19-Pelangi

76 11 1
                                    

"Sebenarnya, ada hal yang mau kutanyakan padamu. Ini soal keluargaku," ucapnya menoleh dengan wajah serius.

"Apa kita ini dianggap jahat jika sudah tidak peduli pada keluarga kita sendiri walau situasinya sedang genting?"

"Ya, kalau menurutku sih begitu."

Erina menghadap lepas pemandangan indah di depannya.

"Keluarga itu ibarat sebuah sarang. Jika sarangnya di buat nyaman, maka si pemilik juga akan betah tinggal di dalamnya. Begitu pula sebaliknya. Keluarga juga merupakan tiang penyangga serta payung teduh untuk kita. Ibarat sebuah jantung, itulah keluarga. Kita tidak bisa hidup tanpa keluarga. Karena dari sanalah kita berasal, dan dari sanalah kita hidup. Bohong jika satu keluarga tidak pernah memiliki masalah walau sekecil apa pun. Bohong jika satu keluarga selalu hidup rukun dan bahagia. Hanya saja, itu tak terlihat karena mereka dengan baik menutupi aib keluarga. Dan menurutku, mereka bisa bahagia jika mereka berhasil melewati semua permasalahan dan perbedaan dengan bijak, saling memahami dan tidak mementingkan ego masing-masing. Mereka hidup dengan dinamika yang tersusun rapih. Dan sejahat-jahatnya keluarga, bohong jika hati kecilnya tidak ada rasa kasih sayang. Karena rasa kasih sayang itu sudah terjalin saat seseorang sedang di dalam kandungan Ibunya. Mereka tidak pernah terpisahkan meski maut yang memisahkan. Karena ada darah dan gen kedua orang tuanyalah yang terus melekat di dalam diri seorang anak yang membuat mereka terus merasakan ikatan batin dan kasih sayang."

Yeol menatap begitu dalam dan serius Erina yang masih tak menoleh padanya. Yeol pun akhirnya memandang ke arah pemandangan yang sama bersama Erina. Ia langsung meresapi dan merenungi semua kata demi kata yang Erina ucapkan.

Mata Yeon Jin beralih ke kedua tangannya yang memegang pagar jembatan.

"Di dalam tubuh ini mengalir campuran darah dan gen dari Ibu. Kalau bukan karena Ibu dan Ayah, maka aku tidak akan terlahir ke dunia ini, kan?" batinnya.

"Tapi..."

Tiba-tiba Yeon Jin mengingat kejadian masa lalu kelamnya saat dirinya menjadi seorang trainee.

Rumah Yeon Jin yang ada di Busan tengah ramai di kunjungi satu per satu tetangganya. Ada yang menunggu dalam rumah, ada juga di halaman rumah.

Yeon Jin remaja tiba-tiba berlari memasuki rumah, menerobos beberapa orang di depannya dengan perasaan kalut.

"AYAAAAAHH."

Yeon Jin tersungkur tepat di depan peti jenazah sang ayah, Bae Yeol Shin yang telah terbujur kaku.

Yeon Jin menangis, tangannya dengan gemetar terulur untuk menyentuh wajah Yeol Shin untuk terakhir kali.

"JANGAN KAU SENTUH!"

Tangan Yeon Jin tiba-tiba di tarik paksa oleh seorang wanita yang tengah menatap penuh kekesalan sampai Yeon Jin menjauh dari peti dan berdiri di hadapan seorang wanita yang tak lain adalah ibunya, Park Hye Soo.

Plak!

Hye Soo menampar keras pipi kanan Yeon Jin yang masih menangis.

"Ibuuuuu," Yeon Shin yang melihatnya langsung berlari dan berdiri di samping Yeon Jin.

Hye Soo menarik paksa Yeon Shin untuk berada di sisinya. "Sini kau Yeon Shin, Sini! Jangan kau dekati dia!" omel serak Hye Soo.

"Dia adalah pembawa sial di keluarga kita, Ibu tidak sudi dia berada di sini lagi," tekannya penuh emosional dengan suara sedikit lantang.

"Kenapa kau tak tau malu, hah?! PUAS?! KAU PUAS TELAH MEMBUAT SUAMIKU MENINGGAL HAH?!" teriaknya serak.

Yeon Jin semakin menangis, bahkan ia bersujud di hadapan Hye Soo.

CINTA DARI UFUK TIMUR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang