Bab 9

270 7 1
                                    

Siapa yang Gabe panggil 'papa' apakah mungkin Gabe benar-benar melihat sosok ayah dalam mimpinya? Jika memang iya Gabe bisa membantu Lola untuk menemukan pria brengsek itu. Tapi bagaimana mungkin saat ini kan Gabe masih kecil masih belum tahu apa yang harus ia lakukan, mereka harus menunggu Gabe hingga ia dewasa dan mengerti semua.

Viona jadi mengingat saat acara Sabtu kemarin di perusahaan milik ayahnya Rosa. Albert bertanya soal Tante Lola. Saat Viona selesai menjelaskan Entah apa yang Albert pikirkan, yang jelas ia menatap kosong ke arah botol kecap disana. Hanya saat itu Viona menduga bahwa Albert ada hubungannya dengan Lola. Bisa jadi Albert melihat langsung kejadian itu di bar malam itu. Tapi pemikiran itu langsung ia tepis dari pikirannya. Ia hanya takut salah paham.

"Vi! Viona! Oy sadar!" Rosa menepuk pundak Viona. "Vi, di panggil dosen!"

Kesadaran Viona mulai pulih. Matanya langsung mengerjap. Sudah berapa lama ia melamun? Viona segera memenuhi panggilan pak dosen.

"Skripsimu kemana? Saya kan sudah kasih tau kalau hari ini pengumpulan!" Tanya pak Tiyo dengan tampang khasnya dan ada penekanan di kalimat terakhirnya. Matanya menatap tajam di balik kacamatanya.

Ya, ampun Viona baru ingat kalau dia belum mencetaknya. Siap-siap saja ia dapat tatapan yang lebih mematikan lagi. Viona menggeleng dengan jujur. "saya belum ngeprint pak!"

"Kamu siap lulus apa tidak? Print sekarang, lalu temui saya jam 4 di kelas untuk sidang!"

Glek, firasatnya sudah buruk. Padahal ia belum menyiapkan apa-apa untuk sidang. "Lah, Sidang pak? Bukannya sidangnya besok?". Viona menghela nafas berusaha mencerna keadaan.

"Iya khusus kamu sidangnya hari ini!"  Viona menghela nafas segera melenggang pergi. Untung saja flash disk selalu ia bawa di saku celananya. Kalau sudah kena pak Tiyo pasti bakal jadi begini.

Selama perjalanan jantungnya terus berdebar, karena tanpa aba-aba ia sudah di suruh sidang mendahului yang lain. Ia belum siap apa-apa.

Lagi-lagi ia terpikir soal pagi tadi. Pikiran itu terus menghantui otaknya. Siapa sangka hanya dengan Gabe mengeluarkan 1 kata, bisa membuat dua orang merinding setengah mati. Antara senang, bingung, dendam, dan merinding menjadi satu. Senang karena bisa menemukan orang yang selama ini di cari. Bingung dengan orang yang di cari karena masih belum pasti. Dendam karena telah menurunkan harga diri seorang wanita. Merinding karena orang itu masih ada di sekitar mereka. Yup, pasti kalian juga dapat merasakannya. Kalau ayah tau, pasti ayah bakal marah besar dengan orang tersebut.

Saat berada di depan tempat printer tersebut Viona terpaku, ia tak bakal menyangka Arkasa berada disana. Arkasa menatap Viona yang terpaku. Suasana seketika berubah menjadi canggung. Tak ada yang berbicara.

Viona menghampiri komputer dan mesin printer yang ada di sebelah Arkasa. Karena memang disana hanya memilik 2 komputer dan dua mesin printer.

Viona menancapkan flashdisknya dengan canggung. Kini yang ada dipikirannya hanya kejadian pagi tadi. Ah, otak ini memang sangat aneh.

"Gue tau apa yang lo rasain sekarang ini. Gue juga merasakan hal yang sama kayak yang lo rasakan." Tanpa aba-aba Arkasa langsung berbicara membuat hati Viona teriris kembali. "tapi cara gue dengan cara lo beda dalam nanggepin cinta segitiga ini. Itu yang buat lo selalu sakit hati, kalau ketemu gue!"

Viona kembali terhantam oleh sesuatu. Entah kenapa kata-kata Arkasa ada benarnya, tapi seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Entahlah Viona sedang tidak bisa berpikir dengan jernih sekarang ini.

"Gue nggak mau  lo terus sedih gara-gara hal itu." Viona hanya dapat menunduk. Tak tau harus membalas dengan kalimat apa. Viona berusaha menelan salivanya, menahan air matanya untuk tidak keluar begitu saja di depan Arkasa. Untuk sekarang Viona sudah menemukan keputusannya, ia tak akan menangis di hadapan Arkasa walaupun itu  terasa menyakitkan baginya. Karena ia pun tak mau menyakiti hati dari pihak mana pun, termasuk orang tuanya.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang