1

9.9K 510 19
                                    


"Setidaknya aku bersyukur bisa hidup dikeluarga yang menyayangiku."

Happy reading

Cahaya matahari yang menerobos jendela membuat seorang remaja berwajah imut itu menggeliat. Bukannya bangun remaja itu malah mengeratkan selimutnya dan mencari posisi yang nyaman. Wanita paruh baya yang masih tampak muda itu terkekeh. Wanita yang biasa dipanggil bunda itu duduk dipinggir kasur putra bungsunya. Dielusnya rambut remaja bernama Rasya itu.

"Dek. Bangun yuk. Udah siang lho." Bunda mencoba membangunkan Rasya dengan lembut.

"Enggh" Rasya melengguh mata yang semula terpejam itu perlahan mulai terbuka. Mengerjap beberapa kali saat cahaya memasuki matanya.

"Bunda." Dengan suara yang serak. Tangannya dengan reflek mengucek matanya.

Bunda tersenyum dan menghentikan pergerakan Rasya.

"Jangan di kucek matanya. Nanti merah."

Rasya hanya menurut saja.

"Sekarang adek mandi ya. Habis itu turun buat sarapan. Yang lain udah nunggu." Perintah bunda pada anak bungsunya.

Rasya hanya mengangguk lalu duduk. Tidak langsung berdiri. Setelah beberapa saat Rasya berdiri dan berjalan kearah kamar mandi yang ada di kamarnya.

Tidak butuh waktu lama Rasya sudah siap dengan seragam sekolahnya. Hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah SMA. Mematut dirinya didepan cermin lalu tersenyum saat Rasya sadar bahwa sekarang dia sudah remaja. Tak sabar rasanya merasakan masa putih abu-abu yang kata orang adalah masa paling indah. Tapi Rasya pikir mungkin rasanya biasa saja. Tak ada yang istimewa.

*****

"Adek mana sih Yah?" Tanya anak kedua keluarga Xalova.

Anak kedua Xalova bernama Leomarco Ravill Xalova. Biasa dipanggil kak Leo.

Keluarga Xalova sudah siap diruang makan. Mereka hanya tinggal menunggu putra bungsu dari keluarga itu.

Baru saja Ayah ingin menjawab, suara langkah kaki berlari menuruni tangga membuat mereka menengok. Terlihat seorang Remaja yang tidak terlalu berisi dengan kulit putih pucatnya dan jangan lupakan wajah imutnya berlari menuruni tangga.

"Adek. Jangan lari." Suara sarat akan ketegasan itu membuat Rasya menghentikan larinya.

Rasya berjalan ke arah meja makan dan dengan cengirannya.

"Maaf Ayah."

Ayah masih menatap Rasya dengan sorot mata datar.

"Jangan diulangi lagi." Peringatnya.

Rasya mengangguk lucu dengan tatapan polosnya.

"Udah. Lebih baik kita sarapan dulu." Ucap Bunda.

Mereka melakukan sarapan dengan tanpa suara. Si bungsu makan dengan lambat. Memang sudah menjadi kebiasaan. Rasya akan makan dengan lambat saat tak ada yang menyuapinya.

Kakak ketiganya yang sudah selesai pun mengambil alih piring Rasya beserta sendok yang dipegang Rasya.

Kakak ketiganya itu bernama Reolando Markeza Xalova. Pria dengan wajah datar tapi berkebalikan dengan sifatnya yang jahil. Biasa dipanggil kak Reo.

"Sini kakak suapin. Nanti keburu telat."  sang kakak mengarahkan satu sendok makanan kearah mulut Rasya.

Rasya hanya menurut saja. Sampai pada suapan ke enam Rasya menggelengkan kepala dan menutup mulutnya.

RASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang