14. Yang Terputar Kembali

279 93 12
                                    

Happy Reading!

Dia tidak yakin apa yang sudah ia putuskan benar atau salah. Kata iya meluncurkan begitu saja ketika pemuda itu melemparkan sebuah pertanyaan berupa ajakan. Ribuan validasi mengelilingi kepalanya saat dia mulai merasa ini salah. Dia gugup dan sedikit takut padahal sejak pertama kali berbincang dengan pemuda yang usianya lebih tua empat tahun darinya itu, dia sudah mendambakan momen hari ini.

Pertemuan tak sengaja untuk kedua kalinya pada tiga hari lalu membawa seorang gadis berusia 17 tahun yang kini sedang berdiri dengan gelisah di dekat jendela gedung tinggi ternama di kotanya. Menit berlalu dan gerakan kaki Shafira semakin tak karuan, menandakan bahwa ia gugup. Berulang kali ia melihat ponsel hanya untuk sekadar memastikan apakah ada atau tidak notifikasi dari pemuda itu.

Pikirannya melayang pada tiga hari yang lalu ketika ia bertemu laki-laki itu.

Hujan deras yang tiba-tiba mengguyur jalanan kota membuat Shafira terpaksa meneduh bersama sopir ojol di halte. Kedua tangan ia masukkan dalam saku jaket yang tak seberapa tebal. Kaus kaki dan sepatunya sudah basah akibat cipratan dahsyat dari pengemudi mobil tak tahu diri yang baru saja lewat, ditambah hujan yang sepertinya akan awet membuat gadis itu kesal.

Dia tak bisa duduk di halte karena penuh dan harus berdiri entah sampai kapan dengan kaki yang mulai pegal dan kedinginan. Shafira mundur selangkah saat ada orang lain yang ikut meneduh dan berdiri di depan dirinya. Sesekali ia terkena ransel besar orang tersebut, membuat gadis itu sekali lagi mundur.

Dia menggerutu dalam hati. Berdiri tanpa minat sama seperti saat mendengarkan pidato kepala sekolah di lapangan sehabis doa pagi, tidak bisa bermain ponsel karena ia takut tersambar petir. Lagi-lagi ia berdecak pelan saat ransel jumbo di depannya menerjang ia sedikit lebih keras, Shafira reflek mundur hingga ia merasakan ransel miliknya menabrak sesuatu. Dia sontak menoleh untuk meminta maaf, pasti orang di belakang sama kesalnya dengan ia.

"Maaf, nggak sengaja," ucap Shafira.

Namun bukannya menjawab permintaan maaf Shafira, laki-laki yang menutup setengah wajahnya dengan kain tipis itu hanya diam. Perlahan ia menurunkan sapu tangan yang mengikat di lehernya lalu sebuah senyuman terbit di sana. Sedikit kikuk namun tetap manis.

"Hai, Fir."

Sorot terkejut tak mampu ditahan gadis itu. Dia juga ikut menurunkan masker yang ia kenakan. Bagaimana bisa laki-laki itu mengenali dirinya yang sedang dibalut masker serta kupluk jaket?

"Kita ketemu lagi," kata laki-laki itu.

"Iya, Kak."

"Baru pulang sekolah?" tanya laki-laki dengan jaket cokelat. Shafira bisa melihat kerah kemeja putih walau ritsleting jaket tertutup hingga atas.

"Iya, baru pulang," jawab Shafira, dia berusaha menghindari tatapan laki-laki itu.

"Udah lama, ya."

"Hm?" Shafira sedikit mendongak.

Dia tersenyum. "Udah lama nggak ketemu."

"Ohh, iya. Empat bulan lebih," gumam Shafira, membenarkan pernyataan laki-laki itu.

"Kamu udah nggak bimbel di Joyka lagi? Bulan lalu aku ke sana, katanya kamu udah keluar. Kenapa, Fir?" Mata pemuda itu menatap dirinya. Shafira mendengar itu bukan seperti pertanyaan tapi sebuah tuntutan untuk ia jawab.

"Kakak cariin aku?" tanya Shafira.

"Kamu murid favorit aku."

Masih untung suara hujan mampu menahan kalimat laki-laki itu agar tidak terdengar jelas.

Semesta Angkasa | Teenlit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang