Happy reading
Reo berlari dengan cepat setelah seorang siswa memberitahunya bahwa Rasya ada di UKS. Perasaannya sungguh tidak karuan.
Bahkan dia sudah mengelilingi sekolah untuk mencari adiknya itu.
Pintu UKS dibuka dengan kasar, dengan nafas yang terengah dan keringat yang bercucuran Reo menghampiri adiknya yang terbaring di ranjang. Bisa dia lihat wajah adiknya yang lebam di beberapa bagian, bibirnya juga pucat pasi disampingnya ada dokter jaga yang sedang memeriksanya.
"Adek, bangun dong. Kakak ada disini." Menggenggam tangan sang kesayangan seraya berharap mata indah itu terbuka.
"Buk gimana keadaan adik saya?kenapa dia belum bangun?" Tanya Reo pada bu Susi guru yang menjaga UKS.
"Lukanya udah saya obati tapi nanti kalau udah bangun tolong ditanya bagian mana aja yang luka terus nanti pulang sekolah coba diperiksakan ke rumah sakit takutnya ada luka yang serius." Penjelasan panjang lebar dari Bu Susi hanya diangguki oleh Reo. Lagian dia yakin orang tua bahkan kakaknya nanti akan membawa Rasya ke Rumah sakit.
"Kalau gitu saya permisi dulu."
"Iya bu. Makasih sudah mengobati adik saya."
Bu susi tersenyum ramah lalu berjalan keluar dari UKS.
"Kurang ajar. Siapa yang berani lakuin ini sama adik gue." Tangan Reo terkepal erat matanya memerah siap untuk menghajar orang yang sudah mencelakai adiknya.
Tak lama kemudian ketiga teman Rasya juga datang. Mereka sempat mencari Rasya di lingkungan sekolah.
"Rasya gimana bang?"Pertanyaan dari Exel membuat Reo menoleh sejenak.
"Ya gitu." Jawab Reo tanpa menoleh kearah lawan bicaranya. Tangannya masih menggenggam tangan mungil adiknya.
"Siapa sih yang berani lakuin ini, gue nggak akan tinggal diem." Ucap Dika. Mata dan wajahnya memerah tangannya terkepal.
Diki juga sama. Dia merasa marah, kesal sedih.
"Gue pastiin nggak lama lagi orang itu akan menyesal."
Pintu UKS kembali di buka. Dua orang pria berpakaian kantor masuk dengan tergesa.
"Sebenarnya apa yang terjadi. Kenapa adek bisa sampai kayak gini?" Pertanyaan dari ayahnya tidak langsung dijawab oleh Reo.
Setelah mengambil nafas Reo baru menjawab.
"Reo nggak tahu yah. Tadi waktu istirahat Rasya nggak ada. Aku sama yang lain udah cari keliling sekolah tapi nggak ketemu. Sampai akhirnya ada yang bilang Rasya di UKS. Aku minta maaf nggak bisa jaga Rasya." Tangis Reo kembali pecah, dia merasa gagal menjaga adiknya.
Ayah merengkuh Reo kedalam dekapannya sambil mengutarakan kata penenang. Ayah tahu ini pasti membuat Reo syok.
"Sttt udah ini bukan salah kakak. Ayah akan cari orangnya. Tenang ya."
Perlahan isakan Reo berhenti.
"Willy suruh pengawal untuk mencari orang yang melakukan ini. Ayah mau secepatnya." Perkataan dengan nada yang menyeramkan itu membuat yang ada di sana merasa merinding. Ayah merasa marah melihat anaknya yang dipenuhi luka.
"Ayah tenang aja, aku udah suruh mereka cari tahu dan nggak lama lagi kita akan tahu orangnya." Willy yang dari tadi diam akhirnya angkat bicara dan jangan lupakan aura membunuhnya.
Ayah hanya mengangguk.
"Eughhh." Lengguh Rasya sambil mengerjabkan matanya. Begitu matanya terbuka sepenuhnya sensasi pusing langsung menyergab. Tangannya reflek memijit pelipisnya.
Matanya meliar menatap semua orang yang ada di sekelilingnya.
"Ayah hiks sakit." Kata Rasya begitu melihat kehadiran ayahnya.
Ayah mendekat kearah Rasya dan menggendongnya ala koala.
"Sttt adek diem ya jangan nangis nanti sesek lho." Hibur ayah sambil mengelus punggung sempit anak bungsunya.
Perlahan tangisan anak bungsunya berhenti. Hanya tinggal isakannya.
"Kita pulang ya." Ajak ayah yang diangguki Rasya.
"Tapi kak Reo ikut." Rengekan dari Rasya membuat mereka terkekeh.
"Iya."
Setelah itu Rasya merentangkan tangannya pada Reo yang disambut senang hati olehnya.
Mereka meninggalkan UKS menuju ke parkiran sekolah dengan Rasya di gendongan Reo. Mereka berjalan dengan tatapan datar dan dinginnya. Sementara Rasya mendusel ke leher kakaknya mencari posisi yang nyaman.
Mereka memasuki mobil dengan willy yang menyetir sementara ayah duduk di sampingnya sedangkan Reo duduk dengan Rasya di belakang.
"Kita ke rumah sakit dulu ya dek." Perkataan yang lebih mengarah ke pernyataan dan keharusan itu membuat Rasya merengut.
"Nggak mau. Rasya nggak sakit kok." Katanya dengan disertai kerucutan bibir.
"Tapi kan kita nggak tahu ada apa sama tubuh adek jadi kita periksa dulu. Cuma sebentar kok." Willy melirik adiknya melalui kaca spion depan. Bisa dia lihat Rasya yang sedang menyandarkan tubuhnya ke dada kakaknya. Dengan tangan Reo yang sesekali mengelus lembut rambutnya.
"Kita ke rumah sakit kak. Nggak ada bantahan." Perkataan mutlak dari sang kepala keluarga membuat Rasya ngambek. Tangannya di sedekapkan di dada dengan bibir yang mengerucut lucu matanya sudah berkaca-kaca oh dan tentu masih menyandar dengan nyaman di dada kakaknya.
Reo hanya tersenyum kecil. Merasa gemas pada adik manisnya ini.
"Dek dengerin kakak ya. Kakak sama ayah itu sayang banget sama adek kita nggak mau adek sakit. Jadi adek harus nurut sama kita. Kalau adek nggak nurut entar ayah bisa sakit hati terus nggak mau kerja terus nanti sedih."
Ucapan dari Reo membuat Rasya mengerjab kecil.
"Berarti kalau ayah nggak kerja kita nggak bisa beli mainan ya kak. Nanti kita kalau mau makan gimana?" Pertanyaan polos itu membuat tawa Reo hampir meledak. Heyy walaupun ayahnya tidak bekerja tidak akan membuat keluarganya bangkrut. Bahkan hartanya tak akan habis sampai lima belas turunan. Ok ini lebay maafkan.
"Iya. Nanti kita nggak bisa makan enak kita nggak bisa beli mainan terus ayah nangis terus nanti."
"Rasya nggak marah sama ayah kok. Ayah jangan sedih ya." Rasya berkata dengan gusar. Dia tidak bisa melukai hati keluarganya.
Ayah tersenyum tipis dia tahu bagaimana cara membuat bungsunya menurut.
"Ayah nggak marah asal adek nurut sama ayah."
Rasya langsung mengangguk lucu.
"Iya ayah mau apa pasti Rasya nurut kok. Tapi kalau ayah nyuruh Rasya ikut kerja Rasya belum bisa Rasya nggak ngerti. Oo apa ayah mau Rasya sekarang beresin rumah? Rasya bisa kok. Ayah tenang aja." Rasya berkata panjang lebar membuat ketiga pria tampan yang ada disana merasa gemas sekaligus bingung.
"Enggak. Ayah cuma mau Rasya ke rumah sakit ya. Kita periksa terus pulang."
Rasya mengiyakan saja. Daripada dia membuat ayahnya marah lebih baik menurut.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Maaf masih banyak typo.