Terjebak

1.1K 107 4
                                    

Seharian di dalam kamar karena asam lambung sedang naik, Yuuri akhirnya merasa bosan. Seharusnya tadi pagi ia menemani Fauzan mengisi kajian di Bogor, tapi urung. Beruntung saat jam makan siang, Aida datang untuk mengecek dan mengiriminya makan.

Entah apa yang menyebabkan asam lambungnya naik akhir-akhir ini. Mungkin karena kehadiran Kento. Alam bawah sadarnya merespons, bagaimanapun ia berusaha menekannya jauh-jauh.

Yuuri tahu jika yang dilakukannya salah. Sekali ia mencoba menutupinya dari Fauzan, semakin tidak mudah baginya untuk mengaku. Bukan Yuuri tidak pernah mencoba bicara terbuka, tapi cukup sulit baginya mencari celah mengawali pembicaraan, terlebih beberapa hari terakhir ini Fauzan lebih sering keluar kota. Agak aneh jika Yuuri tiba-tiba membahasnya.

Seminggu sudah Kento tinggal di pesantren, selama itu ia telah berusaha menghindar, selama itu pula hatinya dipenuhi kecemasan. Kento memang tidak pernah sengaja menunjukkan diri di hadapannya, tapi Yuuri selalu memasang sikap waspada kalau-kalau kemungkinan buruk terjadi. Terlebih mereka saat ini tinggal di pesantren.

Selepas salat ashar, ia memutuskan untuk berkeliling di kebun belakang sekadar menyegarkan mata. Kemarin tomat yang ditanamnya sudah mulai ranum, mungkin nanti malam bisa ia jadikan jus untuk Fauzan. Ia juga ingin menengok selada yang dua minggu lalu disemainya. Jus tomat jika dicampur dengan sayuran hijau akan terasa lebih segar. Antioksidan dalam tomat dan selada bagus untuk dikonsumsi tubuh, apalagi setelah seharian beraktivitas di luar.

Beberapa saat Yuuri mematung di depan cermin, merapihkan jilbabnya, lalu bergegas menuju pintu dapur sebelum hari berubah gelap. Kabut bisa saja turun secara tiba-tiba, meskipun matahari siang bersinar cerah.

Ada yang menarik perhatian Yuuri saat selesai memetik sayurannya. Ia tertegun memandangi bukit yang dulu pernah didakinya bersama Fauzan sore itu. Bukit yang lebih terlihat dingin dan menyimpan banyak misteri, tapi sekaligus membuatnya terlihat lebih anggun.

Yuuri merapatkan mantelnya saat angin dingin berhembus dan seperti menusuk-nusuk kulit. Ia lalu melangkahkan kaki pada jalan setapak yang menghubungkan area belakang pesantren dengan jalan beraspal menuju bukit. Sepertinya berjalan kaki sebentar dapat membuat pikirannya kembali jernih. Hanya sebentar, Yuuri berjanji. Fauzan akan pulang menjelang magrib, seperti biasa.

Saat kakinya sudah hampir tiba di persimpangan, gerimis mulai turun. Yuuri berlari kecil menuju gubuk--saung tempat berteduh petani--yang tidak jauh dari tepi jalan.

Yuuri mendecak. Seharusnya ia tidak teledor dan berjalan sejauh itu. Kabut tipis sudah mulai turun, sementara ia hanya mengenakan mantel dan sandal jepit. Jarak dari gubuk ke pesantren mungkin bisa dijangkau dalam dua puluh lima menit, jika ia nekat menerobos hujan.

Sayangnya, hujan semakin deras saat Yuuri berhasil mencapai gubuk itu. Jalanan yang lenggang hanya ditingkahi bunyi air hujan yang beradu dengan jalan, tanah, dan pepohonan. Membuat bulu kuduk Yuuri meremang.

Kabut mulai menebal. Wanita itu menggigit bibir sambil melihat ke arah langit yang semakin kelabu. Bagaimana kalau ia tertahan di sana sampai malam? Tadi ia tidak sempat membawa ponsel, karena hanya berniat memetik sayuran di kebun belakang.

Angin dingin semakin terasa menelusup ke celah-celah mantel dan rok katunnya. Kaos kaki Yuuri telah basah dan bercampur tanah. Gubuk yang hanya berukuran 1x1,5 meter beralaskan tanah itu tidak mampu menahan cipratan air hujan. Ada tempat duduk yang dipasang setengah dari lebar gubuk itu, tapi Yuuri memilih berdiri, sambil matanya awas. Siapa tahu ada orang yang dikenalinya melintas. Mungkin ia bisa meminta tolong untuk dijemput Aida.

Telinganya seperti mendengar derap kaki orang yang berlari mendekati gubuk. Tiba-tiba saja ia berharap Fauzan yang sedang datang mencarinya, walau kemungkinan itu terlihat mustahil. Fauzan mungkin belum melintasi Puncak Pass. Bisa jadi mobilnya masih tertahan macet di Cisarua.

Merapal Cinta Tertulis [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang