Destiny

263 38 7
                                        

"Kau terbangun?"

Ryeowook menajamkan matanya, memperhatikan sosok asing yang kini berjalan mendekat ke arahnya. Tampak seperti seorang pemuda yang lebih tinggi dari Yesung, bersorot mata gelap dan saat itu pula Ryeowook panik.

"Kau boleh ambil apapun. Tapi, tolong jangan sakiti aku." Ia menggunakan bantal sebagai barikade pertahanannya, sementara pemuda itu hanya menatapnya bingung.

"Kau kenapa?"

Ryeowook masih bergidik ngeri dan perlahan terdengar suara alarm mejanya.

HUFTTTT

Napasnya terengah, mataya juga mengerjap beberapa kali.

"Untung saja cuma mimpi." kata Ryeowook.

Sudah jam enam pagi, sementara jadwal kampusnya adalah jam delapan. Setelah melewati mimpi yang cukup aneh, luka memar akibat kejadian kemarin jadi tidak terasa. Ia mengeceknya berkali-kali.

Setelah mandi dan melamun sebentar di meja rias, ia pun duduk manis di meja makan sambil berusaha menghabiskan sarapannya. Pikriannya kembali mengingat sosok pemuda di mimpinya.

MEMANG TAMPAN

Tapi, Ryeowook merasa belum pernah melihat pemuda itu sebelumnya. Ponselnya pun berdering, ia memutar bola matanya malas ketika terdapat nama 'Yesung' disana. Entah ia harus menjawab panggilan itu atau tidak.

Akhirnya karena tidak tahan dengan dering ponselnya, ia pun menjawabnya.

'Aku sedang di toko roti. Kau ingin aku membelikan roti lapis untukmu?'

Sengaja sambil mengunyah Ryeowook menolak dengan alasan ia sudah cukup puas dengan sarapannya.

'Kalau begitu, aku akan mengantarmu ke kampus ya.'

Masih tidak menyerah Ryeowook kembali membuat alasan Yoona akan menjemputnya.

'Kau masih marah padaku?'

Saat itu juga Ryeowook menutup telepon itu. Apapun yang Yesung katakan, rasanya tidak dapat membuat gadis ini lupa dengan kekecewaannya.

.

.

"Apakah pemuda itu tampan?" tanya Yoona dengan wajah penasaran.

Ryeowook mengendikan bahunya. Ia baru saja menceritakan mimpi anehnya semalam.

"Mungkin karena belakangan ini aku gelisah. Jadinya mimpi buruk." kata Ryeowook.

"Mungkin juga pemuda seperti itu ada di dunia nyata dan mimpimu itu jadi pertanda kalau kau harus mengakhiri hubunganmu dengan Yesung."

Yoona memang kesal dengan keputusan Ryeowook yang terkesan menggantungkan Yesung. Bukan karena simpati pada pemuda itu, melainkan ia jengah melihat sahabatnya terus terluka. Masa bodoh dengan kenangan baik yang mereka pernah lalui beberapa tahun lalu.

"Aku tidak mengerti, kenapa sampai saat ini aku belum bisa menerima kembali Yesung oppa."

Yoona pun menjentikan jarinya. "Nah itu dia! Kau harus membuka matamu dan lihatlah semua hal yang membuatmu sedih karenanya."

.

.

Malam hari, Ryeowook meletakan bunga lily putih yang baru di belinya di sebuah vas pada meja nakasnya. Dengan harapan bunga itu bisa memberikan ketenangan baginya saat tidur. Setelah membaca banyak pesan masuk dari Yesung, ia pun melempar ponselnya asal dan memutuskan untuk tidur.

"Ryeowook?"

Mata gadis itu mengerjap perlahan, sinar matahari menelusup masuk ke dalam pelupuk matanya. Baru saja ia mendengar namanya di panggil. Bayangan seseorang yang kini ada di hadapannya membuat matanya membulat sempurna.

When We Were UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang