Rafaella POV
Gak bisa dipercaya!
Dari sebelum jadi istri sampe udah jadi istri, El selalu menyebalkan.
Gue harus ke kampus buat lanjutin proposal skripsi gue. Masalahnya ni proposal masih berupa embrio guys. Saking banyaknya revisi, gue harus mulai lagi dari nol.
Awalnya gue pengen cuti. Gue coba minta lah ke si bapak El yang terhormat itu, mumpung dia udah jadi suami dan kebetulan juga dospem gue. Nanti kalau perut gue makin besar kan guenya yang malu ke kampus.
Dan kira-kira apa pendapatnya sodara-sodari?
"Kan bisa diselesain dalam tiga bulan. Itu pun udah sampe yudisium."
Anjir banget kan? Emang ada mahasiswa yang langsung kelarin skripsi mereka dalam waktu tiga bulan? Gak ada deh menurut gue. Yang ada malah bertahun-tahun sampe mau di-DO.
Dia gak mikir apa ya, gue juga kek gini gegara dia.
"Halo Ren? Jadi kan ntar siang?" ucap si bapak ternyata lagi telponan sama temen ceweknya Renata. Hishh dasar udah punya bini malah telepon cewek lain, lah gue malah gak diizinin teleponan sama Gian.
Kayaknya muka gue gak bakal lurus sepanjang hari ini.
Gue akhirnya ke kampus bareng El, dia gak mau jelasin apa yang diomongin si Tante Renata di teleponnya.
"Revisi ke Michael dulu, setelah itu ke ruanganku," titahnya ketika memarkirkan mobil di tempat parkir FE.
Gue hanya melengos kesal sambil keluar dari mobil.
Ternyata hari ini juga bukan merupakan hari keberuntungan gue.
"Raf, lo beneran nikah sama Sir Gabriel?" tanya Bella, si sumber masalah kehidupan.
"Gara-gara lo kodok hutan!" Gue langsung ngegas gara-gara udah bad mood dari awal.
Lagian ngapain sih mereka malah sok-sokan hadang jalan gue. Hidih, kelakuan tuh harus dibenerin dulu baru ke kampus.
"Lo hamil dong?" ucap Ferina—salah satu dayang-dayangnya.
Gue hanya memutar bola mata gue jengah.
"Ya ampun. Maaf banget ya, kita gak bermaksud sampe situ Raf. Nih, uang yang waktu itu dibayar Sir Gabriel. Lo ambil aja."
Fix. Sikap Bella benar-benar menghancurkan hari gue. Ia melempar uang ratusan ribu tersebut ke lantai sehingga memancing para mahasiswa yang lalu-lalang untuk mengerumuni kami.
Anjir! Harga diri gue.
Pas mau mewek, tiba-tiba aja Gian muncul entah dari mana. Laki-laki yang menenteng ransel hitam itu berjongkok kemudian memunguti uang yang dijatuhkan Bella.
"Bell, ternyata lo semurah ini ya," ujar Gian kini menatap mata Bella tajam.
"Gue cuma lagi bercanda doang sama Rafa, Gi. Masa lo nggak ngerti sih," Balas Bella masih membela diri.
Pengen gue tabok deh ni mak lampir.
"Temen-temen! Minta perhatiannya dong!" teriak Gian seketika. "Bagi kalian laki-laki yang lagi pengen berhubungan, langsung hubungi Bella, dia siap layanin kalian. Harganya terjangkau kok!"
Gue membelalakan mata gue. Ni Gian serius ngomong begitu? Seorang Gian yang pergaulannya cuma sama gue doang?
"Gian lo apa-apaan!" Bella mulai histeris.
"Gimana Bel? Enak? Enak gak dijual?" Gian masih menatap Bella tajam kemudian melemparkan uang ratusan ribu itu tepat di wajahnya.
Gila! Bener-bener gila.
***
Entah harus dengan cara apa gue harus berterima kasih pada Gian. Setelah dia bikin Bella mati kutu, ia langsung beranjak begitu saja menuju ruangan dospemnya—nyapa gue pun enggak.
Tapi, gue mesti traktir dia kalo gini caranya. Untung dapat jajan dari pak dospem.
Gue juga cukup bersyukur, gue pikir hari ini akan terus-terusan sial. Sir Michael akhirnya meng-Acc proposal skripsi gue. Beliau baik banget, sungguh.
Kami bahkan nggak bimbingan di ruangannya, beliau ngajak gue ke kafe kampus agar pembicaraan kami bisa lebih santai sambil minum kopi.
"Sir, kalo boleh nanya. El itu orangnya kayak gimana sih?" tanya gue ketika kami sudah selesai membahas masalah skripsi.
Ia menyeruput kopi hangatnya kemudian menjawab, "El itu baik, kelihatan sombong sama orang-orang yang baru kenal dia. Tapi, sebenernya dia sangat murah hati. Selain itu, kepintarannya berhasil bikin dia jadi lulusan terbaik di University of London."
Gue hanya mengangguk-angguk sok paham, lagian El belum pernah sekalipun mengajar di kelas yang gue ambil.
"Terus dia memang hobi clubbing dan minum-minum gitu, ya?" tanya gue seketika langsung sedih.
Sir Michael memangku kakinya sambil menghayati pemandangan di luar jendela kaca. "Awalnya, El nggak begitu. Semenjak almarhumah istrinya meninggal, El memang menjadikan alkohol sebagai tempat pelarian."
Gue memutar otak, bisa dibilang El belum move on dong dari mantan istrinya? Mama kandungnya William.
Tanpa gue sadar, gue udah menarik napas dengan beratnya. Nggak tahu kenapa tapi sedih aja, tiba-tiba gue merasa kalau mungkin saja El sama sekali nggak menginginkan pernikahan ini. Seperti kata-katanya di rumah Kak Mac, kalau dia hanya ingin bertanggung jawab.
"Kenapa di sini? Bukannya kusuruh keruanganku?" ucap El yang tiba-tiba saja sudah duduk di meja kami.
Lagi-lagi gue menarik napas panjang. "Gak mau revisian ke Sir Gabriel, sama Sir Michael aja."
El mengernyitkan dahinya seperti siap marah, sementara Sir Michael hanya tertawa terbahak-bahak bahkan hampir tersedak kopi. "Udah pergi sana kalian, malah mesra-mesraan di depan gue. Bukannya hari ini kalian mau ke rumah sakit."
"Rumah sakit? Ngapain?" tanya gue lebih kepada El.
Laki-laki berkemeja warna navy tersebut tidak menjawab, ia hanya menarik tangan gue keluar dari kafe.
Ni bapak emang demen banget narik-narik tangan gue.
Belum sempat pamit ke Sir Michael pula.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mistake
Romance[On Going] Gue ditidurin dosen pembimbing skripsi gue sendiri! Pupus sudah akhirnya impian gue pengen cepetan wisuda, kerja, terus biayain keluarga gue yang miskin. -Rafaella Charlotte Gue gak tahu dia anak bimbingan gue! -Gabriel Farlent Wijaya p...