TELULAS

4.3K 180 5
                                    

JANJI




Upacara Ruwat Nagari memang selalu menyita perhatian. Sepanjang jalanan kabupaten riuh ramai dengan kerumunan orang. Sesak. Hampir tak bisa bernafas. Upacara tolak bala itu memang selalu menjadi daya tarik tersendiri tiap tahunnya. Di pelataran pendopo kabupaten, orang-orang berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan Reog.

Aku hanya diam saat Perempuan setengah tua itu terus mengoles-oleskan bedak ke seluruh wajahku. Mbok Minah. Ahli tata rias itu masih saja sibuk menghias wajah-wajah kami sebelum pertunjukan dimulai. Sebentar lagi kami akan mempertunjukkan tarian pembuka. Dan setelah itu, pertunjukkan Reog akan ditampilkan sebagai suguhan utama.

Aku menoleh pada Pak Lek yang duduk pada gerombolan lelaki separuh umur. Ia menatapku sembari tersenyum. Aku hanya menundukkan wajah. Malu. Dalam alasan yang tak pernah kuketahui sedikitpun. Aku mulai malu jika Pak Lek menatapku. Padahal dahulu, berapa kalipun ia melirik dan mengarahkan pandangannya padaku, aku sama sekali tak perduli. Aneh. Mungkin aku mulai merasakan sesuatu pada Pak Lek.

Tapi tiba-tiba bayangan Bowo berkelebat di pikiranku. Sedang apa dia sekarang? Apa dia akan datang ke upacara ini? Ah. Tiba-tiba saja aku berharap sesuatu yang mustahil. Bowo tak akan mungkin datang ke sini. Warok Joyo pasti menguncinya sendirian di rumah. Mustahil ia ada. Aku tersenyum kecut.

"Ndar...."

Sebuah suara membuyarkan lamunanku. Ternyata Wawan. Ia segera mendekat dan duduk disamping ku. "Kamu kenapa to kok bengong seperti itu? Nanti kesambet lo."

Sesaat aku menerawang jauh.

"Aku.... Lagi inget sama Bowo, Wan.... Dia datang gak ya hari ini. Aku pengen dia bisa nonton pertunjukan kita. Tapi sepertinya aku terlalu mengharap hal yang mustahil."

Wawan tersenyum. Kemudian merapatkan duduknya kearahku. Ia genggam pundakku dengan lembut.

"Siapa bilang mustahil, Ndar. Kamu tenang saja. Bowo pasti datang menonton kita."

Aku melongo. Tak percaya.

"Memangnya Warok Joyo akan mengizinkan Bowo ke sini? Bukankah dia akan dikunci sepanjang hari sebelum diboyong ke Dolopo? Bukannya Warok Joyo melarangnya bertemu denganku?"

Namun Wawan hanya tersenyum. Mencoba menepis rasa tak percayaku.

"Tenang saja, Ndar.... Kamu pasti ketemu sama Bowo, dia pasti datang kesini...."

Akhirnya aku mengangguk. Mencoba mempercayai apa yang dikatakan Wawan. Aku tak tahu apa yang telah Wawan dan Bowo rencanakan. Tapi aku hanya bisa menunggu. Menunggu Bowo. Kuharap aku bisa menemuinya sebelum ia benar-benar terpisah dariku.

"Yawes, ayo ndang siap-siap. Udah dipanggil Pak Lindhu noh." Ia bangkit. Akupun mengikutinya. Kemudian kami mulai melangkahkan kaki di pendopo kabupaten untuk mendengarkan arahan Pak Lindhu. Instruktur tari kami yang berumur sekitar empat puluhan itu.

LANANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang