Matahari belum beranjak naik saat Fauzan berpamitan. Yuuri bergegas membawakan tas suaminya sambil mencium tangan. Fauzan balas mencium keningnya, diselingi godaan sambil menjawil pipi Yuuri. Pemandangan seperti ini sudah berlangsung hampir dua bulan semenjak kejadian malam itu.
Biasanya, Yuuri sesekali menemani Fauzan mengisi kajian di Jakarta maupun di Bogor. Sepulang kajian, mereka akan menghabiskan waktu berdua ke tempat-tempat yang ingin dikunjungi bersama. Namun, semenjak Surat Izin Prakteknya terbit, Yuuri sudah resmi bertugas di klinik milik pesantren. Selain sebagai istri pemilik pondok, kini secara resmi ia menjadi dokter gigi yang digaji secara profesional, walau tidak sebesar gaji di klinik tempat bekerjanya dulu. Posisinya yang satu itu membuatnya tidak bisa leluasa meninggalkan pesantren di jam tertentu, kecuali dalam keadaan darurat.
Pasien Yuuri semenjak klinik itu dibuka cukup banyak. Selain untuk mengkonsultasikan keluhan seputar gigi, ada diantaranya siswi yang sengaja datang hanya untuk curhat atau sekadar ingin mengenalnya lebih dekat. Yuuri tidak akan keberatan meladeni selama tidak ada pasien lain yang sedang menunggu antrean dan tentu saja bukan ketika di jam belajar.
Hanya siswa-siswi SMP Boarding School dan asatizah yang diperkenankan melakukan pemeriksaan berkala, termasuk membersihkan karang gigi. Selain itu, asatiz dan para santri penghafal Qur'an yang usianya sudah baligh hanya diperkenankan diperiksa dalam kondisi sakit gigi tertentu, sisanya diberikan rujukan ke dokter gigi terdekat yang telah bekerja sama sebelumnya. Fauzan tidak mengizinkan Yuuri memeriksa gigi pasien yang bukan mahrom dalam keadaan tidak darurat. Hal ini tidak bisa Yuuri bantah.
Hubungan Yuuri dan Fauzan kini sudah cukup membaik. Yuuri bahkan sudah berani menggoda Fauzan dan melakukan kontak fisik seperti mencubit pipi ketika laki-laki itu menggodanya dan memberikan ekspresi lucu, atau mencubit pinggang setiap laki-laki itu berkelit. Jika orang yang melihat interaksi mereka tidak mengetahui bahwa keduanya telah menikah, pasti menyangka mereka sedang berpacaran. Tidak jarang Fauzan mencuri pandang pada Yuuri saat berada di hadapan umum, atau menatap wajah Yuuri lekat saat wanita itu berbicara.
Yuuri merasa dirinya telah dilahirkan kembali saat bisa berbaur dan menikmati kehidupan sederhana di kaki bukit bersama Fauzan. Setiap hari ia akan menikmati sayuran segar melimpah yang dipetiknya dari kebun sendiri maupun dipetik oleh petani sayuran di lingkungan dekat pesantren. Nasi pulen dan terasa lebih manis karena padinya baru dipanen dan digiling pun memenuhi karung-karung dapur pesantren yang juga bisa dinikmatinya dari dapur rumah. Fauzan tidak salah soal hidup dekat dengan alam yang bisa membuatnya lebih bersyukur dan mendekatkan diri pada Allah. Buktinya, Yuuri sudah bisa menikmati sedikit demi sedikit, tanpa merasakan adanya paksaan.
Sesekali Fauzan mengajak Yuuri berkeliling dan mengikuti kajian di masjid-masjid setempat. Fauzan menegaskan jika mereka juga harus mau berbaur dengan warga supaya tidak terkesan memberikan jarak, meskipun lingkungan pesantren tidak dikelilingi perumahan warga. Fauzan juga memperkenalkan Yuuri pada tokoh-tokoh agama dan teman-teman dekatnya. Demikian pula Yuuri, Fauzan sudah mengenal beberapa teman dekat Yuuri dan bagaimana dunia profesi istrinya.
Kehidupan Yuuri dan Fauzan terasa damai dan baik-baik saja, sebelum sebuah mobil berpelat B memasuki kawasan parkiran pesantren siang itu.
Yuuri mengintip jendela klinik saat beberapa siswi berbisik-bisik--ribut--membicarakan laki-laki yang baru saja turun dari mobil dan beranjak ke dalam masjid.
"Ganteng banget!" seru seorang siswi yang langsung ditegur oleh seorang pengajar yang mendapati mereka berkerumun di depan klinik.
"Katanya tamu Ustaz Fauzan," ujar Mbak Dewi, asisten yang membantu Yuuri saat melakukan tindakan pada gigi pasien, setelah mengorek informasi dari luar. "Dari wajahnya sih kayak bukan orang Indonesia, tapi Ibnu bilang orangnya bisa bahasa Indonesia." Ibnu yang dimaksud adalah petugas klinik yang mengurusi bagian administrasi. "Matanya sipit, kayak artis-artis pemain film Jepang." Mbak Dewi tersenyum malu-malu.
Ada debar yang tiba-tiba saja menyusup masuk ke dada Yuuri. Apakah laki-laki itu adalah ...? Yuuri tidak berani berspekulasi.
Wanita itu hanya berdiam diri di dalam kliniknya meskipun pasien terakhir sudah selesai ia periksa. Mbak Dewi beberapa menit yang lalu sudah berpamitan setelah membersihkan dan merapihkan kembali ruangan. Pikiran Yuuri mau tidak mau menjadi bercabang. Ia ingin sekali menghubungi Fauzan dan melaporkan apa yang tengah ia rasakan, tapi jemarinya berhenti saat nama suaminya muncul di Phonebook.
Seperti hati mereka telah terhubung, sebuah panggilan masuk dari nomor Fauzan. Yuuri sedikit terbata saat menjawab salamnya. Ia berusaha bersikap biasa dan seolah tidak terjadi apa-apa. Bagaimanapun, Yuuri belum tahu siapa tamu yang menunggu suaminya di dalam masjid.
Fauzan menangkap ada getaran aneh dari suara Yuuri dan menanyakan keadaannya. Fauzan pun berjanji akan segera pulang menemuinya.
Menjelang magrib, mobil Fauzan baru sampai di pelataran parkir. Saat hendak beranjak ke rumah, seorang ustaz yang baru keluar dari masjid segera menemuinya. Ustaz itu yang tadi siang juga mengabari Fauzan, jika ada seorang tamu yang sedang menunggunya.
Fauzan meraih ponsel dan mengetik pesan pada Yuuri.
[Saya menemui tamu dulu di masjid, tidak apa-apa? Katanya sudah menunggu dari siang. Kamu masih bisa menahan rindu beberapa menit lagi, kan?]
Ponsel Yuuri bergetar, menerima pesan yang dikirim Fauzan. Senyum wanita itu seketika mencuat, setelah beberapa jam terakhir hanya merasa gamang. Ia mengirim pesan balasan dan mengatakan bahwa ia tidak akan membeku karena telah menahan rindu.
Yuuri beranjak dari kasur dan melangkah ke arah dapur. Sepertinya ia harus segera mengisi perut dengan minuman hangat, sebelum benar-benar membeku selama menunggu Fauzan datang. Ikatan-ikatan yang tadi membelenggu gundahnya, seketika terurai saat mendapati pesan menghibur sang suami. Semoga semua baik-baik saja. Yuuri merapal doa dalam hati.
***
Fauzan masuk ke dalam rumah lima menit sebelum azan magrib berkumandang, untuk mandi dan berganti pakaian. Wajahnya seperti menyimpan kebahagiaan sekaligus kebingungan dalam waktu bersamaan.
Saat Yuuri menghampiri untuk menyalami tangannya, Fauzan berujar. "Malam ini akan ada yang berikrar syahadat. Dia tamu yang tadi siang menunggu di masjid. Katanya sering menyimak kajian lewat Youtube, lalu sengaja datang ke sini untuk bertemu dan menyatakan ketertarikannya untuk masuk Islam. Sementara mendapat bimbingan, dia akan tinggal di Pondok Tahfidz, belakang masjid, untuk beberapa hari. Dia bukan WNI, tapi bahasa Indonesianya fasih." Kening Fauzan sedikit berkerut. "Namanya seperti tidak asing."
Yuuri sudah terpaku sambil menahan napas.
"Kento. Namanya Kento Nakamura."
Seketika saja, dunia yang terbentang di hadapan Yuuri seperti telah hancur berkeping-keping.
***
Part kali ini kompensasi atas keterlambatan update-an kemarin, ya. 🙏
Nantikan kembali kehadiran Yuuri yang tengah shock 🤭
Part berikutnya akan di-update lusa, insyaAllah.
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merapal Cinta Tertulis [Completed]
General FictionYuuri harus rela melepaskan cinta pertamanya yang tak mendapat restu, lalu dipaksa menikahi seseorang yang tak pernah ia kenal sebelumnya. Namun, kehidupan baru yang akan dijalani ternyata benar-benar menyentak kesadarannya. Kehidupan lain, kehidupa...