Bab 5

339 9 1
                                    

Arkasa melajukan mobilnya dengan kecepatan standar. Ia hanya perlu mencetak skripsinya, lalu menyusul ke tempat yang di maksud Rosa. Katanya ia mengundang Viona, jadi nanti ia bisa bertemu dengannya dan mungkin ia bisa bertemu dengan keponakan Viona. 

Tiba-tiba ponselnya berdering. Ia segera mengangkatnya. "halo?"

"Arka, lo ada dimana?" Tanya suara di sebrang sana.

"Gue ada di perjalanan! Kenapa?" Ia terlihat bingung dengan nada suara Rosa yang terdengar sedikit gemetar.

"Mending lo puter balik aja!" Suruh Rosa yang membuat Arkasa tambah bingung.

"Apa sih, Ros?" Nada suaranya jadi agak dingin. Ia takut terjadi suatu hal terhadap Viona yang membuat Rosa menyuruhnya putar balik. Padahal sudah sejauh ini dia berjalan dan berusaha mencari tempat  fotokopi yang dekat dengan acara.

"Puter balik gih jangan sampe lo sakit!" Perintahnya dengan khawatir.

Emosi Arkasa yang sudah meluap-luap langsung menyuruhnya membalas "gue kesana sekarang!" Segera ia mematikan sambungannya. Ia mengurungkan niatnya untuk mencetak tugasnya dan menambah kecepatannya.

Ia tak paham maksud Rosa. Apa maksud perkataannya? Apalagi bagian kalimat terakhir. Tapi terkadang Rosa memiliki sifat aneh yang bisa muncul kapan saja, Arkasa bisa saja tak menggubris ucapan Rosa tapi perasaannya mengatakan lain. Apa mungkin sesuatu mengerikan menimpa Viona? Otaknya menambahkan beban pikirannya.

Ponselnya berdering lagi, tapi Arkasa tak menggubrisnya ia tetap fokus pada jalanan, karena ia tau penelpon itu adalah Rosa. Meski berkali-kali berdering Arkasa tak mengangkatnya, ia benar-benar bingung dan marah dengan perkataan tak jelas dari Rosa.

Ia memarkir asal mobilnya saat sudah sampai di tempat. Buru-buru ia keluar mobil dan berlarian ke kerumunan orang-orang, benar-benar seperti pasar. Ia beberusaha mencari sosok Viona dalam kerumunan itu, karena ia khawatir ada apa-apa dengan Viona. Ia berusaha melewati kerumunan orang-orang. Seketika senyumannya tertarik ketika ia akhirnya menemukan sosok Viona, walaupun ia tak bisa melihat wajahnya. Hanya punggungnya saja yang terlihat. Tapi dengan cepat pula senyumannya memudar, Langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang mengalungkan sebuah kalung ke leher Viona karena kebetulan mereka berada di depan kios aksesoris antik. Ia bisa saja terjatuh di situ tapi ia tak mau mempermalukan dirinya sendiri, karena itu termasuk tindakan dramatis yang seharusnya tidak dilakukan di siang bolong. Ternyata ini yang di maksud Rosa di telpon. 'sakit' yang di maksud adalah sakit hati. Seharusnya ia peka dengan hal itu.

Ia tak bisa berbicara. Mulutnya hanya bisa menyerukan nama satu orang. "Viona?!"

Orang yang dipanggil menoleh dengan wajah kaget ia tak menyangka bahwa pacarnya ada disana. "Aca?" Gumaman kecil yang keluar dari mulut gadis itu. Seorang yang tadi mengalungkan kalung itu juga ikut menoleh.

"Bisa kita bicara empat mata?"

***

Viona meremas kaleng kopi dengan khawatir. Ia benar-benar tak menyangka Arkasa datang ke tempat itu. Dan sekarang mereka duduk di sebuah bangku yang jauh dari keramaian.

"Kamu bisa jelasin semua hal yang nggak aku ketahui?" Arkasa tak menoleh sedikit pun kearah Viona. Ia merasa sudah baik terhadap Viona tapi apa yang dia dapatkan? Pemandangan yang tak bisa di cerna di otaknya.

Viona menunduk tak tahu harus memulainya darimana. Pikirannya berantakan kemana-mana. Ia menggigit bibir bawahnya dengan gugup. "umm... Mama sama papa jodohin aku sama dia, tapi aku belum bilang ke kamu, karena aku takut kamu bakal marah. Aku minta maaf, Aca!"

Arkasa mengacak helaian rambutnya dengan frustasi. Tapi dengan jawaban itu ia sedikit paham dengan situasi Viona sekarang. Yang awalnya ia ingin melampiaskan amarahnya, jadi di batalkan. "seharusnya kamu bilang dari awal, supaya aku nggak terlalu kaget melihat situasi tadi!"

Setelah itu suasana kembali canggung. Semua pada sibuk dengan pikiran masing-masing. Memikirkan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Pasti mereka tak ingin saling canggung jika bertemu lagi entah di kampus atau dimana pun mereka bertemu, kalau itu dilakukan sangat mustahil sekali. Biasanya kalau para pasangan mengalami hal seperti ini pasti mereka bakal canggung saat bertemu, bertukar pesan pun pasti tidak bakal dilakukan, hanya dilakukan saat ada hal penting saja semisal kalau mereka sekelompok dalam mengerjakan suatu tugas pasti baru saling bertukar pesan karena tugas.

"Aca, kita bakal tetep sahabatan kan? Walaupun kita udah nggak berstatus pacar?" Suara Viona terdengar lagi. 

Arkasa menghela nafas panjang. "aku nggak bisa marah, aku juga nggak bisa menentang permintaan orangtuamu. Jadi aku berusaha menerima semuanya meski berat, tapi aku nggak bakal memutuskan hubungan persahabatan kita!".

Lalu Arkasa berdiri, menghadap Viona. "berdirilah!" Perintah Arkasa pada Viona. Yang di minta mengikuti ucapan Arkasa. Setelah Viona berdiri, Arkasa segera mendekap tubuh gadis pendek itu. Ia terlihat kecil dalam dekapan Arkasa.

"Menangislah, aku tahu matamu berkaca-kaca!".

Isakan mulai terdengar. Terdengar sendu di telinga Arkasa. Setelah itu terdengar gumaman kata "maaf" dari mulut Viona. Arkasa hanya dapat membelai rambut Viona sambil terus mebalas "tak apa"

Siang menjelang sore itu di penuhi air mata.

***

Sesampainya di rumah Viona langsung pergi ke kamarnya. Ia ingin melanjutkan film yang sempat terhenti, tapi moodnya sekarang sedang buruk. Akhirnya ia berujung di tepi kasur. Duduk merenung kejadian tadi. Jiwanya masih belum siap dengan hal itu.

Tiba-tiba suara ketukkan terdengar, lalu tampaklah Albert berada di depan pintu. Ia masuk dengan jalan yang tertatih-tatih. Sepertinya ia menahan sesuatu yang besar. "eh, Vi gue nitip Gabe bentar ya! Gue mau BAB dulu!" Albert menurunkan Gabe dari gendongannya ke lantai kamar Viona.

Viona larut dalam lamunannya hingga tak menyadari bahwa Albert tengah memandangnya dengan prihatin. Sepulangnya mereka dari acara tersebut Viona bungkam sepanjang perjalanan, hingga dengan terpaksa Albert harus menjaga Gabe sekaligus mengendarai mobilnya dengan susah payah.

Karena tak mendapat balasan Albert menyerah dan langsung melenggang pergi. Apalagi sekarang perutnya bertambah sakit dan sepertinya akan keluar begitu saja.

5 menit setelahnya. Seseorang masuk kamarnya dan langsung menggendong Gabe. "Makasih ya Viona udah jaga Gabe! Maaf merepotkan karena tadi tempat penitipan tutup!" Ucapnya tanpa menoleh ke Viona.

"Kak, boleh tanya?" orang yang berada di kamar itu langsung terkejut.

"Tumben manggil 'kak'? Biasanya juga 'tante'." Ia menghampiri Viona. Ia ikut duduk di tepi kasur.

"Kak Lola pernah nggak ngalamin cinta segitiga?"

Yang dipanggil Lola tersenyum mendengar pernyataan Viona. "kamu lagi ngalamin cinta segitiga ya?"

Viona mengangguk apa adanya. "mama sama papa jodohin aku sama anak dari kenalannya papa, sedangkan aku sendiri sudah memiliki Arkasa."

Tampaknya Lola sedikit kaget. Ia tak pernah mendengar Viona di jodohkan seseorang. "kamu di jodohin sama siapa?"

"Tante tadi pagi nggak ketemu anaknya?" Viona juga kaget akan pertanyaan Lola.

Lola hanya dapat menggeleng tak paham. Ia benar-benar tak bertemu dengan orang yang dimaksud Viona.

"Aku kira kalian bertemu, karena tadi ia bilang Tante menitipkan pesan buat jaga Gabe ke aku!"

"Tadi tante menitipkan Gabe ke bibi. Tante rasa di rumahmu gak ada orang selain bibi!"

Viona jadi bingung. Ia lalu berpikir. Berusaha mencerna situasi tadi pagi. Ada ke janggalan aneh. Ia langsung teringat sebuah fakta. Fakta bahwa Albert...




























...diare.

❤️DESTINY❤️

Segitu dulu, makasih yang udah mau baca 💕
Jangan lupa vote dan komennya...

Selasa, 30 Juni 2020
20.10

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang