Happy reading~~
"Aisya..."
"I-iyan?"
Aisya menatap mata itu, mata yang ingin selalu ia pandang. Setiap kali melihatnya ia selalu merasa nyaman. Dan tatapan itu sampai sekarang masih belum berubah.
Sadar akan kesalahannya, Aisya langsung menundukkan pandangannya. Mereka memang bersahabat sejak kecil, namun bukan berarti seorang wanita dan lelaki boleh bergaul secara bebas. Sahabat hanya gelar yang dibuat oleh manusia dan tidak merubah apa yang ditakdirkan oleh Allah. Siapa pun itu orangnya, meski sudah kita anggap sebagai keluarga dekat, tetap saja mereka bukan mahram kita.
"Aisya apa kabar?" Iyan menatap Aisya yang sedang menundukkan kepalanya, ia merasa bersalah karena telah meninggalkan orang yang dicintainya ini tanpa memberi kabar sama sekali.
"Alhamdulillah baik, seperti yang kamu lihat. Iyan juga gimana kabarnya?" Aisya masih setia menundukkan kepalanya.
"Alhamdulillah, Aisya maaf..." Iyan memelankan suaranya, merasa berat mengatakan itu. Entahlah ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Aisya mengetahui kebenarannya.
"Untuk?"
"Emm... Kalo Iyan gak bisa nepatin janji Iyan gimana?" Tanya Iyan tidak berani menatap Aisya.
"Kenapa?"
"Iyan... Gak bisa-"
"Kalo Iyan gak bisa nepatin sekarang, Aisya bisa nunggu kok sampe Iyan siap." Ucap Aisya berusaha menenangkan rasa takut yang tiba-tiba menyerang dirinya ketika mendengar ucapan Iyan tadi.
"Bu-bukan itu alasannya, Iyan... Iyan minta maaf kalo Iyan gak bisa nepatin janji sekarang. Tapi Aisya masih mau jadi sahabat Iyan kan?" Iyan menatap mata Aisya, perempuan yang sangat ia cintai. Kenapa sekarang terasa sakit ketika melihatnya?
"Iyan.. Aisya janji bakalan nungguin Iyan sampai kapan pun. Lagian kita masih mau lulus kan? Aisya masih mau kuliah dan pasti Iyan juga." Kata Aisya meyakinkan.
"Tap-tapi Aisya..."
"Aisya! Ayo pulang! Umi udah nungguin dari tadi." Teriak Aldi menghampiri Aisya.
"Ya udah, Iyan Aisya pulang dulu yah. Ingat! Aisya bakalan nungguin Iyan sampe Iyan siap buat ngelamar Aisya. Dadah Iyan, Assalamualaikum." Pamit Aisya dengan senang, ia senang bisa bertemu dengan Iyan. Namun ada perasaan aneh yang ia rasakan, Iyan sedikit berbeda dari biasanya.
Tanpa Aisya sadari hari itu adalah hari terakhir mereka saling menyapa. Hari yang akan menciptakan luka yang sangat mendalam. Jika bisa memilih maka ia lebih memilih pergi dan tak mendengar kabar apa pun.
~~~~~
Aisya duduk di belakang rumah mencoba merilekskan pikiran. Menikmati pepohonan rindang dan kolam-kolam ikan serta berbagai macam sayuran yang ditanam oleh abinya.
Seharian menangis tidak akan merubah apapun. Ia akan mengikhlaskan semuanya, mungkin ini yang terbaik untuknya. Kita tidak akan tau siapa jodoh kita, yang perlu kita lakukan adalah mendekatkan diri untuk mendapatkan ridho Allah agar kelak kita diberi jodoh yang terbaik. Seperti kalimat yang sering kita dengar jodoh cermin kepribadian kita.
Ternyata ini jawaban dari perasaan aneh yang ia rasakan ketika terakhir bertemu dengan Iyan. Benar-benar menyakitkan. Mengingat semua itu membuat dirinya kembali menangis, janji itu, untuk apa janji itu? Untuk menciptakan rasa sakit ini?
"Aisya, kamu di sini?" Aldi yang tadinya mencari keberadaan sang adik pun melihat Aisya yang sedang duduk sendiri di belakang rumah.
"Eh iya mas." Buru-buru Aisya menghapus air matanya, tak seharusnya ia terus-terusan menangis. Tidak ada untungnya juga, rencana Allah jauh lebih baik dari yang kita pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband?✅
RomanceSUDAH TERBIT!😍 Part untuk season satu masih lengkap ya🤗 ~ ~ "Loh Bapak ngapain di sini?" "Mau jemput istri saya." "Lah istri Bapak siapa? Dimana?" "Kamu." ~ ~ Aisya Humaira Sanjaya yang biasa dipanggil Aisya, seorang mahasiswi berparas cantik nan...