002

21.1K 1.9K 78
                                    

~~~

Setelah Rasyid menerima Zaskia sebagai calon istrinya, kini giliran Abi dan Umi Zaskia yang datang ke rumahnya. Mewakili Zaskia, untuk melamar dirinya. Pria itu tidak pernah menyangka jika ia dilamar oleh seorang perempuan.

"Meskipun anak kami sudah mengatakan hal tersebut terlebih dahulu. Namun, kami tetap akan mewakili kepada keluarga Rasyid untuk menerima anak saya sebagai calon istrinya," ucap Aiden – Abi Zaskia pada keluarga Rasyid yang memang sedang berkumpul di ruang tamu.

"Mungkin ini terdengar aneh, dimana perempuan harus melamar seorang laki-laki. Tapi, sebagai orang tua yang ingin melihat anaknya bahagia bersama orang yang dicintai, kami akan lakukan selagi itu baik," lanjut Aiden.

Zaskia yang duduk di samping Hana – uminya terus tersenyum bahagia mendengar pembicaraan keluarganya dan keluarga Rasyid.

"Seperti yang anak saya katakan, kalau dia menerima Zaskia sebagai calon istrinya," jawab Alaska melirik sekilas pada Rasyid di sampingnya.

Baik Aiden dan Hana sama-sama mengulas senyum.

"Kalau sudah diterima, boleh kita percepat pernikahannya tanpa harus taaruf?" tanya Hana membuka suara.

Alaska menoleh pada Rasyid, meminta persetujuan anaknya. Bagaimanapun yang menikah adalah Rasyid. Tahu, mengapa Alaska menatapnya, Rasyid mengangguk mantap layaknya seorang laki-laki yang kuat dengan keputusannya.

"Baik, kita percepat saja pernikahan ini."

***

Rasyid berdecak kesal saat bel rumahnya berbunyi terus menerus. Pria itu sedang asik melukis di kamarnya, namun aktivitasnya terganggu oleh seorang yang telah berani membunyikan bel rumahnya. Jika ada kedua orang tuanya pasti mereka yang akan membuka pintu. Tapi, kali ini mereka sedang pergi mengantarkan adiknya ke pesantren kilat.

Wajah Rasyid sangat kesal, kosentrasinya terpecahkan. Ia meletakkan kuas di meja, di depannya itu masih ada gambar seorang gadis bercadar yang sedang Rasyid lukis.

Dengan langkah geram Rasyid tetap berjalan keluar kamar, menuruni tangga hingga ia tiba diambang pintu, sebelum membukanya Rasyid sudah berniat akan memarahi orang yang berani menganggu waktunya.

"Bisa gak sih sabaran dikit!" bentak Rasyid sambil membuka pintu lebar-lebar. Begitu pintu itu terbuka dan memperlihatkan seseorang, mulut Rasyid terbuka lebar bersama mata yang menatap lekat gadis di depannya yang sedang menunduk.

"Ada apa?" tanya Rasyid terdengar dingin. Ekspresi di wajah Rasyid sudah berubah datar. Kedua tangannya sudah terlipat di depan dada.

"Assalamualaikum, saya cuman mau kasi ini," ucap gadis itu sambil memberikan sebuah undangan merah muda pada Rasyid. Wajah gadis itu setia menunduk dan sama sekali tidak menatap Rasyid.

Tanpa aba-aba Rasyid menerima undangan tersebut. Matanya lekas melihat nama yang tertera disana.

Oh, Ya Allah, ini sungguh menyakitkan untuk Rasyid. Nama perempuan itu terukir indah disana bersama nama seorang pria. Sepertinya Rasyid tidak asing dengan nama pria ini.

Sebisa mungkin Rasyid menghilangkan keterkejutannya. Ia harus bisa bersikap biasa saja dan terlihat baik-baik saja meskipun saat ini Rasyid sangat ingin sekali melampiaskan rasa sakit hati dan amarahnya.

Lalu, tatapan Rasyid kembali menatap gadis berkhimar hitam di depannya. Dari kedua mata yang terlihat, menampilkan bulu mata lentik, iris mata coklat dan Rasyid sudah bisa menangkap jelas jika gadis itu sangat cantik sekarang.

"Baguslah, kalo kamu mau menikah!" ucap Rasyid hambar, suaranya terdengar menyakitkan.

Gadis itu terus menunduk dan Rasyid bisa merasakan jika gadis itu tersenyum walaupun menunduk, tengah menatap sepatu putihnya.

Assalammualaikum TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang