Sayup-sayup kudengar suara tembang di antara gelap malam. Temaram lampu 'senthir' yang redup menggelogok hatiku dengan suasana syahdu. Aku bangkit dari amben (ranjang) dan melangkah menuju pintu. Aku melongok pintu kayu yang sedikit terbuka. Di sana, di kursi depan, Pak Lek Danu menyanyikan Bowo Wuyung. Suaranya menggetarkan hati. Aku merinding oleh asap rokonya. Entah kenapa, setiap tarikan suara Pak Lek seolah batang-batang rumput teki yang menggesekkan harmoni keindahan. Syahdu. Tembang-tembang Jawa memang selalu menggetarkan jiwa.
"Koe durung turu to, Ndar?" Pak Lek menoleh kearahku yang terpaku di ambang pintu.
(kamu belum tidur to, ndar?)
"De..dereng. Dereng saget tilem, Pak Lek."
(Be...belum. Belum bisa tidur, pak lek.)
"Yawes, mreneo." Pak Lek melambaikan tangannya kearahku.
(yaudah, kesini)
Aku segera berlari kearah Pak Lek, mendekatinya, dan duduk di pangkuannya.
"Aku pengen Pak Lek cerita sama aku. Seperti dulu ketika Pak Lek mendongengkan aku sebelum tidur," ucapku pelan.
"Hemm... yawes.... Pak Lek mau cerita sama kamu. Tapi kamu dengerin ya, jangan tidur...." Pak Lek menowel hidungku gemas. Aku hanya menjerit kecil dan tertawa.
"Kamu pernah dengar asal-usul reog, Ndar?"
"Belum Pak Lek."
"Yaudah dengarkan."
***
"Pada jaman dahulu, di Ponorogo ini, ada sebuah kerajaan, Ndar. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja besar yang bernama Raja Kelono Sewandono. Nah, suatu hari, sang raja menyukai dan ingin mempersunting seorang putri dari kerajaan Kediri. Seorang gadis cantik yang bernama Dewi Ragil Kuning. Ketika Raja Kelono Sewandono dan para pasukannya pergi ke Kediri hendak melamar Ragil Kuning, tiba-tiba tiba mereka dihadang oleh raja Kediri yang tidak setuju Ragil Kuning dipinang oleh Kelono Sewandono. Raja itu, namanya Raja Singo Barong, tak rela, karena sebenarnya dia juga mencintai gadis itu. Akhirnya mereka berdua pun berperang untuk mendapatkan si gadis cantik itu. Raja Kelono dengan pasukannya yang terdiri atas bujang anom dan warok. Sedang Singo Barong dengan pasukannya yang terdiri atas singa, harimau, burung merak dan pasukan berkuda."
"Lalu siapa yang akhirnya menang Pak Lek?" Tanyaku penasaran.
"Pada Akhirnya, Raja Kelono Sewandono lah yang menang dan mendapatkan Dewi Ragil Kuning."
"Jadi itu alasannya pada akhir pertunjukan reog, pasti dikisahkan kalau barongan kalah dan jatuh tersungkur?"
"Ya seperti itulah."
"Jadi kalau Wendar nari Jathilan. Wendar itu ibarat pasukannya Singobarong yang gagah perkasa, Pak Lek?" Tanyaku menggebu.
"Benar le, makanya, kamu harus serius nari jathilannya. Kamu harus jadi lananging lanang Ndar. Kamu harus jadi seperti pasukannya Singo Barong yang gagah berani." Jelas Pak Lek.
Aku hanya mengangguk. Dan tertidur dalam pangkuan Pak Lek.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANANG
General Fictioncerita ini tentang gemblak. oke, gemblak adalah tradisi yang ada di kalangan seniman reog ponorogo. di ponorogo jawa timur, para warok merawat dan menyayangi anak lelaki umur 12-16 tahun untuk dijadikan gemblak. mereka merawat gemblak untuk menjaga...