"Mungkin di mata lu, gua jauh. Tapi gua nggak akan pernah pergi," -Dari gengsi setinggi Everest-nya Keandra.
***
BUGHH!
Kesadarannya luluhlantak. Ini, kejutan yang ke berapa?
Tubuhnya terguling dengan mata yang terpejam. Jika ada kekuatan yang bisa dipinjam, tolong biarkan ia mengedipkan kelopak mata. Jika saat ini boleh meminta, tolong biarkan ia mendapati Keandra dengan senyum sejuta tawan.
"Darling,"
Suara itu merambat ke pendengarannya sebelum bunyi bedebam sekaligus pekik sakit terdengar.
Ia mengerjap pelan. Debu menempel terlalu banyak. Oksigen menipis bercampur debu yang menyesakkan. Dengan tersedak, Kirana menatap sayu pada kursi reot di depannya.
Ini gudang.
Ini,
"Ke-kean-" Kirana tersentak menyadari si peneror berjubah hitam itu berada di hadapannya.
"Keandra?!" Kirana memekik dengan mata yang memanas.
Keandranya di mana?
Tawa menggema dari peneror itu terdengar, "Lama tak jumpa, Darling. Upss, panggilan kesayangan dari suami, ya?"
Peneror itu menjeda sesaat, "Ngomong-ngomong soal suami, kenapa kamu nggak undang saya pas ijab?"
"Emangnya lu siapa gua sampe harus diundang?!" Kirana menyahut sinis.
"Saya ini adik Ayahmu kalau kamu lupa." Seringaian itu terlihat lagi sebelum si peneror memperlihatkan kartu namanya.
Kazein Ambarata Prakarsa
Direktur Oil Palm Prakarsa GroupCukup sekilas membaca dari sudut mata, itu sudah membuat Kirana menegang. Marga yang bersemat di namanya sama seperti marga si peneror, belum lagi huruf K yang merupakan khas keturunan keluarganya. Ini benar-benar kebetulan yang disengaja, begitu pikir Kirana.
"Harusnya, saya yang jadi wali kamu, kan?" Om Kaze menjeda.
"Apa kamu nggak ngerasa dikasihani saat ijab? Dinikahkan dengan wali hakim, tidak ada keluarga yang datang, dan pernikahan itu hanya sah di mata agama. Bukannya itu definisi menyedihkan?"
Kirana mengerjap. Membiarkan hatinya terombang-ambing dengan rasa marah yang tak tersalurkan.
"Benar-benar sebatang kara dan sangat perlu dikasihani. Kamu pernah nanya nggak, apa alasan mereka menikahkan kamu dengan Keandra?"
Kirana mendongak murka. Ini sudah lebih dari keterlaluan. Harga dirinya semakin diinjak-injak oleh makhluk tanpa rasa kemanusiaan ini.
"MAU LU APA, SIH?!" Kirana menyentak.
Om Kaze menyeringai, "Menyadarkan keponakan saya pada realita. Eh, tapi semenjak saya nggak ke sekolah, kamu makin ngelunjak, ya?"
"Hidup juga hidup gua, apa masalahnya sama lu?! Sekalipun lu ngaku-ngaku jadi om gua, yang namanya peneror dan pembunuh nggak akan sudi gua akui di marga Prakarsa! Sampah!"
Tepukan tangan terdengar ringan dari Om Kaze. Tawa itu menggema hingga ke sudut ruangan yang hanya berukuran dua kali dua meter itu.
"Rupanya Kirana sudah besar, ya. Saya jadi makin nggak sabar buat bikin kamu mati. Pisau saya hampir karatan karena lama nggak kena darah." Om Kaze menjeda lagi.
Menangkup pipi Kirana dengan tangan besarnya, serta menyejajarkan wajah agar berhadapan dengan Kirana, barulah Om Kaze berujar.
"Perlahan tapi pasti. Keandra nggak selamanya bisa jadi tameng kamu dari saya. Membunuh empat orang sekaligus untuk menghancurkan kamu bukan hal yang sulit untuk saya." Om Kaze melepaskan tangkupan itu dengan kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKUNTAN(geng)SI [COMPLETED]
Humor- Akibat terlalu pandai mendebet rasa tanpa mengkredit gengsi - Bagi Keandra, Kirana adalah poros dunianya. Induk singa tergalak dengan ucapan pedas dan tingkah abnormal cewek pada umumnya. Jika Kirana gampang baper susah peka, maka Keandra adalah p...