1. Cobaan Setelah PKL

2.1K 180 82
                                    

Happy Reading!

"Kamu tahu, kan, saya itu kaprodi. Jadi saya nggak bisa bimbing kamu full teratur seperti guru lain. Sebenarnya laporan kamu itu udah bagus dan rapi tapi masih jauh dari standar sekolah. Jadi kamu perbaiki lagi nanti baru kasih ke saya," ujar Pak Tana, sambil menggeser mouse komputer.

Karen yang duduk di samping meja, hanya bisa diam. Dia merutuki nasibnya yang menjadi siswa bimbingan Pak Tana—guru animasi sekaligus kepala prodi Multimedia. Karen menghela napas lalu membuka lembar demi lembar laporan yang sudah ia cetak kemarin.

"Bapak," panggil Karen.

"Apa?" sahut Pak Tana, masih menghadap komputer.

Karen mengusap kertas pembatas bab dua dalam laporan praktik kerja lapangannya kemudian menatap Pak Tana.

"Gimana saya mau perbaiki kalau Bapak aja nggak kasih tahu salah saya dimana," kata Karen.

Pak Tana menoleh. "Lho, masa sih?"

Karen mengangguk. Selama ini Pak Tana hanya mengulang kalimat yang sama, sebenarnya laporan kamu itu udah bagus dan rapi tapi masih jauh dari standar sekolah tanpa pernah memberi tahu letak kesalahannya dimana. Karen tidak akan senelangsa ini jika Pak Tana memberikan contoh laporan kakak kelasnya seperti yang dilakukan para guru pada siswa bimbingan mereka.

Dua bulan terlewati sejak masa PKL-nya berakhir dan laporan yang harus selesai bulan depan itu masih belum juga mencapai kata sempurna bagi Pak Tana. Guru yang satu ini seperti tidak pernah peduli mau laporan Karen selesai atau tidak. Sikapnya yang maha santuy cuma bisa bikin Karen ngelus dada buat banyak-banyak sabar.

Beliau kaprodi multimedia, salah satu yang akan memberi nilai pada saat sidang bulan depan dan nilai tersebut akan menjadi penentu kelulusannya nanti.

Ingat! Semakin sabar, semakin banyak dapet karma baik.

"Teman-teman saya udah pada jilid lho, Pak," ujar Karen, semoga saja dapat membuat Pak Tana kasihan padanya.

"Masa?"

Karen mengangguk lagi. Gini amat ngadepin orang tua, ya Tuhan.

Pak Tana terlihat berpikir. Dia diam lalu mengamati rak di belakang meja kerjanya. Ada sebuah rak besar yang diisi buku berlapis hard cover. Karen yakin itu adalah hasil laporan siswa dari beberapa tahun ajaran yang lalu. Semua sampul berwarna merah menandakan bahwa laporan tersebut milik prodi multimedia, sama sepertinya.

"Saya boleh pinjam satu dari situ, nggak, Pak?" tanya Karen, sambil menunjuk rak besar tersebut.

Pak Tana berbalik badan dan menatap Karen. "Kamu temui si Suri terus pinjam laporan dia. Bab satu samain aja dan sisanya kamu lihat gimana dia nulis, terus pelajari dan revisi laporan kamu."

"Suri siapa lagi, Pak?" Hampir saja Karen berteriak. Dia harus sabar. Harus.

"Lho, saya belum kenalin kalian?" tanya Pak Tana, heran.

Karen menggeleng, frustrasi. Kalau sampai laporannya cuma jadi sampah, sia-sia dia tiga bulan PKL. Padahal Karen harus berjuang keras untuk beradaptasi di tempat PKL hingga bisa mendapat nilai dengan rata-rata 90 dari pembimbing dunia industri dan itu semua bukan hal mudah. Dia bekerja delapan jam, masuk pagi dan pulang sore. Bukan seperti teman-temannya yang masih bisa leha-leha pada jam kerja.

Karen boro-boro bisa buat insta story waktu jam kantor, cek notifikasi whatsapps aja dia udah was-was duluan karena takut disangka pemalas.

"Si Suri anak kelas 12-MM2. Laporan dia itu paling bagus tahun lalu tapi beberapa bulan kemudian dia ambil lagi laporannya buat wawancara apa gitu, saya lupa. Pokoknya kamu temui dia aja terus pinjam laporan dia," ujar Pak Tana, seenteng kresek indomerit.

Semesta Angkasa | Teenlit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang