Hukuman

1.3K 145 13
                                    

Mungkin saking lega karena telah berhasil menceritakan semuanya di hadapan Fauzan, Yuuri mengembuskan napas panjang dengan keras. Ia bahkan tidak menyangka bisa selancar itu berbicara. Persoalannya sekarang adalah terletak pada reaksi Fauzan setelah mendengar segala pengakuannya.

Laki-laki itu tidak memotong sedikit pun penjelasan Yuuri. Hanya terdengar tarikan-tarikan napas yang berat. Ia sesekali mengusap kepalanya kasar dengan kedua tangan yang bertopang pada meja. Sepertinya Fauzan tengah menyesali kecerobohannya. Ia memang merasa tidak terlalu asing dengan nama Kento sebelumnya. Bisa jadi dulu Papah pernah menyinggung nama itu sekilas.

"Aku punya alasan ketika tidak langsung menjelaskannya padamu waktu itu. Dan sekarang aku tahu jika aku salah," jelas Yuuri lagi. Ia sudah lebih tenang. Tepatnya, lebih pasrah. Fauzan bisa saja mengambil keputusan di luar dugaannya, tapi itu hak penuh Fauzan.

Setelah lama membisu, akhirnya laki-laki itu mengangkat kepalanya. "Kamu tahu apa saja kesalahanmu?" Matanya menatap mata Yuuri lurus, dengan sorot yang membuat nyali Yuuri kembali menciut.

"Maaf?" Wanita itu sedikit bingung. Bukankah sudah jelas bahwa ia tadi mengaku bersalah karena tidak memperkenalkan Kento dari awal. Lalu, apa lagi?

"Pikirkan saja apa kesalahanmu yang lain." Fauzan bangkit dan meninggalkan kernyitan di kening Yuuri. Laki-laki itu masih memasang tampang dingin seperti tadi, tapi masih mau menggunakan cara lain untuk menyelesaikan permasalahan mereka.

Bukankah kamu harusnya memberiku hukuman? Yuuri menatap suaminya bingung, tapi tidak berani menyuarakan bisikan dalam kepalanya.

"Aku akan memberikanmu waktu selama tiga hari untuk merenung." Ia seperti bisa membaca kebingungan di wajah Yuuri. Fauzan lantas beranjak ke dalam ruang baca dan meninggalkan Yuuri yang kemudian menghenyakkan tubuhnya di sandaran kursi

Di luar dugaannya, Fauzan ternyata sulit ditebak.

***

Yuuri terbangun dan menyadari jika Fauzan tidak ada di dalam kamar. Sepertinya laki-laki itu memang belum kembali ke kamar semenjak percakapan mereka di meja makan tadi.

Apakah Fauzan masih di ruang baca?

Ia harus kecewa sekaligus senang ketika tidak menemukan laki-laki itu di mejanya, di ruang baca. Membayangkan Fauzan semalaman tidak mengistirahatkan tubuhnya dan memaksakan diri untuk terjaga setelah seharian melakukan perjalanan jauh adalah ide yang sangat buruk. Kesehatannya bisa terganggu, terlebih beberapa hari terakhir jadwalnya cukup padat.

Samar-samar Yuuri mendengar suara Fauzan yang sedang membaca Al-Qur'an. Suara itu terdengar lebih menyayat hati, saat telinganya bisa menangkap dengan jelas suara yang berasal dari kamar depan itu. Dari ventilasi yang terdapat di atas pintu kamar, jelas lampu di dalamnya tengah menyala. Fauzan tidur di sana?

Langkahnya kemudian terhenti setelah kembali menimbang. Mungkin Fauzan lebih butuh waktu untuk berpikir dan meredakan marahnya. Bagaimana pun tadi suaminya berusaha bersikap tenang, ia tahu laki-laki itu masih menyimpan sesuatu dalam dadanya.

Sayangnya, hari berlalu dan keadaan mereka tidak lantas membaik.
Fauzan lebih memilih tidur di atas sofa, di depan televisi yang menyala pada malam setelahnya. Ini baru pertama kalinya Yuuri melihat Fauzan tidur di sana, walau tidak seburuk jika harus tidur di meja belajar.

***

"Ada tiga orang yang Allah haramkan masuk surga yaitu: pecandu khamar, orang yang durhaka pada orang tua, dan orang yang tidak memiliki sifat cemburu yang menyetujui perkara keji pada keluarganya."

Fauzan membacakan sebuah Hadits Riwayat Ahmad selepas salat subuh berjamaah yang Yuuri ikuti. Wanita itu terpekur meresapinya. Entah mengapa perkataan itu sangat menohok hati. Seolah Fauzan sedang berbicara hanya kepadanya, dibandingkan tengah berbicara pada seluruh jamaah di dalam masjid.

Ada beberapa istilah yang mengganggu, karena terdengar asing di telinga. Sayangnya, ia tidak bisa langsung bertanya dan meminta penjelasan Aida seperti biasa. Pengetahuan Yuuri masih sangat terbatas, hingga ia butuh penjelasan-penjelasan yang lebih sederhana. Tempat duduk Aida pagi ini agak jauh dari tempatnya. Mungkin ia bisa bertanya setelah belajar tahsin nanti sore di rumah Aida.

"Aida," Yuuri menurunkan buku yang ada di hadapannya. Tadinya ia ingin membaca lagi teori mengenai hukum membaca huruf 'ro' yang tebal dan tipis, tapi konsentrasinya sudah buyar. Saat talaqqi tadi, sepuluh ayat pertama di surat Al-Fajr-nya masih terdapat banyak kesalahan walau sudah dibetulkan berulang kali, terutama saat membaca dua huruf sukun di akhir ayat dan harus menebalkan huruf 'ro'-nya pada beberapa akhir ayat.

"Ya?" Wanita itu memandang Yuuri dengan penuh pengertian. "Kenapa, Teh? Ada yang mau ditanyakan lagi?"

"Ini bukan soal huruf 'ro' yang tadi," jawab Yuuri sambil memperbaiki posisi duduknya. Ia lantas menutup buku di tangannya dengan sedikit frustasi. "Ini tentang istilah-istilah yang tadi aku dengar di masjid, saat kajian Lepas Subuh."

Aida menelengkan kepalanya. "Mengenai hadits tadi?"

"Mengenai penjelasan setelahnya. Dayus. Nasyus. Apa itu?"

"Dayyust dan Nusyuz?" tanya Aida, mengoreksi.

Yuuri mengangguk.

"Dayyust itu laki-laki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap istri dan keluarganya, seperti hadits yang dibacakan tadi. Atau dengan kata lainnya, dayyus itu suami yang membiarkan keluarganya bermaksiat kepada Allah. Maka, Allah mengancam dengan mengharamkan laki-laki itu masuk ke dalam syurga."

Kepala Yuuri mengangguk-angguk, tanda mengerti. Memang wajar jika seorang suami merasa cemburu saat melihat istrinya bersama laki-laki lain, walaupun itu tidak disengaja. Hal itu pula yang terjadi saat Fauzan mendapatinya bersama Kento sore itu. Rasa cemburu dan marahnya Fauzan pun merupakan hal wajar dan dibenarkan dalam agama.

Yuuri bergidig saat membayangkan kembali bagaimana ekspresi Fauzan kala itu.

"Kalau nusyuz," lanjut Aida. "Ini lebih sering terjadi pada seorang istri, saat ia membantah perintah suami. Atau bisa juga dibilang saat istri durhaka pada suaminya."

"Contohnya?"

"Keluar rumah tanpa izin--"

"Dan bertemu dengan laki-laki lain?" sambung Yuuri.

"Ya, seperti itu," jawab Aida pendek.

Yuuri menghela napas berat. "Tolong jelaskan lagi apa saja yang termasuk dalam kategori nusyuz! Aku tadi tidak terlalu mengerti."

Aida tersenyum sambil menutup bukunya.

***

Hari ketiga Fauzan mendiamkannya, benar-benar membuat Yuuri tersiksa. Dia tidak tahan jika terus diperlakukan seolah kehadirannya tidak ada seperti itu. Menurutnya, lebih baik Fauzan menunjukkan ekspresinya dengan marah daripada berdiam diri dan tidak mengajaknya berbicara.

Siang itu langit sedang cerah dan Yuuri hendak menuju masjid untuk bergabung sebelum azan duhur berkumandang. Hari ini pasiennya sedikit, sehingga jam sebelas tadi ruangannya sudah sepi.

Fauzan sedang berada di pesantren, itu sebabnya kenapa mobil Forturnernya masih terlihat terparkir di depan rumah. Mungkin laki-laki itu sedang berada di kantor Yayasan, bangunan kecil di antara masjid dan aula. Hanya ada dua ruangan kecil bersekat dan satu ruang untuk menerima tamu di sana. Terkadang, Fauzan juga menerima tamu-tamu Yayasan di sana.

Saat langkah wanita itu berada tidak jauh dari pintu yayasan yang terbuka, Yuuri melihat Fauzan keluar bersama suami Aida. Namun, senyum wanita itu harus pudar saat melihat dua wanita lainnya keluar dari pintu yang sama beberapa menit kemudian. Aida dan Fatimah!

Tiba-tiba saja Yuuri teringat dengan Curriculum Vitae milik Fatimah yang tidak sengaja ia temukan di atas meja Aida saat ia belajar tahsin pekan lalu.

Yuuri menghentikan langkahnya seketika. Apa yang sedang mereka lakukan?


***

Part ini agak berat, ya 😁🙏

Merapal Cinta Tertulis [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang