Bab 2

478 18 5
                                    

Pikirannya sekarang jadi kacau, saat kelas pun ia tak memperhatikan apa-apa. Bahkan saat istirahat ia tak bisa mencerna makanannya.

Kata orang bilang kalau jodoh itu gak bisa di paksakan, tapi yang di alami Viona adalah perjodohan yang di paksakan. Bukan atas keinginannya, melainkan atas keinginan orang tuanya. Ia bingung harus sedih atau bangga memiliki orang tua seperti mereka.

Ia tak mau di jodohkan orang yang belum ia kenal. Kenapa orang tuanya bisa sedongkol itu langsung menjodohkan anaknya dengan orang lain. Seharusnya yang menjadi menantunya adalah Arkasa. Bukan pria lain. Astaga, sungguh menyedihkan.

"Vi, kenapa bengong terus?"

Viona tersadar dari lamunannya. Ia terlonjak kaget karena dirinya terlalu serius memikirkan hal itu.

"Cepet beresin barang lo! Udah waktunya pulang nih." Ucap Rosa dengan cepat sebelum Viona mengeluarkan sepatah kata.

Dengan lesu Viona memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Lalu mereka keluar dari kelas yang sudah hampir kosong.

"Lo kenapa sih bengong mulu?" Tanya Rosa heran karena sejak tadi temannya itu mengabaikannya.

Dengan enggan Viona menjawab. "Enggak apa-apa kok. Gue baik-baik aja." Ia bingung harus menceritakannya atau tidak.

Rosa menatap temannya dengan heran. Tak biasanya Viona sepucat ini. Apakah temannya itu sedang sakit? Rosa menghentikan langkahnya, refleks Viona juga menghentikan langkahnya.  Rosa menghadap kearah Viona yang sedang menunduk, lalu menempelkan punggung tangannya ke dahi Viona, memeriksa suhu tubuh gadis itu. Namun nyatanya tak ada tanda-tanda suhu panas. "Ada masalah?" Rosa menatap lekat Viona.

Viona menelan salivanya. Sangat sulit mengatakannya walau ke orang terdekat. Kedua tangannya saling berpaut, pertanda kalau ia sedang gugup. Ia menarik nafas, lalu menghembuskannya. "baiklah akan gue beritahu. Tapi tolong jangan beritahu siapapun termasuk Aca!"

Rosa tersenyum puas karena keinginannya terpenuhi, setidaknya ia tak mati penasaran. Rosa menggenggam tangan Viona, menarik Viona untuk melanjutkan berjalan. "baiklah, gue janji!" sahutnya.

Viona menghela nafas. "Gue di jodohin sama orang tua gue!"

"What the..." seru Rosa terkejut dengan volume keras hingga membuat Viona harus menyumpal mulut temannya itu. "...bafaimafa bifa?" (Bagaimana bisa?)

"Jangan keras-keras!" Bisik Viona tepat di telinga Rosa. Viona menurunkan tangannya.

Ia nyengir. "Maaf, hehe! Gue kaget soalnya."

Viona mendengus kesal. "awas aja lo sampe tereak lagi!" ancaman Viona membuat Rosa menciut. "Ya gitu deh gue jadi bingung harus ngomong apa ke Aca."

"Bilang aja kalau itu bukan kemauan lo tapi kemauan orang tua lo." jawab Rosa santai.

"Tapi, plis. Jangan kasih tau Aca dulu! Gue butuh waktu!"

"Iya, Viona. Gue janji gak bakal kasih tau ke Aca sampe lo ngomong sendiri ke anaknya."

"Makasih banget, Ros. Lo emang temen gue."

Tak terasa mereka telah sampai di depan gedung fakultas mereka. Angin sepoi-sepoi berhembus menyambut kedatangan mereka. "Vi, gue pulang duluan ya!" Pamit Rosa.

"Ok hati-hati!"

Rosa pergi meninggalkan Viona di depan gedung sendirian. Hari ini ia tak pulang dengan Arkasa karena yang menjemputnya adalah orang yang dijodohkan kedua orangtuanya. Albert. Orang yang akan membuat hubungan antar dirinya dengan Arkasa rusak.

Ia tak habis pikir kenapa orang tuanya bisa menerima tawaran perjodohan, karena ada hubungan pertemanan dan kerjaan. Benar-benar menyebalkan.

Dari arah kanan tampaklah mobi berjalan mendekatinya. Mobil berwarna silver. Mobil itu berhenti di depan Viona. Orang itu turun dari mobil. Ia menggunakan kacamata hitam, kaos putih, dan celana jeans hitam yang bolong pada bagian lututnya.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang