Arrrr

2.1K 117 16
                                    

"Kalau beneran, yah Aideen gak bakal mau juga sih" jawabku tersenyum sinis tapi tetap terlihat ramah.
"Hahaa aku bercanda kok" jawab Maureen cepat.
"Abis ini kalian mau kemana? Boleh join nggak?" tanya Maureen menatap Aideen.

Aku yang melihat tatapannya rasanya masih teringat masalalu dimana setiap Maureen merengek akan sesuatu Aideen selalu mengiyakan meskipun ia tak mau. Apa kali ini akan begitu juga? Tapikan dia suamiku.

"Ya nggak bisalah, aku kan lagi honeymoon. Maybe next time kita bisa liburan bareng kalau kamu udah nikah jadi double date biar seru. Kalau kamu ikut aku dan Aileen kayaknya nanti kamu bakal bosan" jawab Aideen ramah.

Aaaaa dia memang suamiku.
Hahaha rasanya aku seperti sedang menang lotre mendengar jawaban tegas Aideen.

"Hmmm iya juga sih, okedeh have fun ya kalian berdua" ucap Maureen tersenyum.
"Yaudah kita pergi dulu" ucapku langsung menarik Aideen.
.
.
.
"Sayang" panggilku pada Aideen.
"Hmm" ucapnya sambil sibuk memotret dengan cameranya.
"Ilove you" ucapku menatapnya.
"Love you too" jawabnya cuek sambil memotret.
"Pemandangannya lebih cantik dari aku ya?" tanyaku karna sadar dicuekin.
"Nggak dong, ini pemandangan paling cantik" ucap Aideen langsung mengarahkan cameranya untuk memotretku.
"Apaan deh" kataku menutup camera Aideen.
"Bagus fotonya" ujar Aideen memperlihatkan hasil jepretannya.
"Iya" kataku ikut memperhatikan camera Aideen.
"Maaf ya" ujar Aideen tiba-tiba.
"Maaf? Buat apa?" tanyaku bingung.
"Hmm iya karna tadi ketemu Maureen" ucapnya.
"Emang itu salah kamu?tanyaku.
"Enggak, cuman aku ngerasa salah aja. Aku pikir Maureen gak bakal ke Bali" ucap Aideen serius.
"Maksudnya? Dia tau kita mau ke Bali?" tanyaku menatapnya.
"Iyaa, jadi dia sempat email aku buat nanya kabar. Aku nggak ada cerita kekamu karna kupikir bukan hal yang penting" jelas Aideen.
"Terus?" kataku meminta penjelasan lebih.
"Aku salah" ujar Aideen menunduk.

Seperti biasa, setiap kali ia  merasa melakukan kesalahan ia akan mengaku terlebih dahulu sebelum aku berkata apapun.

"Salahnya?" tanyaku.
"Hmm kamu boleh baca emailnya dulu" ujar Aideen menyerahkan ponselnya.
"Ga perlu, kita pulang sekarang" kataku langsung pergi menuju parkiran.
"Sayang" panggil Aideen pelan sambil mengikuti langkahku.

Entah apa yang terjadi rasanya aku menjadi sensitif sekali perihal Maureen mantan pacar Aideen yang sampe sekarang gak bisa move on.

Sepanjang jalan menuju parkiran aku tak menghiraukan Aideen sama sekali, bahkan setelah kami dimobil menuju hotel aku sama sekali tidak menoleh padanya. Rasanya aku marah sekali padahal itu adalah masalah kecil bukan?

Apa aku berlebihan jika aku marah?

"Pak nanti malam saya jemput..." ucap Supir terhenti karna aku langsung memutus pembicaraannya dengan Aideen.
"Nanti malam nggak kemana-mana pak. Saya mau istirahat" ucapku langsung keluar dari mobil saat kami tiba di hotel.
"Tapi coba koordinasi sama Bapak aja, sapatau Pak Aideen mau keluar nanti malam" ucapku melirik Aideen sebelum masuk ke hotel.
"Yaudah pak, nanti saya telpon" ucap Aideen.
"Ba..Baik pak" jawab Supir bingung.

.
.

"Aku minta maaf" ucap Aideen saat kamu tiba dikamar.
"Aku capek, jangan ngajak ngomong dulu" ujarku langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah membersihkan diri aku langsung berganti baju dan merebahkan tubuhku diranjang. Aku menutup wajahku dengan selimut dan membalikan tubuhku dari hadapan Aideen.
"Sayang" panggil Aideen pelan.
"Jangan naik keranjang" tegasku saat ia hendak menaiki ranjang.

Aideen lalu mengurungkan niatnya untuk naik keranjang, ia selalu begitu. Menuruti semua kemauanku jika saat seperti ini. Ia seperti sudah paham bagaiman menghadapi aku jika sedang emosi.

"Oke" jawabnya memelas.
"Yaudah aku bacain emailnya Maureen dan balasanku juga" ucapnya sambil duduk dibawah ranjang.

Aku tak menjawab apapun menunggu ia membaca email dari Maureen.

Maureen.  :  Aideen apa kabar? Aku mau nanya soal kerjaan.
Maureen : Aideen, how r you? Hmm aku udah gabisa bilang kangen ya?
Maureen : Aileen apa kabar? Kamu bahagia?
Maureen : Kenapa nggak dibalas? We're just friend right?
Maureen : Bukannya hal yang normal kalau teman nanya kabar temannya?
Maureen : Even via Email kita tetap nggak bisa berteman?

Aideen : Hi, kabarku baik. Aileen juga. Of course aku bahagia. How about u?
Maureen : Wow, i''m happy for u. Gak balik ke Jakarta?
Aideen : Thx, nope. Tapi bulan depan bakal ke Bali. Kamu disingapore?
Maureen : Honeymoon? Nope aku lagi di Jakarta.
Aideen : Yes, oh oke.
Maureen : See u next month
Aideen : What? lol. Okay bye.

Mendengar semua email Maureen pada Aideen membuatku semakin geram. Aku pikir dulu saat ia mengikhlaskan Aideen ia tak akan pernah berharap lagi untuk bertemu dengan Aideen.

Aideen membaca emailnya, dan aku bertanya detail tanggal Maureen mengirimi Aideen pesan. Dan semua tanggalnya berbeda-beda bahkan saat kami baru saja menikah. Dan Aideen baru membalasnya bulan lalu.

"Kamu yakin nggak ada ngebalas email dia yang lain?" tanyaku.
"Yakin demi Tuhan" jawab Aideen pasti.
"Kalau aku mau hapus, yang harusnya aku hapus aja bagian dia bilang kangen atau apalah" ujar Aideen.

Aku masih diam didalam selimut, sedangkan Aideen duduk disofa yang berada didepan ranjang.
"Aku takut" ucapku tiba-tiba terisak.
"Kamu nangis?" tanya Aideen panik dan ingin langsung menaiki ranjang.
"Stop, jangan naik kalau nggak aku makin marah" ujarku sambil menangis.
"Kamu jangan nangis kalau gitu" ujarnya panik.
"POKONYA JANGAN DEKET-DEKET" kataku tegas.
"Oke" jawab Aideen berdiri mematung disamping ranjang.

Aku percaya pada Aideen, karna aku tau bagaimana agresifnya Maureen dulu meskipun dicuekin oleh Aideen ia akan tetap bertahan. Tapi apa masih begitu sampai sekarang? Aku yakin Aideen nggak bakal tergoda, aku percaya padanya. Tapi apa Maureen akan terus begini?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Annoying Boss (After Marriage)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang