Alasan Iyan💫 (end)

42.2K 3.3K 77
                                    

Happy reading~~

Sesak sekali yang dirasakan Aisya, ia merasa kekurangan oksigen sejak Iyan keluar. Ingin rasanya ia pergi, namun kakinya tak sanggup walau sekedar bergeser. Ia seperti patung yang tidak bisa berkutik dan siap hancur kapan saja ketika ada yang memukulnya dengan keras. Dan apa yang ia lakukan sekarang seperti sedang bunuh diri, menghadiri pernikahan sahabat sekaligus orang yang dicintainya. Seperti mimpi, Aisya ingin mengatakan bahwa ini mimpi, namun ia siapa bisa mengubah takdir.

Aisya masih setia menatap Iyan. Meskipun hatinya telah memperingati untuk tidak menatap terlalu lama. Namun bagaimana dengan hatinya yang tidak bisa berbohong? Rasanya ia tak ingin jauh dari Iyan.

Hingga ayah dari mempelai wanita datang pun Aisya tetap tak mengalihkan pandangannya, Iyan pun sama masih menatap mata Aisya yang mulai berair.

"Cek.. cek..." Suara lelaki terdengar untuk mengecek mik di tangannya, lalu ia duduk di hadapan Iyan. Mata Iyan masih setia menatap Aisya, bahkan saat calon ayah mertuanya sudah duduk di hadapannya.

"Nak Iyan, bisa dimulai?" Tanya lelaki paruh baya kepada Iyan yang terlihat tidak terlalu fokus.

"Ah iya bi." Jawab Iyan.

Sekali lagi Iyan menatap Aisya sebelum tangannya menggenggam tangan lelaki di hadapannya.

"Nak Iyan, apakah bisa saya mulai?" Tanya lelaki itu sekali lagi, karena jabatan tangannya belum di sapa oleh Iyan.

Aisya merasa tidak nyaman dengan situasi ini, ia takut akan mengacaukan acaranya. Apa yang harus ia lakukan?

Akhirnya Aisya menatap mata Iyan dengan penuh percaya diri. Ia tersenyum dan memberi isyarat agar Iyan segera melakukannya. Iyan yang merasa Aisya sudah menerima kenyataan ini pun hanya tersenyum kecut. Ia lalu menatap lelaki di hadapannya dan mulai menggenggam tangan tersebut.

"Saya nikahkan engkau, dan saya kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Keira Latifatunnisa dengan mahar seperangkat alat sholat dan uang tunai satu juta rupiah dibayar tunai." Ucap lelaki tersebut dengan lantang.

"Saya terima nikah dan kawinnya Keira Latifatunnisa binti kyai haji Ahmad Mustofa Basri dengan mahar yang telah disebutkan, dan saya rela dengan hal itu." Ucap Iyan tak kalah lantang.

"Bagaimana para saksi?"

"SAH!"

Suara riuh tamu undangan yang mengucapkan kata itu sontak membuat air mata Aisya jatuh. Tidak tahan menahan rasa sakit ini, ia memutuskan untuk pergi. Namun sebelum ia pergi, ia melihat ke arah Iyan yang sedang menatapnya. Iyan menangis, entahlah Aisya tidak tau arti tangisan itu.

Aisya pergi, ia berlari menjauh dari kerumunan yang seakan ingin membunuhnya itu. Pergi dari tempat itu memang keputusan yang tepat.

Aisya terus berlari melepaskan semuanya, setiap langkah yang ia ambil seakan menghapus semua kenangan indahnya bersama Iyan. Aisya memutuskan untuk duduk di bangku yang agak jauh dari acara tersebut. Menenangkan diri.

Di sisi lain Iyan masih menangis, ia tak sanggup mengucapkan kata-kata lagi. Orang-orang mengira bahwa ia menangis karena terharu, tetapi nyatanya itu adalah tangisan bersalah yang ia rasakan setiap melihat Aisya. Kenapa ia bodoh? Membiarkan orang yang dicintainya tersakiti.

"Abi Iyan izin ke toilet sebentar ya.." pamit Iyan kepada ayah Keke.

"Iya, jangan lama-lama."

Iyan berjalan keluar, ia ingin mencari Aisya dan menjelaskan semuanya. Ia melihat seseorang yang sedang duduk tak jauh dari posisinya. Iyan menghampiri orang itu.

My Lecturer Is My Husband?✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang