Bagian Delapan | Baik-baik Saja

1.3K 199 10
                                    

"Keep it, keep it close to your heart, and it won't go. Keep it, keep it close, and you'll start to grow."

—Carole & Tuesday

Hal pertama yang Savero lakukan ketika ia melihat nama sang adik di layar ponselnya ialah melompat dari atas kasur dengan kelereng yang membola

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hal pertama yang Savero lakukan ketika ia melihat nama sang adik di layar ponselnya ialah melompat dari atas kasur dengan kelereng yang membola. Tanpa ba-bi-bu lagi ia langsung melempar ponsel tersebut begitu saja ke atas kasur, kemudian berlari ke kamar Saka yang berada tepat di sebelah kamarnya, sambil berharap bahwa tidak terjadi apa-apa pada adiknya. Sayang, apa yang ia lihat setelah pintu itu ia dobrak justru membuat jantungnya ingin lepas dari dada.

Saka, di atas kasur, sedang meringkuk sambil mencengkram sprai dengan bibir yang bergetar.

Tanpa membuang waktu, ia langsung menghambur maju, mengambil alih tubuh kecil itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat bibir tipis sang adik yang terbuka, dengan tarikan napas yang haus akan udara.

"O-bat-hhh."

"Dimana?! Dimana obat kamu?! Kamu simpen dimana?!" Savero menggenggam tangan sang adik. Ia meneliti sekeliling dengan panik. "Kamu simpen obatnya dimana, Sa?!"

Terlalu lama. Adiknya tidak bisa menunggu. Tak ingin membuang waktu, ia putuskan untuk turun dari kasur, kemudian mulai mengobrak abrik tempat yang ia pikir masuk akal untuk menyimpan butiran-butiran itu.

Setelah dua menit mencari, akhirnya benda itu berhasil ia temukan. Ada di dalam laci meja belajar. Savero mengumpat dalam hati. Mengapa adiknya menaruh benda yang sering ia butuhkan di tempat tertutup seperti ini?

Tapi sekarang bukan waktunya untuk memaki. Tersadar bahwa apa yang ia lakukan telah membuang waktu, Savero langsung saja kembali ke sisi sang adik. Ia meraih kepala Saka, membantu anak itu meminum obatnya.

"Kelamaan kalau harus ambil air, Sa. Telen pelan-pelan. Perhatiin napas kamu."

Saka hanya bisa menuruti perintah kakaknya. Mencoba melawan pun sia-sia. Lagipula ia tidak akan bisa. Jadi, mau tak mau ia langsung menelan dua butir obat itu sekaligus. Rasa pahit langsung menyengat lidah, tapi ia tidak apa-apa. Baginya ini sudah biasa, karena ia memang sering menelan obatnya tanpa bantuan air.

Savero mengelus surai Saka dengan lembut. Hatinya tercubit saat menyadari betapa pucat wajah sang adik. Kali ini apa lagi? Siksa apa lagi yang mengahampiri Saka dalam lelapnya? Kesakitan apa lagi yang Saka rasakan saat ia tidak ada di sisinya?

Savero membawa jari-jarinya untuk menghapus air mata dari pipi pucat Saka. Ia membawa tubuh itu ke dalam pelukan, sambil merapalkan kalimat penenang seperti 'semua akan baik-baik saja'. Isak tangis itu terasa menyayat telinga, membuat Savero tanpa sadar ikut menitikkan air mata.

Dan detik yang berjalan membuat tarikan napas adiknya menjadi lebih tertata, tidak brutal seperti sebelumnya. Dan hal itu benar-benar membuat Savero tak henti mengucap syukur pada semesta.

Behind Your Back[√] [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang