Akhirnya, ia di sini. Di tengah lapangan voli dengan seragam yang ia pikir tak akan pernah ia pakai lagi. Seragam voli yang—meski bukan seragamnya saat SMP dulu—tetapi tetap membangkitkan sesuatu di dalam memori. Ada rindu yang menguar saat kain berwarna biru donker dengan nomor punggung empat itu melekat di tubuh.

Setelah tiga tahun, ia kembali menghirup atmosfer pertandingan. Satu hal yang tak pernah terlintas sedikit pun dalam pikiran. Setelah malam-malam penuh sakit yang selalu ia pendam, setelah bertahun-tahun ia pasrah dengan keadaan, akhirnya semesta mempersilakan ia dan Gala kembali ada di satu jalan. Kembali membelah setapak yang sama, dengan tujuan yang sama pula. Satu hal yang tak bisa ia definisikan dengan apapun selain kata bahagia.

Senyum Saka hari ini adalah senyum paling tulus yang ia ukir selama masa SMA, dan Gala pun tak ada bedanya. Meski tetap terasa sakit saat ia mau tak mau harus menerima semua, setidaknya ia bahagia bisa kembali berada di lapangan yang sama dengan Saka. Untuk sementara, ia ingin melupakan konflik yang ada di antara mereka. Untuk hari ini saja, ia ingin menggila. Karena ia tak tahu kapan lagi ia bisa merasakan ini semua. Karena bisa saja hari esok akan kembali menikamnya dengan belati dan membuat ia terluka.

Enam orang itu—Saka, Gala, Arfa, Daniel, Dito, dan Ferdi—mulai menempatkan diri pada posisi masing-masing. Kemudian peluit dibunyikan dengan nyaring. Dan sebuah service dari tim lawan menjadi awal dari latih tanding hari ini.

Akademi Garuda Wicaksana bukan lawan yang lemah. Cukup banyak tenaga dan strategi yang dibuang hanya untuk membuat skor tetap imbang. Karena setiap tim Saka mencetak poin, maka hal yang sama juga akan dilakukan oleh tim lawan. Dan kata kewalahan merupakan definsisi sempurna dari apa yang saat ini mereka rasakan.

Peluh menetes dengan deras, menjadi saksi bahwa dua tim yang tengah bertanding itu berjuang dengan begitu keras. Tak ada yang mau mengendurkan permainan. Karena mereka sama-sama hanya mempunyai satu tujuan, yaitu kemenangan. Kata kalah seolah dibuat hilang dari pikiran. Dan yang menjadi fokus utama ialah bagaimana cara menembus bloker lawan.

Tapi, di dunia memang tak ada yang benar-benar seimbang. Sekuat apapun mereka berjuang, tetap ada peluang terjadinya kekalahan. Tepat setelah bola melambung tinggi ke arah Arfa, pemuda jangkung itu melakukan penerimaan dengan sempurna, sembari mengarahkan bola tersebut ke arah Saka yang telah siap di tempatnya. Saka memperhatikan bola yang melambung dengan atensi penuh, sambil diam-diam mengingat umpan terbaik yang pernah ia beri pada Gala—umpan yang dua minggu terakhir telah ia latih sekuat tenaga.

Behind Your Back[√] [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang