Chapies #14

10.7K 2.4K 963
                                    

Beomgyu rindu sekolah. Lebih tepatnya pada Kang Taehyun. Skorsing selama seminggu penuh benar-benar membuatnya hampir mati merindu. Dia sampai lupa caranya berkedip saat ini kala menatap Taehyun yang berdiri di tengah lapangan sebagai pemimpin upacara. Mau balas dendam ceritanya sebab kemarin tidak bisa melihat Taehyun sama sekali.

"Kedip, bego. Apa gak perih itu mata?"

"Mata gue kangen ngeliat Taehyun katanya. Jadi, diem aja deh lo."

Lagi-lagi Jeongin. Memang teman setia Beomgyu saat terlambat di hari senin hanyalah Yang Jeongin.

"Cepet banget upacaranya. Mau nambah tapi gak lagi di warteg."

"Males ngomong sama bulol. Udah bucin, tolol lagi."

Beomgyu mengeluh saat upacaranya telah usai dan langsung dibalas sengit oleh Jeongin. Dia belum puas memandangi Taehyun. Sekarang objek kesukaannya itu telah menghilang di telan ramainya siswa siswi yang ingin segera kembali ke kelas.

"Beomgyu, ke ruang Pak Seokjin bentar ya. Ada yang mau bapak omongin."

Beomgyu mengekori Pak Namjoon yang repot sekali sampai menghampirinya langsung. Ini pasti masalah ulangan matematika kemarin.

"Jadi, bapak mau bahas ulangan kamu."

"Saya mau pura-pura kaget nih pas bapak bilang bener semua."

"Bukan masalah nilai, tapi masalah coretan kamu di bawah jawaban."

Pak Namjoon memberikan kertas ulangan Beomgyu. Terpampang nilai seratus yang dilingkari di pojok kanan atas. Ada lagi yang dilingkari Pak Namjoon selain nilai yaitu coretan Beomgyu.

"Bapak perlu tau dulu gebetan kamu siapa. Beda orang, beda juga cara ngedeketinnya."

"Kang Taehyun, Pak. Hehehe."

"Gimana? Kamu suka Kang Taehyun?"

Pak Namjoon memijat pelipisnya saat Beomgyu mengangguk penuh keyakinan. Kang Taehyun dan Choi Beomgyu itu dua kepribadian yang bertolak belakang. Beomgyu suka Taehyun itu wajar karena pada dasarnya yang nakal pun ingin mendapatkan pasangan yang baik. Tapi yang baik jelas akan memilih yang baik lainnya.

"Begini, pada dasarnya semua orang itu sama saja cara pendekatannya karena semua bermula dari rasa nyaman. Bagaimana menimbulkan rasa nyaman? Ya kamu harus sering interaksi. Intinya mah usaha yang keras."

"Kalau kata Bapak sih tembak aja langsung biar gak penasaran."

"Pendekatan dulu, Pak Seokjin. Kalau udah pasti baru eksekusi."

"Kelamaan. Keburu keduluan yang lain. Yang naksir Taehyun banyak, Pak."

"Bapak kurang setuju sama saran Pak Seokjin, Gyu. Kamu harus mikirin konsekuensi kedepannya kalau kamu main tembak aja tanpa tahu kepastian. Bisa jadi nanti malah canggung karena dia gak suka kamu balik."

"Ya kamu bikin opsi gimana biar gak ditolak Taehyun. Bisa juga pake pemaksaan. Kan ada tuh yang bilang dipaksa, terpaksa, terbiasa."

Beomgyu memasukkan semua nasihat Pak Seokjin dan Pak Namjoon ke dalam otak. Pak Seokjin yang langsung action sedangkan Pak Namjoon lebih ke prosesnya.

Maaf Pak Namjoon tapi Beomgyu lebih memilih cara Pak Seokjin. Sebelum eksekusi, dia mengadakan doa bersama dengan teman sekelas kemudian mencari Taehyun dan mengajaknya ke atap.

"Gue mau ngomong serius nih."

"Ngomong aja. Saya dengerin baik-baik."

Beomgyu tarik napas dulu dalam-dalam sebelum kembali buka suara.

"Taehyun, pacaran yuk?"

Mulus. Sesuai rencana. Tinggal menunggu jawaban Taehyun. Sayangnya
Taehyun malah tertawa pelan bukan memberikan jawaban.

"Kamu mau ngomong itu sampai ngajak saya ke atap?"

Beomgyu mengangguk dan Taehyun kembali tertawa. Lagi-lagi bukannya memberi jawaban, Taehyun malah putar balik dan siap berjalan meninggalkan atap.

Plan B, kalau kata Pak Seokjin kasih opsi biar tidak ditolak.

"Gue loncat nih kalo ketolak."

Otak Beomgyu sudah menciut sampai keluar kata-kata yang menjatuhkan harga dirinya sendiri. Dari sini sudah terlihat kalau Choi Beomgyu rela mati sia-sia hanya karena ditolak Kang Taehyun. Kalau kata Jeongin, Beomgyu itu bulol alias bucin tolol.

"Loncat aja kalau berani."

Taehyun benar-benar meninggalkan Beomgyu di atap seorang diri setelah berkata demikian.

🌸

"Kok lo gak loncat?"

Minjoo bertanya setelah mendengar cerita Beomgyu. Mereka sedang dikantin untuk makan siang. Kaget juga saat Beomgyu langsung uring-uringan saat datang.

"Mati dong gue kalo loncat."

Satu gedung terdiri dari tiga lantai. Kemungkinan langsung mati setelah loncat dari atap sudah jelas ada namun kemungkinan hidup dengan patah tulang juga ada. Kalau langsung mati tak apa, tapi jika hanya patah tulang mending mundur. Selain sakit, malunya juga akan seumur hidup.

"Laki tuh harus berani pegang omongannya. Laki bukan lo?"

"Laki lah!"

"Loncat sana."

Sarkas dari Chaewon memang paling mantap. Seketika satu meja makan langsung hening.

"Nyesel gue ngomong gitu."

"Laki itu harus bertanggung jawab sama apa yang diomongin. Laki bukan lo?"

Haechan mengambil alih. Dia mengikuti nada bicara sarkas milik Kim Chaewon dengan ekspresi songong andalannya.

"Laki lah, bego."

"LAKI BUKAN LO?"

"IYALAH!"

"YA LONCAT SANA!"

Beomgyu tak menjawab lagi. Wajahnya masam dan bibirnya sudah mencebik, tanda dia sedang kesal.

Brakkk

"GAK BERANI LONCAT, HAH?! LAKI BUKAN LO?"

Satu meja kaget saat Haechan bangun sambil menggebrak meja. Wajahnya semakin songong dengan kedua tangan bertolak pinggang.

"BUKAN!"

"ULANGI LEBIH KERAS! LAKI BUKAN LO?"

"SIAP, BUKAN!"

satu kantin langsung hening mendengar penuturan Beomgyu. Mau tertawa tapi takut kena masalah.

"Udah yuk sini neng Beomgyu daripada marah-marah mulu mending suap-suapan sama aa Hyunjin."

"Hyunjin mah fakboi sini sama mas Jinyoung aja."

Beomgyu mendengus sebal kemudian pergi dari sana. Paniklah satu meja. Takut-takut beneran loncat itu anak.

"MAU KEMANA, GYU?! JANGAN LONCAT!"

"MACARIN KANG TAEHYUN"

Latar tempat masih berupa kantin. Sekolah hanya punya satu kantin besar yang menampung banyaknya siswa dari berbagai kelas dan jurusan. Dan Choi Beomgyu baru saja mendeklarasikan diri mau memacari Kang Taehyun.

Pak Seokjin tolong tanggung jawab.

Koi No Yokan ; TaegyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang