BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN
Seorang bocah lelaki berumur lima belasan berlari dengan tergesa sambil menenteng sepasang sepatu kumal dan tas selempang yang putus talinya. Seragam biru-putihnya yang berlumur keringat dan debu sudah tak terurus lagi bentuknya. Nafasnya tersengal. Langkahnya kian melemah. Ia nyaris kehabisan nafas. Namun ia tetap berlari menantang angin.
Akan tetapi, tiba-tiba saja ia terhenti begitu sampai di depan sebuah halaman rumah yang luas. Senyumnya berbinar begitu matanya menatap sesosok lelaki setengah umur sedang berdiri kerahnya. Lantas perlahan kakinya ia kayuh menuju lelaki itu. Ia mendekat. Si lelaki setengah umur cuma mengangkat bahu. Dan begitu sampai di hadapannya, si bocah lelaki segera memeluk si lelaki setengah umur.
"Heh.... Kamu sudah pulang, Ndar?"
"Iya, sudah, Pak Dhe."
"Dan itu kenapa mukanya kok lecek?"
"Ini... kata teman-temanku, aku ini seorang gemblak, apa itu benar, Pak Dhe?" Si bocah lelaki tampak sedikit terisak.
"Ndak usah didengerin ucapan mereka itu. Kamu kan anak angkatnya Pak Dhe.... Ndak mungkin Pak Dhe jadikan kamu gemblak...."
Si lelaki setengah umur menunduk dan mengelus dagu bocah itu dengan sayang. Sebentar ia tersenyum tipis.
"Tapi, apa itu benar Pak Dhe?" Si bocah lelaki menatapnya polos.
"Eh, tentu saja. Memangnya kalau kamu jadi gemblaknya Pak Dhe, memangnya kamu ndak mau?"
Raut muka Si bocah itu heran, setengah menerawang seakan-akan memikirkan sesuatu.
"Niku... memange gemblak niku opo, Pak Dhe Bowo?"
Si Lelaki setengah umur tak menjawab. Ia hanya tersenyum sembari memegang bahu si bocah lelaki.
"Sudahlah. Ayo masuk dulu.... Nanti Pak Dhe Bowo ceritakan di dalam."
Lantas si lelaki setengah umur dan si bocah melangkahkan kaki ke dalam rumah yang berdinding bambu anyam itu.
***
Bowo masih terpekur diam sembari menatap selembar kertas putih kusam digenggamannya. Tulisan cakar ayam di kertas itu tak ia hiraukan. Tatapannya nanar. Surat itu adalah surat permohonan maaf dari Wendar yang memohonnya agar tidak menemuinya lagi.
"Kamu bodoh, Ndar.... Kamu bodoh..." desisnya pelan sambil mengepulkan asap rokok tingwe yang disesapnya.
Dan tiba-tiba kertas yang digenggamnya ia remas dengan penuh amarah. Dan dilemparkannya ke tanah. Ia gusak rambutnya dan ia berteriak keras-keras.
"Kamu Bodoh Ndar........!!!!!"
Sepurane Wo, ing akhir sawijining crito. Aku luwih milih opo sing wis dadi kasunyatan tinimbang kabebasan kang mbok uri-uri iku.
-Wendar
(Maafkan aku Wo, pada akhirnya. Aku lebih memilih takdirku daripada kebebasan yang kau elu-elukan itu.)
makasi dah baca ini cerita di sini.
salam, yukap!
KAMU SEDANG MEMBACA
LANANG
General Fictioncerita ini tentang gemblak. oke, gemblak adalah tradisi yang ada di kalangan seniman reog ponorogo. di ponorogo jawa timur, para warok merawat dan menyayangi anak lelaki umur 12-16 tahun untuk dijadikan gemblak. mereka merawat gemblak untuk menjaga...