Bab 21

124 7 1
                                    

Setelah menjemput Lola dan menuju salah satu pusat perbelanjaan. Mereka berakhir di sebuah kios es krim. Suasana terasa canggung setelah memesan menu yang berada disana. Keduanya saling memandang kearah lain seolah mereka hanya datang seorang diri.

Lola yang tidak tahan dengan keheningan segera mencairkan suasana, karena sebenernya juga ia di sana bukan untuk membuang waktu. "Sebelumnya biarkan aku memanggilmu kakak."

Albert mengangguk. "Panggil aku apapun yang menurutmu nyaman."

"Tolong jelaskan apa yang kakak ingat malam itu!"

Albert menatap lawan bicaranya. Sebagai cowok ia tak boleh takut menatap seseorang yang mengajaknya berbicara, seberapa pun besarnya masalah itu. Sejak kecil ia diajarkan untuk menghargai lawan bicaranya. "Aku gak bisa menceritakan secara rinci, tapi beberapa hal penting telah kuingat.
Saat itu...

2 tahun yang lalu, Albert menjumpai para bodyguardnya di sebuah hiburan malam yang terkenal di kota tersebut. Ia hanya mengenakan celana pendek berwarna hitam dan kaos oversize hitam. Ia datang kesana hanya untuk mendapatkan informasi soal cinta pertamanya yang ia jumpai 13 tahun yang lalu di sebuah tempat perkemahan keluarga.

Seperti janjinya pada dirinya sendiri untuk menemukan gadis kecil itu. Walau mereka baru pertama kali bertemu, rasa rindunya sangat mendalam. Jika ditanya mengapa ia terus mencari, karena rasa cintanya pada gadis itu sudah sangat dalam.

"Gimana hasilnya?" Tanya Albert sembari mendaratkan bokongnya disebuah sofa VIP yang sudah ditempati dua bodyguard utusannya.

Salah satu bodyguardnya mengeluarkan selembar kertas. "Maaf, bos, tapi kami hanya mendapatkan biodata pribadinya saja. Kami masih belum menemukan dimana ia tinggal, dimana ia bersekolah, orangtuanya maupun latar belakangnya."

Albert menenggak alkohol yang baru saja ia tuang di seloki. "Kalian ini bagaimana sih? Mencari saja lama sekali, hingga berhari-hari!"

Dua bodyguard yang ada dihadapannya hanya dapat menunduk. Sekeras apapun mereka berusaha tetap saja ujung-ujungnya terkena amukkan dari tuannya. Kalau saja Albert tau usaha mereka, atau setidaknya dia sendiri yang mencari tahu.

"Ya sudah kalian balik ke markas, aku ingin menikmati malamku di sini." Perintah Albert.

Kedua bodyguard itu berdiri "baik bos." Jawab mereka berbarengan. Setelahnya mereka membungkuk.

Albert menghiraukan. Ia menuangkan alkohol ke dalam sloki kembali, lalu menenggak. Hal itu ia lakukan terus sampai enam botol alkohol terlampaui. Bolak-balik ia memanggil pelayan dan memesan alkohol yang sama.

Pikirannya kacau. Tidak seorang pun tau siapa gadis itu membuatnya kesal. Apakah sesusah itu untuk menemui gadis pujaannya? Ia pun telah mengelilingi seluruh kota, tapi tetap saja hasilnya nihil. Di setiap sekolah pun ia datangi untuk mencari informasi dan ia mendapat hasil yang sama. Apa mungkin ada satu sekolah lagi yang belum ia jumpai?

Siapa Viona sebenarnya, ia pun tak tahu. Yang ia ingat adalah gadis lugu nan imut yang tersesat di sebuah semak-semak. Kala itu dirinya menangis hingga membasahi lengannya. Albert juga sempat memperkenalkan bunga krisan dan menyuguhkan susu kotak favoritnya.

Tiba-tiba seorang gadis cantik menghampirinya. Gadis itu juga sedang mabuk sama seperti Albert sekarang. Gadis itu hanya mengenakan tank top hitam dan celana jeans pendek hingga paha mulus gadis itu terekspos. Gadis itu duduk dihadapan Albert sembari menopang dagunya. Sejenak ia memandang paras tampan Albert. Sampai pada akhirnya ia buka suara "lo ganteng, lo mau nggak nikah sama gue?"

Albert tersenyum miring. Ia mengangkat satu alisnya. Wajahnya seperti menantang gadis dihadapannya. "Kau yakin ingin menikah denganku?"

Gadis itu mengangguk dengan ciri khas orang mabuk. "Apapun yang kau mau aku bakal kasih, tampan." setelahnya gadis itu tertawa seperti orang kesurupan.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang