Happy reading
"Bodoh kalian. Bagaimana mungkin kalian gagal menjaga cucuku!" Teriakan terdengar di kediaman mewah itu. Seorang lelaki berusia lebih dari setengah abad itu nampak marah. Wajah yang memerah dengan rahang kokohnya yang mengeras membuatnya nampak sangat menyeramkan.
"Sebenarnya apa yang kalian lakukan hingga tidak bisa menjaga cucuku?!" Pertanyaan bernada tinggi itu tidak dibalas oleh mereka yang ada disana. Mereka bungkam. Seolah ada lem tak kasat mata yang menutup mulut mereka.
"Apa kalian mendadak jadi bisu?!"
"Maaf pa. Dery tidak bisa jadi ayah yang baik ini salahku." Ayah dari Rasya dan tiga kakaknya menunduk merasa menyesal sekaligus khawatir.
"Bagaimana mungkin kau bisa lalai. Kau harusnya sadar kita punya banyak musuh yang ingin melihat kehancuran kita. Dimana kau simpan otak cerdasmu itu!!" Sungguh amarah opa meledak-ledak.
"Maafkan aku pa. Aku hanya tak ingin Rasya tertekan dan malah membenci keluarganya." Masih dengan kepala yang menunduk ayah nampak menjelaskan.
"Setidaknya lakukan pengawalan secara diam-diam. Jika sudah begini dimana kita bisa mencari cucuku."
Padahal waktu baru memasuki subuh. Tapi suara teriakan bahkan isakan sudah terdengar nyaring. Semua pelayan dan pengawal yang tidak ikut mencari sang tuan muda hanya bisa menunduk tak ingin ikut campur.
Isakan dari Rani, bunda dari Rasya semakin jelas terdengar. Memikirkan sang putra yang entah ada dimana.
"Kamu tenang dulu ya sayang cucu Oma pasti baik-baik aja." Oma mengelus punggung yang ada dipelukannya. Mencoba nemberikan sugesti positif untuk menantunya. Walaupun didalam sana ada perasaan cemas yang sedang ia tutupi.
"Anakku hiks.. Anakku dimana ma.. " Racauan itu terdengar dari mulut seorang ibu yang kehilangan anaknya.
"Sttt tenang ya. Mama yakin sebentar lagi Rasya pulang."
"Rasya akan tinggal bersama papa setelah dia ditemukan!" Kalimat bernada perintah itu mendapat banyak bantahan.
"Dery mohon pa jangan bawa Rasya pergi." Dery mencoba melawan perintah dari ayahnya.
"Tidak bisa. Rasya akan tetap ikut papa." Begitulah Opa sekali dia mengatakan sesuatu maka akan sulit untuk melawannya.
"Rani mohon pa hiks.. Jangan bawa hiks Rasya." Mendengar tangisan dari sang menantu membuat Opa merasa kasihan. Sedikit hatinya tergerak.
"Kita lihat saja nanti." Sang Opa meninggalkan ruang tamu untuk ikut mencari keberadaan cucunya.
Dery memeluk erat sang istri.
"Semua akan baik-baik aja. Kamu percaya kan?" Ucap Dery sembari mengelus rambut istrinya.
"Anakku mas.. Dimana dia.. Hiks.. Aku takut hiks."
"Jangan takut aku yakin sebentar lagi Rasya akan ketemu."
Mendadak hening tak ada suara tangisan maupun isakan membuat Dery merenggangkan pelukannya.