Gabriel POV
Nyawa gue yang masih belum terkumpul sepenuhnya terasa seperti dipaksa kembali dalam raga ketika mendapati istri gue sementara mengepak barang-barangnya ke dalam koper.
Lah?
"Kamu minggat, aku juga ikut minggat." Eh? Apa sih gue?
Rafa menoleh dengan kernyitan di dahi.
"Tuh kan, gitu tuh kalau hangover. Gak jelas!" ucapnya ngegas lalu kembali merapikan pakaiannya di dalam koper yang sudah usang itu. Oh ya, gue lupa untuk membelikan anak ini koper baru.
Gue ingat sekarang. Ingat sedikit maksudnya. Tadi malam gue khilaf dugem lagi bareng Michael, dan ... Oh ya, Mbak Sumi dan Rafa yang membopong gue sampai ke tempat tidur.
Sejujurnya efek alkohol tadi malam masih meninggalkan bekas di dalam saraf-saraf gue, tapi tentu saja gue memaksakan diri untuk bangun dan mencerna segala sesuatu yang ada di hadapan gue sekarang.
"Kamu mau minggat karena ulahku semalam?" tanya gue ragu-ragu. Ada rasa sedikit bersalah yang muncul dalam benak gue. Seharusnya gue gak ngerepotin Rafa dengan sifat buruk gue.
Rafa mendengus kesal, "Sepertinya sih, iya."
"Hah? Raf ... aku gak bermaksud ..."
Tawa gadis itu meledak. "Enggak Sir Gabriel yang terhormat." Ia bediri dari lantai kemudian menatap gue sambil berkacak pinggang. "Masa lupa sih, hari ini kan kita ke villa pantainya Kak Mac. Aku udah siapin semuanya lho."
Ya ampun.
"Harusnya aku dah menang penghargaan istri terbaik seantero universe," lanjutnya gak jelas. "Sekarang kamu bangun, mandi, terus sarapan. Aku sama William udah selesai dari tadi."
***
Gue yang udah rapi dengan polo shirt putih dan celana sampai lutut sementara menikmati kopi pagi hari dengan khusyuk sambil menunggu Rafa dengan segala urusan perlengkapan baby-nya William untuk dibawa staycation. Udah lama ternyata gue gak pernah merasa sedamai ini.
Namun, kedamaian itu gak berlangsung lama karena gue dibuat kaget oleh Mbak Sumi yang tergopoh-gopoh ke arah gue dengan ekspresi takut takut.
Hampir aja kopi gue tumpah di baju.
"Kenapa sih Mbak?"
Mbak Sumi terlihat ragu. "Anu, Pak. Itu, ada yang cari."
Gue meletakkan cangkir kopi gue di atas meja. "Bilang aja Mbak, saya mau keluar bentar lagi."
"Tapi, nona itu memaksa Pak."
Nona?
Gue yang penasaran langsung menuju ke arah pintu. Palingan mahasiswi mau bimbingan.
Oke, gue salah.
"El, aku tidak tahu harus kemana." Gadis itu menangis, gadis dengan wajah yang begitu familiar.
"Apa urusannya dengan saya, Alice?" gue frustasi. "Why are you even here?"
"Aku ... Visaku, aku diusir."
Gue mengusap dahi gue yang udah mulai kergingatan. Baru aja mandi.
"Udah mau berangkat?" Rafa tiba-tiba muncul sambil menggendong William. "Eh? Mbak zombie? Ya ampun beneran semirip itu."
Gadis itu menutup mulutnya sambil menatap gue takut karena sudah asal berceloteh.
"Saya sibuk Alice. Kamu sungguh harus pergi, saya akan mengirimimu uang atau apapun itu. Tapi please kembalilah ke negaramu." gue berkata dengan sungguh-sungguh. Gue rasa sudah cukup dengan tingkah Alice, apakah dia gak bisa lihat kalo gue udah memiliki kehidupan baru sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mistake
Romance[On Going] Gue ditidurin dosen pembimbing skripsi gue sendiri! Pupus sudah akhirnya impian gue pengen cepetan wisuda, kerja, terus biayain keluarga gue yang miskin. -Rafaella Charlotte Gue gak tahu dia anak bimbingan gue! -Gabriel Farlent Wijaya p...