X

3.1K 209 31
                                    

"Indira, kamu belum tidur?" Sambil mengusap rambut panjangnya yang basah dengan handuk, Veranda melangkahkan kaki jenjangnya keluar dari kamar mandi menuju meja rias. Perhatiannya sedikit tersita pada Shani yang diam sambil setengah berbaring di ranjang dengan selimut menutupi pinggang hingga kakinya.

Perempuan dengan julukan bidadari itu menaikkan sebelah alisnya ketika tidak mendapat tanggapan. Istrinya tampak seperti melamun saat dilihat melalui kaca meja rias.

"Apa terjadi sesuatu?" Sejak selesai makan siang bersama di kantor Shani menjadi lebih pendiam beberapa kali melamun dan tidak fokus saat mengobrol berdua.
Veranda meraih hair dryer, menghidupkan alat pengering itu untuk rambut panjangnya yang basah. Suara berisik yang keluar tidak juga mengusik aksi diam istrinya.

Perempuan berparas bidadari itu hanya menaikkan bahunya menganggap mungkin Shani sedang tidak mau diganggu. Selesai dengan urusan rambut, Veranda meraih krim pelembab yang ada di depannya mengoleskan merata pada permukaan wajah memberikan pijatan lembut sambil sesekali melirik ke arah Shani.

Setelah selesai dengan aktivitas skin care rutinnya Veranda beranjak menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya yang penat di samping Shani.
"Kak Jessie?" Shani memanggil tepat saat istrinya hendak menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Gerakan tangan Veranda berhenti sepertinya rencana tidurnya agak tertunda malam ini penasaran dengan hal yang hendak dikatakan Shani.

"Apa?" Tidak jadi berbaring, Veranda berganti mengatur posisi bersandar pada head board ranjang. Wajah cantiknya melihat ke arah samping tempat Shani berada.

"Gracia." Dengan suara sangat pelan nyaris berbisik Shani menyebut sebuah nama yang selama ini secara rahasia menguasai seluruh bagian dalam hatinya meskipun pada kenyataannya sudah terikat pernikahan dengan perempuan lain.

"Huh?" Veranda sedikit mengernyit berpikir mungkin salah mendengar karena suara Shani yang terdengar lirih nyaris berbisik.
"Ke-napa dengan Gre?" Alis Veranda naik bersamaan dengan ekspresi bingung tergambar di wajahnya yang tetap rupawan meskipun bersih tanpa sapuan make-up.

"Sejak kapan keluarga Tanumihardja mengangkatnya sebagai anak?" Shani menengok sekilas ke arah Veranda yang masih menatapnya bingung. Siang tadi setelah melalui pencarian informasi baru diketahui jika Gracia bukanlah anak haram ayah mertuanya melainkan anak angkat.
Jadi inilah yang dimaksud Gracia saat menganggap jika tidak mempunyai kelayakan sebagai menantu Natio karena perempuan penyuka warna ungu itu memang bukanlah keluarga kandung Tanumihardja.

"Kamu sudah tahu rupanya." Cepat atau lambat Shani memang pasti akan tahu mengenai ini.  Meskipun terikat hanya dalam pernikahan bersyarat seharusnya tetap tidak ada yang disembunyikan apalagi jika sudah menyangkut dua keluarga.
"Tidak mudah sebenarnya untuk mami membujuknya." Mata Veranda menerawang seolah berusaha mengingat dan menggali kembali memorinya beberapa tahun silam.

"Sekitar lima tahun lalu kedua orang tua Gracia meninggal dalam sebuah kecelakaan sehingga menjadikannya yatim piatu."
"Awalnya Gracia menolak dan memilih pergi ke Venesia ingin melihat secara langsung tempat orang tuanya pertama kali bertemu dan jatuh cinta."

"Aku tidak mengerti apa yang terjadi padanya selama di sana tapi setelahnya secara tiba-tiba Gracia berkata jika menerima tawaran mami dan yang membuatku semakin tidak mengerti dia juga minta bantuan papi untuk menutup semua informasi tentang dirinya."

Rahang Shani mengeras saat mendengar ucapan istrinya. Yakin alasan Gracia berubah pikiran ada hubungannya dengan perbuatannya dulu pada Gracia saat di Venesia. Malam di mana Shani memperkosa Gracia karena sangat marah setelah pernyataan cintanya ditolak.

"Gre terlihat seperti sedang lari atau bersembunyi dari sesuatu atau mung-kin seseorang entahlah aku juga tidak begitu paham karena setiap kali bertanya dia selalu diam tanpa pernah menjelaskan."

Forbidden ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang