6. Menyerah dan Bangkit

429 111 22
                                    

Happy Reading!

Karen meringis setelah lututnya mendarat sempurna di aspal.

"Ah, udah lama nggak nyungsep, sekalinya jatuh malah langsung kaku gini kaki gue," rengek Karen. Dia berusaha bangun. Untung sepi jadi tidak ada yang melihatnya jatuh.

"Makanya kalau jalan mata ikut dipakai." Suri menggenggam kedua tangan Karen dan membantu gadis itu berdiri.

"Koh Suri."

Sungguh Karen tak menyangka Suri mau repot-repot berbalik hanya untuk menolongnya yang jatuh tersungkur di aspal.

"Ngapain lari-lari, sih?" omel Suri.

Baru juga ketemu udah kena omel. Gini amat nasib Karen.

"Kejar Kokoh," jawab Karen, pelan.

Terdengar helaan napas dari Suri. "Lo bisa panggil gue daripada lari-lari kayak bocah."

Karen hanya diam, rasanya seperti dimarahi Papa habis nonton drakor sampai subuh.

"Tapi aku emang bocah, belum 17 tahun," cicit Karen.

"Terserah lo, deh." Suri melirik lutut Karen yang kotor. Dia yakin pasti gadis itu sedang menahan sakit. Yaa, gile aja, bro, masa habis nyusruk nggak sakit?

"Koh Suri tadi-"

"Berdarah tuh." Suri menunjuk lutut Karen dengan matanya.

"HAH? Yang mana?!" Gadis itu panik.

"Itu." Kali ini Suri menunjuk dengan jarinya.

Karen meraba-raba lututnya dan benar, ada bagian yang terasa perih. Dia meringis. Capek-capek pakai body lotion biar mulus malah gradakan lagi gara-gara nyungsep. Sementara Suri hanya memerhatikan raut wajah Karen yang seolah sedang merengek. Dia melihat arloji, jika hanya setengah jam berarti tidak akan terjebak macet bubaran pabrik baru di daerah rumahnya.

"Ikut gue." Suri menarik tangan Karen.

Gadis itu hanya menurut saja, lututnya sakit dan dia ingin menangis. Terakhir jatuh langsung menyentuh aspal sudah tiga tahun lalu waktu SMP, gara-gara lari waktu lapangan masih basah karena hujan dan disaksikan para anak SMA di sekolahnya terdahulu. Karen ingin merutuki dirinya sendiri, mengapa dia selalu memalukan di depan lawan jenis? Pantas saja kisah cintanya tidak pernah selancar Shafira.

Suri menyuruh Karen untuk duduk di kursi dekat tukang steamboat sementara ia membeli plester luka. Ada-ada saja kelakuan bocah satu itu, pakai segala nyungsep waktu suasana hatinya lagi badmood parah. Ketika Suri selesai membeli plester dan berjalan kembali menghampiri Karen, dia baru menyadari sesuatu. Sebuah perasaan aneh yang sudah lama tidak ia rasakan, kini kembali mencuat terhadap gadis itu.

Perasaan yang telah diragukan Siwa akan bisa kembali Suri rasakan atau tidak. Suri yang meyakinkan dirinya sendiri bahwa Karen adalah permulaan namun mengapa disaat hal ini terjadi, dia justru bingung dan merasa aneh.

Iba. Sudah lama dia tidak merasa iba pada orang lain. Melihat Karen jatuh hingga lututnya berdarah ditambah alasan karena mengejarnya membuat Suri kasihan pada perempuan itu.

Tapi mengapa Karen? Mengapa dia tidak merasakan hal serupa saat melihat Marisa tersungkur di lapangan sehabis pemanasan padahal gadis itu baris di sebelah dirinya? Suri tidak tahu.

"Koh Suri!"

Panggilan dari Karen membuat Suri melanjutkan langkahnya menuju gadis itu.

"Lama amat, perih nih dengkul aku," ujar Karen.

Semesta Angkasa | Teenlit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang