"Jangan berlebihan, aku tak selamanya menyedihkan."
***
KIRANA seperti terjebak di dalam tempat pemakaman umum. Senyap. Dari 20 orang yang ada di sana, tak ada yang memilih untuk bicara, tepat setelah terdengarnya pernyataan cinta untuk si ketua kelas 12 Akuntansi 1. Kirana terus mengaduk batagor yang hanya tersisa seperempat, sedang teman-teman yang lain pura-pura sibuk dengan gorengan masing-masing.
Orang-orang pada lihat si Imah dari apanya, sih? Bentukan bobrok gitu, nggak jelas, nggak ada bagus-bagusnya, bisa-bisanya banyak yang naksir. Kirana memaki dalam hati. Sebal juga selalu melihat Keandra ditodong pernyataan cinta hampir tiap hari. Ia tak terima saja, kenapa bisa sebanyak itu. Padahal yang lebih ganteng juga banyak, yang lebih pintar apalagi.
"Duh, maaf ya, Naya. Kayaknya gue masih betah ngejomblo deh." Keandra menurunkan oktaf suaranya, takut-takut penghuni kantin mendengar dan mempermalukan adik kelasnya itu.
Naya tersenyum maklum mendengarnya. Ia menahan segala gemuruh yang mendadak memenuhi rongga dada. Malu, sudah pasti. Kepalanya sedikit menunduk, menghindari tatapan ingin tahu dari segala arah.
"Oh, nggak apa-apa, Bang." Bohong. Ujaran itu berbanding terbalik dengan isi hati Naya. "Karena Kak Kirana, ya?" tanyanya dengan nada berbisik.
"Maksudnya?" tanya Keandra begitu mendengar pertanyaan pelan dari Naya. Kedua alisnya bertaut.
Sekuat tenaga, Naya mengangkat kepala agar bertemu tatap dengan kakak kelasnya itu. Ia tersenyum kecut. "Seisi sekolah juga tau kok, Bang."
Lagi, Keandra Alkarim Diningrat belum bisa diluluhkan.
"Dek, jangan galau bimbang risau. Di sini ada Bang Reno siap membahagiakanmu!" Aldo berkicau pertama kali, lengkap dengan menepuk bahu Reno yang ada di sampingnya.
Sahutan itu memancing riuh dari penghuni kantin, yang akhirnya ramai juga. Begitu pun dengan Naya yang kini menyodorkan cokelat untuk Keandra.
"Ini coklat terakhir buat Bang Keandra."
Hanya kalimat tersebut yang lolos dari mulut Naya. Selepas itu, ia memutuskan balik badan, meninggalkan kantin yang mendadak riuh. Segala penjuru ikut bersorak, tampak paham dengan situasi yang terjadi.
Keandra tetap menerima coklat itu meski dipenuhi kebimbangan. Ia kembali mendudukkan diri di samping gadis yang masih tampak mengaduk sisa batagor di piring. Gadis itu hanya menopang dagu dengan tatapan kosong.
"Lo nggak mau nambah lagi batagornya?" tanya Keandra sembari meletakkan cokelat miliknya di atas meja.
Kirana menggeleng pelan tanpa menoleh. "Udah kenyang lihat adegan monyet tadi."
Tawa renyah Keandra meledak. "Yailah bad mood mulu, Nduk. Emang PMS tiap hari?"
Kirana meraih cokelat di atas meja. "Coklatnya buat gue, ya. Cewek PMS kan obatnya cokelat," ujarnya setengah mencibir.
Tak sampai lima menit dari itu, terdengar derap langkah pantofel yang memasuki kantin. Lelaki paruh baya dengan setelan jas hitam itu menyita seluruh perhatian penghuni kantin. Langkahnya angkuh, termasuk ketika berhenti tepat di samping Kirana.
"Saya mau bicara sama kamu, anak haram." Begitu kata-kata yang lolos seraya menepuk bahu kanan milik Kirana, kemudian lebih dulu beranjak.
Kirana tak bergeming, tapi hatinya mencelos akibat nama panggilan yang disematkan untuknya. Suara pelan yang terdengar begitu dalam, nyaring dan menusuk baginya. Rasanya ingin membasuh bekas tepukan di bahunya tadi dengan air kembang tujuh rupa, sekalian mandi besar. Namun, ia tak punya waktu untuk itu. Lelaki paruh baya sudah menunggunya untuk bangkit dan mengekori.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKUNTAN(geng)SI [COMPLETED]
Humor- Akibat terlalu pandai mendebet rasa tanpa mengkredit gengsi - Bagi Keandra, Kirana adalah poros dunianya. Induk singa tergalak dengan ucapan pedas dan tingkah abnormal cewek pada umumnya. Jika Kirana gampang baper susah peka, maka Keandra adalah p...