II

3K 215 24
                                    

"Aku tidak tahu jika kamu ternyata bisa berdansa juga, Indira." Veranda berbicara pelan setengah berbisik di dekat telinga istrinya. Saat ini mereka berdua sedang melakukan dansa pertamanya yang sedang berlangsung di mini hall mansion mewah keluarga Natio.

Setelah acara pernikahan mereka yang bertema garden telah berakhir, kini kegiatan pesta berlanjut ke dalam mansion.

Shani memutar pelan matanya dan mendengus pelan mendengar bisikan Veranda.

"Bukankah semua gadis dari kalangan kita harus belajar banyak hal, tabble manner, attitude class, dance class, bahkan papa juga mendaftarkanku kursus beberapa alat musik sekaligus saat kecil serta jangan lupakan kursus menunggang kuda dan menembak yang wajib diikuti semua anggota keluarga Natio secara turun temurun sejak beberapa dekade lalu."

Veranda terkekeh kecil mendengar ucapan panjang lebar gadis di depannya. Ini adalah salah satu dari beberapa kali percakapan mereka dengan Shani yang mengeluarkan rentetan kata lumayan panjang. Selama berinteraksi dengan gadis itu, Istrinya selalu berbicara irit dan singkat. Veranda juga heran kenapa Shani bisa sedingin itu, padahal sejauh yang dia ingat ketika masih kecil dan beberapa kali dilihatnya ketika orang tuanya mengajak untuk berkunjung ke kediaman keluarga Natio, Shani kecil adalah anak yang ceria dan aktif.

"Kamu benar, dan jangan lupakan juga kelas bahasa yang harus diikuti. Orang tua kita menuntut agar kita menguasai beberapa bahasa sekaligus." Sambil terus melingkarkan lengan rampingnya ke pinggul pasangan berdansanya, gadis berwajah bidadari itu terkekeh pelan sebelum kembali meneruskan ucapannya.

"Menjadi pewaris membuat kita berdua melewatkan banyak hal sejak zaman kanak-kanak agar siap dan dianggap layak meneruskan dan mewarisi ini semua. Orang tua berpikir jika semuanya demi kebaikan dan kebahagiaan kita tanpa tahu justru apakah yang diyakini mereka ini memang bisa membuat kita bahagia." Netra Veranda menatap kelam seiring dengan pikirannya yang menjelajah dan berkelana ke suatu ingatan yang sangat jauh.

"Termasuk pernikahan kita sekarang, benar kan?" Dengan tidak kalah pelan Shani berucap pelan. Kedua netranya juga tidak kalah menatap nanar, sambil terus menggerakkan badan rampingnya yang terbalut gaun mengikuti alunan musik pengantar dansa mereka. Mengimbangi gerakan gemulai istrinya. Fisiknya memang berada di sini, berdansa dengan sang pewaris Tanumihardja tetapi ingatan dan hatinya sama seperti perempuan di depannya. Melalang buana dan mengarungi ingatan masa lalu yang rapi tersimpan di dasar hatinya.

-OooooO-

Hampir tengah malam, beberapa jam setelah acara pernikahan mereka selesai. Kini mereka berdua akan menghabiskan akhir pekannya di sebuah resort mewah milik keluarga Tanumihardja di kawasan Uluwatu. Liburan bersama versi mereka berdua, dan honeymoon versi orang tua kedua mempelai jika menyebutnya.

Sambil mengusap pelan rambut panjangnya yang masih sedikit basah memakai handuk Shani berjalan memasuki kamar, dilihatnya Veranda sedang berdiri di dekat pintu jendela balkon yang terbuka sedikit. Masih menggunakan gaun putihnya, Shani melihat sang istri sedang berbicara dengan iPhone-nya. Rambutnya yang tadi tertata rapi sudah terurai sedikit berantakan.

Dengan tatapan datarnya Shani berjalan mendekati meja ketika dilihatnya sebotol wine yang sudah terbuka dengan gelas yang terisi sedikit. Shani menebak jika saat mandi tadi istrinya menunggu sambil sedikit minum sebelum berhenti karena berbicara dengan entah siapa di smartphone-nya. Dengan handuk masih tersampir di bahu, gadis bermarga Natio itu meraih botol wine dan menuang sedikit isinya ke dalam gelas kosong yang ada di atas meja. Memutar gelas perlahan lalu menghirup aroma anggur yang terfermentasi puluhan tahun sebelum sedikit mencecap rasanya.

"Mandilah sebelum semakin malam, kak Jessie bisa meneruskan telepon setelahnya." Shani berbicara setelah menelan wine yang disesapnya. Dilihatnya sang istri belum juga ada tanda-tanda mengakhiri pembicaraan. Hari sudah hampir tengah malam sementara Veranda masih saja mengobrol daripada memilih melakukan rutinitas membersihkan tubuhnya.

"Gre, kakak tutup dulu teleponnya ya." Mendengar itu, melalui tatapan mata ke arahnya dan anggukan pelan Veranda tampak akan menyudahi panggilan teleponnya.

"Pekan depan pastikan datang ke Jakarta, hari ini kamu absen tidak bisa datang paling tidak sekembali dari Belanda minggu depan bisa meluangkan waktu."

"Kita makan bersama, nanti kakak kenalkan dengan istri kakak." Alis Shani terangkat mendengar ucapan istrinya. Gre atau siapapun yang didengarnya barusan terasa asing dan tidak familiar. Setahunya tidak ada yang bernama Gre dalam anggota keluarga Tanumihardja.

Tegukan terakhir wine dalam gelas sudah masuk ke kerongkongan Shani meninggalkan rasa manis dan sedikit pahit saat Veranda berjalan menghampirinya. Diletakkannya iPhone keluaran terbaru itu di meja dekat botol wine.

"Minggu depan luangkan waktumu, kita akan pergi makan bersama. Hari ini Gre tidak bisa datang ke pernikahan karena ada sedikit masalah di Belanda." Segera Veranda meraih gelas berisi wine yang tadi sempat diminumnya sedikit sebelum berhenti karena harus mengangkat panggilan pada iPhone-nya.

"Saat makan bersama akan kukenalkan kamu dengan adikku." Setelah berbicara segera diminumnya wine hingga gelasnya kosong. Menaruh gelas itu ke atas meja kembali sebelum dengan perlahan melangkahkan kakinya yang jenjang ke arah kamar mandi. Berharap segera mandi dan membersihkan tubuhnya, melepaskan dan mengganti gaun pengantinya yang lumayan merepotkan saat dikenakan dengan baju tidur yang lebih nyaman.

"Kak Jessie punya adik?" Sambil kembali menuangkan wine ke dalam gelas kosongnya Shani bertanya. Semua tahu jika Veranda adalah putri satu-satunya dan pewaris tunggal kerajaan bisnis keluarga Tanumihardja. Pernyataan istrinya barusan membuat Shani sedikit kaget dan heran.

Dilihatnya Veranda kembali berjalan setelah berhenti sejenak sambil tersenyum dan mengangkat bahunya. Tidak menjawab. Shani hanya mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum kemudian dengan gesture acuh memilih menyesap kembali wine dalam gelasnya sambil menatap tubuh istrinya yang sudah menghilang dari balik pintu kamar mandi yang tertutup rapat.

Shani mendengus pelan bersamaan dengan ide negatif melintas seiring dengan dia meneguk dan menelan wine yang baru saja disesapnya. Bagi keluarga kelas atas seperti mereka mempunyai pasangan lain di luar pasangan sahnya jamak terjadi. Bisa jadi itu juga berlaku bagi keluarga Tanumihardja. Karena itulah Shani asing dan tidak tahu menahu jika istrinya mempunyai adik, memang biasanya anak hasil dari pasangan yang tidak resmi acap kali disembunyikan keberadaannya dari khalayak luas.



*To Be Continue*

Forbidden ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang