3

4.6K 380 12
                                    

Happy reading

Siang ini begitu panas. Padahal AC dikelas tidak mati. Tapi entah kenapa membuat semua siswa merasa gerah. Tak terkecuali kelas Rasya dkk.

Exel,Dika dan Diki bahkan sudah mengipas-ngipaskan buku pada wajah mereka. Berbeda lagi dengan Rasya yang hanya diam sambil menatap teman-temannya. Rasya duduk menyamping mengarahkan netra gelapnya ke seluruh bagian kelas. Terlihat teman sekelasnya sangat kepanasan. Sementara Rasya duduk dengan kedua tangan yang dilipat diatas meja dan digunakan sebagai tumpuan kepalanya.

"Rasya nggak gerah?" Tanya Exel yang duduk disampingnya. Tangannya tak berhenti mengipaskan buku sampai lecek.

Rasya menatap Exel dengan polos sambil kepalanya yang diangkat sedikit mengangguk.

"Gerah kok." Jawabnya.

Kedua alis Exel menukik bingung. Gerah tapi kenapa Rasya diam saja. Dika dan Diki pun bertatapan bingung. Tumben sekali bayi besar itu tenang saat merasa kegerahan. Biasanya dia akan merengek merasa tubuhnya panas dan lengket.

"Nggak gerah banget ya?" Tanya Dika yang hanya dijawab anggukan dari Rasya.

Tak lama kemudian Rasya memejamkan matanya dan mulai tidur membuat ketiga temannya merasa lega. Setidaknya bati besar itu tidak rewel.

Baru juga sepuluh menit tertidur tapi Rasya sudah bangun. Matanya berkaca-kaca dan siap untuk menangis. Exel yang sedang menainkan handphone menghentikan kegiatannya saat mendengar suara isakan. Ditolehkan kepalanya kesamping dan ternyata si bayi besar sedang menangis.

"Kenapa? Kok nangis?" Tanya Exel. Tangannya yang tadi memainkan handphone kini sudah mengelus rambut Rasya.

Rasya masih menangis.

"Panas hiks nggak hiks suka." Jawab Rasya dengan sesenggukan. Dika dan Diki menghampiri meja Rasya lalu duduk di depan Rasya dan Exel.

"Udah jangan nangis nanti kalau ada yang denger emang nggak malu? Masa udah SMA masih nangis?" Hibur Dika.

Bukannya berhenti tapi tangis Rasya malah makin menjadi. Meskipun tidak terlalu keras.

Dika diberi tatapan sadis oleh Diki dan Exel yang membuatnya meringis.

"Jangan nangis ya. Kan udah gue kipasin." Kata Diki sambil mengipasi Rasya.

Ketiga teman Rasya itu benar-benar sudah mengerti yang harus dilakukan saat seperti ini. Ada yang mengelus rambutnya dan ada yang mengipasi.

Lima menit kemudian Rasya sudah tenang. Perlahan isakannya sudah hilang. Dika pun memberikan minum dan diterima baik oleh Rasya.

"Udah nggak panas. " Kata Rasya memberi pengertian bahwa badannya sudah mendingan. Ketiga orang itu mengangguk dan menghentikan aktivitasnya.

*****

Rasya menunggu kakaknya yang sedang latihan basket. Duduk di tribun penonton sambil melihat kakaknya yang memasukkan bola ke ring. Melihat dengan seksama betapa gesit kakaknya menghindar saat lawan ingin merebut bola. Dia tak sendiri. Ada Exel, Dika dan Diki yang juga ikut menonton. Alasan utamanya sih untuk menemani Rasya. Mereka tak akan tega untuk meninggalkan Rasya sendiri.

"Kapan ya Rasya bisa sehebat kak Reo." Kata Rasya dengan mata yang masih fokus kearah lapangan.

Exel menengok ke samping tempat Rasya duduk.

"Nggak usah pengen. Duduk aja diem biar nggak capek."

"Tapi kan keren. Banyak yang dukung juga." Rasya mempoutkan bibirnya.

RASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang