Alicia bagaikan cangkang kosong. Gadis usia 17 tahun itu berwajah pucat, rambut coklatnya hampir habis karena ditarik-tarik, dan ada bekas-bekas cakaran besar menutupi lengan, wajah dan lehernya. Dia hanya duduk tegak tanpa ekspresi sampai aku menyapanya.
"Alicia?"
Kepalanya berputar perlahan ke arahku.
"Ya?" Ujarnya, suaranya kasar dan serak. "Itu aku."
Aku menjelaskan semua prosedur wawancaranya dan kemudian memintanya menceritakan semuanya. Butuh waktu beberapa lama sebelum dia bercerita.
"Aku tidak yakin," ujar Alicia dengan suara pelan monoton. "Itu hari Minggu, 3 minggu lalu. Aku terbangun karena ada suara keras. Kedengarannya seperti ledakan, lalu hening. Aku melihat ke luar jendela, dan ada lubang ini di halaman. Orangtuaku lari masuk ke kamarku, diikuti abangku. Kami memandangi lubang itu. Diameternya sebesar mobil kecil, dan bentuknya bundar sempurna. Ayahku menelepon petugas pemadam kebakaran dan mereka menyuruh kami pergi, karena lubang itu nampaknya hasil dari longsoran tanah, dan area rumah kami bisa ikut ambruk."
"Apakah lubang itu yang menyebabkan keluargamu menghilang?"
"Ya."
"Bagaimana?"
"Mereka terjun ke dalamnya."
"Bukankah kalian semua pergi?"
"Ya, tapi setelah 2 minggu, mereka bilang sudah aman dan kami boleh pulang. Sepertinya mereka berencana mengisinya dengan semen. Pokoknya, si spesialis bilang kami tidak boleh terlalu dekat. Orangtiaku dan aku ketakutan, tapi abangku Quentin malah mendekati lubang itu. Aku melihatnya berdiri di pinggir lubang dan terus saja menatap ke dalam. Dia memanggil kami, menyuruh kami ikut melihat, tapi kami tidak mau."
"Kau tidak pernah melihat ke dalamnya?"
"Tidak, tidak secara langsung. Kami diperingatkan bahwa pinggiran lubang itu bisa runtuh, dan lubang itu begitu dalam sampai-sampai mereka tidak bisa segera menentukan perkiraan kedalamannya. Tapi Quentin memotretnya dan menunjukkan fotonya. Gila sekali. Itu benar-benar sebuah lubang vertikal yang rapi, dengan sisi-sisi yang nyaris rata. Aku melihat di salah satu foto bahwa ada semacam akses ke mulut gua yang terletak jauh di dalam lubang tersebut. Si spesialis kemudian bilang bahwa dia belum pernah melihat yang seperti itu, tapi dia kelihatan sangat antusias, padahal kami khawatir sekali kalau lubang itu semakin besar dan menelan halaman bahkan sebagian rumah kami."
Alice beringsut sedikit di kursinya.
"Beberapa hari pertama aman-aman saja. Kadang-kadang ada suara aneh, terutama di malam hari. Kedengarannya seperti batu-batu kecil yang jatuh, lengkap dengan suara-suara berkelontangan yang kedengarannya memantul dari dalam lubang. Tapi lubang itu tidak berubah, dan ukurannya tetap sama."
"Menurutmu, apakah lubang ini ada hubungannya dengan hilangnya seluruh keluargamu?"
"Pasti," tukas Alice cepat. "Pasti lubang itu, atau sesuatu di dalamnya. Aku tak tahu bagaimana, tapi pasti lubang itu. Pada hari keempat sejak kami kembali, abangku menghabiskan waktu seharian mengelilingi lubang itu, seperti hiu. Dia terus mencoba melihat ke dalam, dan aku bahkan mendengarnya bergumam sendiri. Akan tetapi, tak peduli berapapun banyaknya senter besar yang dia bawa, dia akan selalu kembali dengan wajah kecewa."
Alice tersenyum sesaat.
"Quentin memang selalu begitu. Dia suka hal-hal aneh. Aku jadi khawatir dia bakal jatuh ke dalam, tapi orangtuaku bilang dia anak yang waspada. Pada hari kelima, dia semakin dekat dengan lubang itu. Ayah kami melihatnya duduk di pinggirannya, dengan kaki menggantung. Saat itulah orangtua kami dengan tegas menyuruhnya masuk, dan meminta kami untuk jangan dekat-dekat lagi dengan lubang itu. Tapi, saat orangtua kami pergi pada malam hari, Quentin keluar dan menuju lubang itu. Dia tak mau mendengarku. Aku mengancam akan memberitahu ayah dan ibu, tapi dia cuma tertawa. Aku langsung ke dalam untuk menelepon ketika Quentin berdiri di tepi lubang dan melongok ke dalamnya. Saat itu gelap, jadi kupikir dia tak bakal bisa melihat sesuatu di dalamnya. Aku menelepon ibu dan mengadu padanya, dan dia menyuruh untuk memberikan teleponnya pada Quentin. Tapi, ketika aku keluar...Quentin tidak ada. Dia hilang begitu saja!
KAMU SEDANG MEMBACA
Creepy Horror : 2nd
HorrorSeri kedua dari Creepy Horror. Apakah kisah Creepypasta kali ini lebih 'abnormal', lebih santai, ataukah lebih mencengkam? Well, kau tidak akan tahu sebelum kau membacanya. Jangan baca ini sendirian. Karena satu hal yang pasti, you are not alone...