Bab 10

260 8 0
                                    

"Lo yakin baik-baik aja?" Tanya Viona memecah keheningan. Sejak tadi mereka berdua tak saling berbincang, hanya Albert yang bersandar di bahu Viona sambil memejamkan mata. Rasa sakitnya terpendam dengan kehangatan dari dalam diri Viona.

Albert menarik seulas senyum, matanya masih terpejam menikmati sandaran yang di berikan Viona. "iya gue nggak apa, cuma luka doang."

"Lo nggak tau apa, sekhawatir apa gue sama lo?"

Albert mengangguk sembari mengingat kejadian dirumah sakit tadi sore. Raut wajah Viona saat itu benar-benar khawatir. Sampai-sampai gadis itu berlarian. "Mulai hari ini jangan saling panggil lo-gue tapi aku-kamu, ok?"

Viona menoleh sebentar menatap wajah Albert, lalu kembali ke layar laptop sambil kembali mengkomat-kamitkan materi hafalan untuk sidang besok. "emang kenapa harus aku-kamu?"

"Kalau lo-gue nggak enak aja di denger, aku kan lebih tua dari kamu!" Balas Albert kembali.

Suasana kembali hening, hanya suara Viona saja yang terdengar menghafalkan dengan suara kecil. Sebenarnya Viona masih penasaran siapa si pelaku yang menabrak seorang Albert dan merusak mobilnya hingga mobil tersayangnya itu harus di service. Tapi Albert tak mau mengambil jalan rumit ia menutup kasusnya begitu saja, walaupun ia sendiri tak melihat keadaannya yang terluka. Ia memang pria baik. Selama ini Viona salah menilai Albert. Yang selama ini Viona tau Albert adalah seorang yang selalu membuatnya kesal, tak tahu aturan di jalan, menyebalkan sampai rasanya ingin menendang Albert sampai mereka tak bisa bertemu kembali.

Apakah ia bisa membuka hatinya untuk Albert? Sepertinya bisa saja, karena ia sudah terlanjur nyaman dengan pria itu, walaupun mereka masih dianggap belum memenuhi masa pendekatan. Kenapa ia jadi memikirkan hal demikian. Ah sudahlah ia benar-benar tak tahu harus melakukan apa lagi.

***

Viona berlarian saat ia melihat sosok Albert yang sudah menunggunya di depan pintu masuk gedung. Albert tetap setia menunggu walau keadaannya belum pulih sepenuhnya, tapi setidaknya ia masih kuat untuk berdiri.

Entah mengapa tiba-tiba ada dorongan untuk memeluk tubuh Albert "akhirnya aku nyelesein ujian akhir!" Viona tetap memeluk tubuh pria itu. Ia benar-benar senang bisa bertemu dengan Albert, karena sejak tadi ia terus menunggu waktu pulang.

Albert membalas pelukan dari Viona. "Dan dua Minggu setelah kamu graduation kita bakal nikah" lanjut Albert. Ia menarik seulas senyum membayangkan mereka akan tinggal seatap dan beberapa hal yang akan mereka lakukan di pagi hari seperti mencium kening Viona, menikmati masakan Viona, berpamitan untuk pergi bekerja. Mungkin itu lah yang setiap orang inginkan, sebuah hubungan yang harmonis.

Viona tak membalasnya. Malah sepenuhnya tak yakin dengan pernikahan mereka yang mungkin tak akan berjalan dengan lancar. Ia masih belum siap menyakiti hati Arkasa secepat itu. Tapi mau bagaimana lagi ia tak bisa membantah perintah orang tuanya, lagipula tak ada salahnya juga menikahi pria baik dan tampan dihadapannya ini.

Viona akhirnya melepaskan pelukan mereka, meninggalkan jejak kehangatan. Sekarang Viona menatap Albert lekat-lekat.

"kenapa?"

"Aku lapar" Viona mengembangkan senyumannya mengodekan bahwa ia ingin sekali dibelikan makanan, setelah melewati sidang yang membuat jantungnya berdetak sejak tadi karena gugup.

Albert mengacak-acak rambut Viona dengan gemas. "aku kira apa" Albert lalu tertawa. Sedangkan Viona menggerutu karena rambutnya jadi berantakan.

"Kamu kesini naik apa?" Tanya Viona mengalihkan topik.

"Taksi, kamu tau sendiri kan keadaan mobilku. Sangat menyedihkan."

Viona lalu tertawa, melihat bagaimana tingkah Albert yang begitu sayang dengan mobilnya. Tapi mungkin sebenarnya ada alasan lain yang membuat Albert tidak mengendarai mobil. Viona duga karena kakinya masih sedikit terkilir. "Ya udah, ayo kita pesen taksi" Viona menarik lengan Albert perlahan membawa kepinggir jalan untuk memanggil taksi.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang