1- A Dream

500 41 0
                                    

***

Seoul, 2018
Sinar mentari kota Seoul begitu hangat. Sayup-sayup, semilir angin menemani sinar jingga yang menjadi perpaduan musim yang sempurna, musim semi. Musim yang hadir setelah melewati dinginnya musim salju dan disambut dengan hangatnya musim semi. Daun-daun pun berserakan di sepanjang protocol kota Seoul.

Sebuah langkah dari seorang kaki wanita dengan rok panjang hingga menyapu jalan, melenggang di antara lalu lalang pejalan kaki. Tangannya sibuk menelepon seseorang dengan terus berjalan tak tentu arah di jalan besar yang dikenal  “kampung artis”.

“Yah aku serius nih del. Aku bener-bener lupa arah baliknya,” ucapnya ling lung sembari menggaruk kepala.

“Lupa gimana sih? Kan kamu dulu pernah tinggal di Seoul, masa lupa sih er?”

Ya, begitu kira-kira percakapan antara Erina dengan sahabatnya, Adelia. Wanita berhijab syari itu terus melangkah sembari memainkan ponsel untuk membuka peta lokasi. Wanita itu mengabaikan protocol jalan yang aman, bahwa berbahaya jika berjalan sembari memainkan ponsel.

“Argh!”

Erina tiba-tiba mengerjap. Ia berjungkuk dan meringis ketakutan. Kedua tangannya reflek memegang gendang telinga. Samar-samar karena ia mendengar sebuah suara sirine ambulance yang perlahan makin mengeras. Ponsel yang ia pegang pun lepas hingga hampir menyentuh tanah.

Namun, di saat yang bersamaan, ponselnya sudah berada di tangan orang lain yang begitu sigap mencegah ponselnya terjatuh.

“Ibu, Ayah,” ringisnya gemetar sekujur tubuh.

Seorang pria yang menyelamatkan ponselnya, berjungkuk di hadapannya dengan style jaket denim beserta topi hitam dan masker.

“Hei, kau tidak apa-apa?”

Erina mulai menangis sesenggukan, matanya belum juga terbuka.

“Yeon Jin, ayo cepat kita pergi, sudah tidak ada waktu lagi."

Tegur seorang pria lain yang berdiri di belakangnya.

Sebelum berdiri, pria bernama Yeon Jin itu memberikan ponsel milik Erina. Ia menyodorkannya di hadapan Erina yang masih dalam posisi yang sama.

“Ayo, tidak ada waktu lagi,” desak sang manajer.

“I-iya sabar.”

“Tenangkan dirimu ya. Aku harus pergi,” ucapnya lalu berdiri dan meninggalkan Erina.

Dengan di kawal oleh beberapa ajudan, serta beberapa gadis muda yang berjalan cepat mengekor langkahnya, ia pun dengan aman memasuki mobil Van yang sudah terparkir pinggir jalan.

Dan perlahan, Erina baru membuka matanya dengan nafas yang naik turun. Matanya memerah dan sembab. Ia segera mengambil ponselnya, lalu menoleh ke belakang. Yang ia dapati, hanyalah kerumunan gadis-gadis yang beberapa di antara mereka membawa banner kecil tengah mengerumuni mobil Van hitam.

Dengan kaki yang masih gemetar, Erina beranjak bangun. Matanya masih menatap nanar perkumpulan gadis yang rupanya satu per satu dari mereka membubarkan diri karena mobil Van hitam itu sudah pergi.

Briliant Studio

“Wah ini dia pemiliknya sudah datang."

Sapa laki-laki bekulit pucat dengan warna rambut silver menyapa Yeon Jin dengan menepuk tangan.

Yeon Jin menyapa ketiga temannya, Ji Sung, Ki Hyun dan Junmyeon. Mereka tengah duduk di ruang tunggu studio, depan ruang rekaman. Yeon Jin langsung duduk dan bergabung bersama mereka.

CINTA DARI UFUK TIMUR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang