IV

2.4K 201 19
                                    

Pagi ini dengan menggunakan private jet mewah milik Veranda, mereka bertolak dari Bandara Ngurah Rai Bali menuju Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta. Setelah menyelesaikan rangkaian bulan madu memutuskan kembali ke Jakarta untuk kembali menjalankan rutinitas keseharian.

Ketika baru saja memasuki kabin, Shani melihat jika interior pesawat pribadi milik istrinya itu tidak kalah mewah dengan pesawat pribadi yang juga dimiliki keluarganya. Tatapan Shani datar saat seorang pramugari menyambut dengan senyum ramah dan mengarahkan mereka berdua untuk duduk nyaman di sofa.

Shani mendengus pelan ketika memikirkan jika papanya memang sangat niat dengan pernikahannya.

Dipilihnya Veranda sebagai calon yang memang dianggap pantas dari segala sisi untuk menjadi menantu keluarga Natio. Semua kemewahan ini sudah biasa dicecapnya bahkan saat dirinya masih berada dalam kandungan. Ketika dewasa dan mencari pendamping, papanya tetap memastikan jika hidupnya akan tetap bergelimang kemewahan dengan menjadikan keluarga Tanumihardja sebagai besan.

Tatapan datar Shani terarah pada Veranda yang berjalan di depannya. Menuntunnya sambil terus menggenggam lembut tangannya ketika berjalan memasuki kabin menuju sofa. Sejak mereka check out dari kamar hingga memasuki rolls royce yang akan mengantar ke bandara tangan Veranda selalu lembut dan hangat menggandengnya.

Veranda memang perempuan dengan karakter yang elegan dan dewasa, tutur katanya juga lembut. Selalu sopan dalam bersikap, meskipun hanya untuk sekedar melakukan skinship ringan.

Media memberinya julukan bidadari karena keelokan paras dan perilakunya.

Melalui tangan dinginnya berbagai anak perusahaan Tanumihardja berkembang semakin besar. Tidak ada satu orangpun yang bisa menemukan cela atau kelemahan dari perempuan itu. Sosok sempurna yang berhasil membuat ayahnya ingin menjadikannya sebagai menantu tanpa memperdulikan gender-nya.

Namun segala kesempurnaan itu tidak membuat Shani berdebar sedikitpun. Hatinya tetap dingin. Mungkin sejak awal seluruh hati Shani sudah menjadi milik orang lain. Tidak lagi berada ditempatnya, sudah dibawa pergi sejak beberapa tahun lalu.
Sesempurna apapun sosok Veranda tetap tidak bisa mencairkan hatinya yang tetap membeku.
Baru akan menghangat hingga saat yang tepat ketika dipertemukan kembali dengan pemilik hati yang sebenarnya.

Selama ini semua tindakan balasan yang dilakukan Shani saat berinteraksi dengan Verandapun hanya atas dasar sebuah kesepakatan. Hanya formalitas yang dirancang dan dilakukan demi kebahagiaan kedua keluarga mereka.

Shani dan Veranda langsung duduk ketika sampai di sofa. Tidak lama kemudian setelah memastikan sudah berada di posisi dan siap melakukan penerbangan, suara pilot terdengar memberi informasi jika pesawat yang mereka tumpangi akan segera take off beberapa menit lagi. Diperlukan waktu sekitar satu jam untuk tiba di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta.

Shani langsung memejamkan mata setelah menolak pramugari yang menawarkan minuman atau makanan. Meskipun penerbangan mereka tidak lama dia hanya ingin menggunakan waktunya untuk mengistirahatkan tubuhnya yang terasa penat. Begitu juga dengan Veranda. Setelah memastikan Shani yang duduk di sampingnya memejamkan mata tanpa menunggu lebih lama mengikuti jejak istrinya. Memilih tidur juga selama sisa waktu perjalanan mereka.

"...Ci Shani..." Mata Shani yang sempat terpejam seketika terbuka saat penerbangan mereka baru setengahnya. Tiba-tiba terdengar bisikan suara dari kenangan masa lalu yang selama ini dipendamnya. Dahinya berkerut seolah merasakan nyeri ketika suara bisikan tadi datang kembali diikuti sekelebat ingatan yang sangat ingin dilupakannya.
Gambaran wajah seorang perempuan yang tertawa melintas. Tawa riang yang saat itu membuatnya jatuh cinta namun sekarang tawa itu seperti belati yang menghujam dan mampu menyakitinya sangat dalam. 

Forbidden ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang