ROLAS

4.9K 218 13
                                    

PILIHAN YANG SULIT




Malam itu aku terkapar di peraduanku dengan gelisah. Berkali-kali ku gulingkan badanku untuk mengusir kegelisahan. Namun nihil. Pikiranku masih saja terombang-ambing di atas awan. Aku benar-benar di hadapkan pada pilihan yang sulit. Aku harus memilih antara Bowo atau Pak Lek Danu. Pilihan yang sulit memang. Aku menyayangi Pak Lek. Tapi aku juga tak bisa meninggalkan Bowo. Ia menjanjikan kebebasan terhadapku. Aku tak tahu kebebasan seperti apa yang ia maksud. Yang pasti. Dia telah berjanji untuk membuatku benar-benar hidup sebagai lelaki bebas. Bukan seorang gemblak yang selalu terkungkung tradisi dan aturan kuno sialan!

"Hhhaaaahhhh........"

Kuhempaskan nafasku kuat-kuat. Sedikit meregangkan otot dan sel syarafku yang tegang. Kulirik Pak Lek Danu yang telah tertidur di sampingku dengan hanya mengenakan kain sarung. Aku tersenyum getir. Entah ini kali keberapa aku harus melayani hasrat birahinya. Aku.... Tiba-tiba kembali memikirkan tentang "ke-lelaki-an"ku. Masih pantaskah aku disebut lelaki? Jika aku terus menjadi objek nafsu manusia yang berjenis kelamin sama denganku. Ah! Masa bodoh. Bukankah aku sudah mencoba untuk melupakan hal itu.

Dan seketika itu pula aku jadi teringat Bowo. Bocah lelaki itu entah kenapa selalu muncul dalam pikiranku. Jantungku selalu berdesir tiap mengingat wajahnya. Dan aku juga tak tahu kenapa alat kelaminku selalu menegang tiap membayangkan tubuhnya yang kokoh. Kurasa aku memang sudah gila. Namun gila dengan alasan yang realistis.

"Aku janji, Ndar.... Suatu saat... jika aku bisa bersamamu... aku pasti akan membuatmu bebas, Ndar.... Kita berdua akan bebas. Kita berdua akan menjalani kehidupan kita tanpa dikekang oleh aturan-aturan para Warok yang merawat kita. Aku janji."

Tiba-tiba saja aku teringat perkataan Bowo itu. Aku masih ingat betul saat ia mengucapkannya. Saat itu, ia hendak pulang dari sanggar setelah kami latihan bersama. Dia menggenggam erat tanganku. Dan berjanji. Dan akupun membalasnya dengan senyuman.

"Iya, Wo.... Aku percaya sama janji kamu...."



***


Bowo masih saja celingukan dari balik pintu kamarnya. Tangannya memegangi pipinya yang lebam dan sakit. Ia menoleh keluar pintu. Ke kanan dan ke kiri. Ia menghela napas lega. Tak ada seorangpun yang masih terjaga. Pak Dhe Joyopun nampaknya sudah terlelap. Ia lantas melangkah pelan keluar kamarnya menuju ke sebuah kamar di samping kamarnya. Kamar itu, milik Wawan. Temannya sesama gemblak Pak Dhe Joyo. Berbeda dengan Anjar dan gemblak lain yang memusuhi dan membuntutinya, Wawan lebih dekat dan membela Bowo. Ia selalu baik dan mau membantu Bowo kapanpun. Bahkan saat ia mau kabur dulu, sebenarnya ia bisa hampir berhasil juga atas bantuan Wawan. Namun ternyata, nasib baik memang belum berpihak padanya.

Perlahan Bowo mengetuk pintu kamar Wawan. Pelan. Ia tak mau ada orang lain yang mendengarnya. Kemudian pintu berderit dan terbuka. Muncullah sesosok bocah lelaki yang lebih pendek dari Bowo. Rambutnya keriting. Dan pada hidungnya, bertengger kacamata minus yang bentuknya kuno.

"Ada apa Wo... kok malem-malem begini kamu belum tidur?" Ucap Wawan sembari menguap.

"Shhhh... Pelan-pelan aja ngomongnya.... Nanti Pak Dhe dengar...." Bowo segera memberikan isyarat pada Wawan agar ia mengecilkan suara.

"Iya... Iya..." jawab Wawan berbisik.

"Aku mau minta bantuan sama kamu."

"Bantuan? Bantuan apa Wo?"

Bowo merogoh saku celananya yang hitam. Kemudian menyerahkan sebuah kertas kusam yang dilipat rapi pada Wawan. "Kamu kan besok latihan ke Angudhi Laras, aku minta tolong ya, tolong kasih ini ke Wendar ya...."

LANANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang