Bab 8

321 10 1
                                    

Sebenarnya tak ada yang perlu di cemaskan, asalkan Viona bahagia. Hanya dengan melihat Viona tersenyum saja ia sudah lega. Tapi pertanyaannya adalah apakah hatinya sudah siap dengan perjodohan pacarnya sendiri? Tidak, hatinya belum siap sama sekali. Masih ada rasa untuk menentang perjodohan itu. Walaupun ia senang Viona dapat tersenyum dengan cerah dengan jodohnya itu tetapi hatinya terasa sakit. Tak kuat untuk terus melihatnya.

Arkasa menenggak sloki berisi alkohol kembali. Teman minumnya sudah menyuruhnya berhenti, tetapi Arkasa tetap melanjutkan minumnya. "gue harus seret Albert ke hadapan gue. Dia harus lawan gue dulu!" Omongannya sudah mulai melantur kemana-mana. Tangannya juga bergerak kesana kemari mengikuti intonasi suaranya.

"Ar, cukup! Lo udah minum berapa botol?" Temannya tak putus asa untuk menyuruh Arkasa berhenti minum.

Arkasa menggembungkan pipinya sebentar seraya menatap temannya itu. "terserah gue, emang lo gak pernah gini?" Arkasa membuat temannya tersadar bahwa ia sendiri selalu mabuk setiap ada masalah cinta. Arkasa kembali menuangkan alkoholnya ke dalam sloki.

"Iya gue ngakuin itu, tapi lo kan anak baik-baik jarang banget minum, makanya itu gue khawatir sama lo!".

Arkasa menghiraukan ucapan temannya, ia meneguk sloki alkohol dengan tenang. "kalau lo khawatir, anter gue ke rumah Viona!" Pintanya.

Temannya heran dengan kelakuan Arkasa saat mabuk. Ia tak habis pikir Arkasa bakal memintanya menamani minum. "dalam keadaan mabuk gini lo mau nemui mantan lo?"

Arkasa menggeram.
"dia-bukan-mantan-gue!" Suaranya terputus-putus karena ia telah meneguk banyak berbotol-botol alkohol. Bau alkohol pun juga sudah tercium dari tubuh Arkasa. "Anterin... gue, kalau nggak gue bakal lanjut minum sampe gue mati...". Arkasa akan menuangkan alkohol kedalam sloki, tapi temannya menahan.

"Iya, gue bakal anter lo, tapi lo berhenti minum!" Temannya menyerah dan akhirnya mengantar Arkasa yang banyak maunya kalau mabuk.

Temannya menuntun Arkasa ke daerah pekarangan rumah Viona. Setelah itu Arkasa melepaskan diri dari penyangga itu. Sedangkan yang menyangga hanya bisa menatap tingkah Arkasa yang liar, yang langsung membuka pintu depan rumah tanpa mengetuk.

Sekeluarga yang berada di ruang tamu langsung menoleh ke arah pintu dengan pandangan bingung sekaligus ada rasa kesal melihat Arkasa yang asal masuk, padahal mereka sedang membicarakan masalah keluarga. Alan, papa Viona langsung berdiri.

"Ada apa Arkasa?" Tanyanya dengan tegas.

Viona, Albert, dan ibunya Viona ikut berdiri.

"Om, aku minta dengan sopan." Ada nada penekanan kata di akhir kalimat. "tolong hentikan perjodohan Viona!" Lanjut Arkasa dengan tubuh yang tak seimbang. Sebelum Alan menjawab Arkasa menghampiri Albert yang berada di sebelah Viona. Arkasa mendorongnya pria itu dengan sekuat tenaga, tapi tetap saja dorongan itu terasa pelan bagi Albert karena Arkasa tak sepenuhnya dalam kesadaran.

"Jauhi Viona gue!"

Albert tak merespon, ia masih belum bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi. "Tenangkan diri lo dulu!" Albert berusaha tenang dalam situasi seperti ini. Ia memegang bahu Arkasa.

Arkasa menepis tangan itu. "jauhi Viona gue!?" Kali ini Arkasa sedikit membentak.

Alan menghampiri Arkasa, ingin sekali dirinya mengusir Arkasa dari rumahnya. Tangannya sudah mengepal. Tapi langkahnya terhenti, karena di halang oleh Viona.

"Pa, biar Viona yang nenangin Arkasa. Papa diam aja!" suara Viona masih agak pelan karena dirinya baru sembuh. "Viona bisa bantuin Aca tenang!" lanjut Viona saat mendapat sorot mata tak percaya dari ayahnya.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang