29

359 58 5
                                    

Pesta tadi sungguh berkesan bagi Sejeong dalam arti yang positif dan negatif. Ia sangat bahagia teman-temannya meluangkan waktunya berkumpul untuk menemaninya namun di satu sisi hatinya sama sekali tidak siap dengan berbagai perubahan selama empat tahun ini.

Ia melihat cincin yang sengaja ia pasang di jarinya. Cincin ini yang menguatkan dirinya selama empat tahun ini di Jerman.

Selamat tinggal, aku harus melepaskanmu sekarang. Pasanganmu sudah memiliki pasangan lain sekarang.

Sejeong melepas cincinnya dan menaruhnya di sebuah kotak kecil.

"Sejeong-ah, ayo kita makan malam dulu."

Gadis itu segera mengompres matanya mencoba untuk tidak memperlihatkan matanya yang bengkak akibat menangis tadi. Ia tidak ingin Suho dan Irene khawatir apabila melihat matanya yang agak bengkak ini. Setelah pesta tadi, Sejeong memang langsung memilih ke kamarnya untuk istirahat meskipun sebenarnya ia menangis saat itu.

"Aku akan turun sebentar lagi."

Gadis itu menatap dirinya di depan cermin. Ayo Jeong-ah, kau kuat. Kau cantik, kau bisa hidup mandiri. Siapa yang butuh laki-laki sekarang?

Sejeong menepuk pipinya memberikan dirinya dorongan semangat agar tidak menangis. Ia tidak lagi mau menjadi gadis yang cengeng. Jika cintanya sudah berakhir empat tahun lalu, maka ia harus merelakannya.

"Maaf aku lama, Hyung dan Eonni."

"Tidak apa Jeong-ah, ayo makan. Tadi kulihat di pesta sepertinya makanmu lebih sedikit." Suho menatap Sejeong khawatir.

"Ah, itu karena aku sedang diet Hyung. Semenjak aku tinggal di Jerman, aku jadi mulai diet supaya aku bisa lebih sehat dan cantik, haha." Jawab Sejeong memberi alasan.

Ji Sung melihat mata Sejeong yang agak sembab. Ia tahu noona-nya itu habis menangis di kamar karena ia mendengarnya sendiri, tapi anak itu tidak mau bertanya lebih lanjut. Ibunya memberitahunya bahwa orang yang sedang menangis tidak boleh ditanyakan alasan kenapa ia menangis tapi lebih pikirkan bagaimana caranya membuat orang yang menangis itu tersenyum bahagia.

"Noona, setelah makan ayo kita main dengan anjingku."

"Ohh, uri Ji Sung-ie punya anjing. Siapa namanya?"

"Doenjang dan Vivi."

Deg. Nama itu sangat familiar di telinga Sejeong.

Bahkan anjing yang kuberikan pun, Sehun Hyung berikan pada orang lain. Dia benar-benar sudah melupakanku.

Sejeong menarik dan menghela napasnya mencoba menenangkan diri. Tidak ingin membuat khawatir orang-orang di sekitarnya, Sejeong izin keluar dari makan malam mereka untuk menghirup udara segar.

Irene dan Suho saling bertatapan setelah Sejeong memilih tidak makan malam hari itu.

"Kenapa sih kalian tidak paham perasaan perempuan? Aku tidak akan membantu kalian sama sekali kalau rencananya gagal. Kalian terlalu berlebihan." Ucap Irene marah. Ia sangat kesal dengan para pria yang sepertinya tidak memikirkan perasaan Sejeong sama sekali.

"Aku tidak tahu dia akan berlebihan seperti ini. Aku pun merasa dia keterlaluan, Yeobo."

Di rumah lainnya, sebuah pembicaraan yang sama sedang terjadi.

"Bukannya kau sebagai kakaknya harusnya menasehatinya? Dia ini sudah besar kenapa bersikap seperti anak kecil huh? Atau jangan-jangan itu idemu?" Sungut Wendy kesal dengan kejadian di pesta tadi.

He is (Not) My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang