11. Perasaan Yang Tidak Benar-Benar Tumpul

297 95 3
                                    

Happy Reading!


Walaupun sedikit kesal karena Suri terus-terusan membahasa jika laporannya mirip seperti buku diary namun tak bisa dipungkiri jika perasaan Karen kini seperti sedang diledakkan jutaan mawar. Dia senang karena dua hal, yaitu laporan yang akan segera dijilid dan hubungannya dengan Suri yang kian membaik. Karen bahkan menemui cara baru untuk berbaikan dengan orang, bukan memberi rayuan tetapi dengan berdebat seperti yang ia lakukan dengan Suri kemarin sore.

Pada saat laki-laki itu datang, dia kesal bukan main. Rasanya seperti ingin menendang Suri hingga jauh sekali namun saat mereka terlibat perdebatan hingga berakhir sedikit curhatan dari Suri, amarah Karen melemah dan berganti dengan perasaan iba. Bagaimana sosok nyaris sempurna seperti Suri, tak punya teman untuk berbagi cerita?

Karen paham banyak orang yang menjadikan atau lebih percaya pada keluarga sendiri untuk jadi teman. Tapi Karen juga yakin tak semua keluarga bisa selalu satu pikiran dan menjadi tempat yang tepat untuk bercerita. Kadang kala kita butuh orang lain untuk bertukar pikiran, untuk mencari sudut pandang yang berbeda agar menemukan sesuatu yang tidak pernah kita duga sebelumnya.

Mungkin itu juga yang Suri rasakan hingga ia mendadak melontarkan kalimat mau jadi teman Karen. Pandangan yang selama ini belum pernah ia dapatkan dari keluarganya dan Karen memberikan sebuah sudut pandang baru tentang pertemanan.

"Laporan Karen udah aman?" bisik Aji, pada Shafira.

Gadis yang tengah menyilangkan kedua tangannya itu hanya mengangguk.

"Pantesan dari pagi kayak orang kena mabuk asmara. Senyum mulu, kayak bahagia banget hidup dia," kata Aji, sambil memerhatikan Karen yang sedang menulis jadwal mata pelajaran untuk besok dijurnal kelas.

"Kemarin Suri ngajarin dia langsung makanya dia girang banget," ujar Shafira.

"Serius? Kok bisa Suri mau?" Aji sontak menoleh.

"Nggak tahu gue detailnya gimana. Habis Karen marah-marah, beberapa hari kemudian si Suri datang sendiri buat kasih laporannya," ucap Shafira.

"Gils! Berani banget si Karen marah-marah di depan Suri. Gue tuh, kalau lihat dia bukan takut tapi segan aja. Auranya Suri itu beda sama yang lain," seru Aji, sambil membayangkan setiap kali ia bertemu Suri.

"Lo pikir dia dukun?!" semprot Shafira, membuat Aji terkekeh.

"Guys, kantin, yuk!" Karen berdiri seraya memeluk buku jurnal kelas yang hendak ia kembalikan di meja guru.

"Aji nggak usah ikut," kata Shafira.

"Ikut aja, kan, dia jomblo sekarang," sahut Karen.

Shafira langsung beralih pada Aji. "Yang benar lo jomblo sekarang?"

Aji mengangguk dengan enggan. "Ya, mau gimana lagi, Shaf."

"Akhirnya Rara sadar kalau selama ini dia pacaran sama lo, Ji. Yaampun, hampir aja dia mempertaruhkan masa depannya sama lo," seru Shafira, dramatis.

Karen yang sedang berjalan menuju dua temannya langsung tergelak sementara Aji hanya menghela napas menikmati siksaan dua gadis itu.

"Semerdeka lo berdua aja, deh." Aji bangkit dari kursi dan meninggalkan kelas lebih dulu.

"Lo tahu darimana dia jomblo?" tanya Shafira, sambil berusaha menyudahi tawanya.

"Tadi pagi dia curhat."

"Astaga, Aji. Tampilan doang kayak badboy, curhatnya tetap ke lo," ujar Shafira. Mereka berdua berjalan keluar kelar menuju kantin.

"Badboy apaan? Main game billiard aja kalah sama gue," timpal Karen.

Semesta Angkasa | Teenlit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang