14-TERORR

131 23 0
                                    



Junyeong mengambil kertas bertinta merah yang terjatuh dariku.


“Ini apa Hyunji?”

Aku menggeleng.

“Siapa yang berani melakukannya padamu Hyunji? Katakan!”. Kata Junyeong setelah menyadari jika itu adalah tulisan bertinta merah.


“Aku juga tidak tahu Junyeong”


Suara bel terdengar membuat kami harus segera masuk ke dalam kelas. Junyeong menarik tanganku aku menurut kemudian dia berkata sembari menelusuri koridor.


“Kita akan bicarakan ini setelah pelajaran terakhir ditutup”. Ujarnya di sela langkah kami menelusuri lorong menuju kelas.


Selama pelajaran berlangsung kami saling diam. Junyeong seakan paham jika aku membutuhkan waktu untuk diam. Dia juga tidak menyinggungku lagi masalah perasaanku kepada pamannya, Donghyuk.



Jam istirahat sedang berlangsung.

Anna sedang menemaniku, kami tidak sedang berada di kantin seperti biasanya. Melainkan kami sedang duduk santai di pinggir lapangan menonton Junyeong berlatih basket dengan timnya, jadwal perlombaan yang mengharuskannya merelakan istirahat pertamanya untuk berlatih.


Kami sedang memberinya semangat dengan menontonnya seperti ini. Junyeong benar-benar handal bermain dan beberapa kali dia sempat mencetak gol. Meskipun aku tidak berteriak-teriak menyebut namanya ia pasti sudah sangat senang hanya karena keberadaanku seperti ini.


Siapa yang tidak mengetahui hubungan kami? Lebih tepatnya rumor tentang kami? Itu menambah poin kebahagiaan Junyeong.


Pelatih meniup peluitnya itu tanda permainan sudah berakhir. Junyeong berjalan menuju tempatku dan Anna duduk menontonnya. Dengan memainkan rambut basahnya, itu adalah trik Junyeong untuk membuat fans-fansnya berdebar melihatnya.


Aku menyodorkan air mineral dia pasti lelah. Kali ini bukan Junyeong yang menyuruhku melakukannya ini benar-benar dari lubuk hatiku yang paling dalam. Junyeong menerimanya dengan sedikit bingung, kemudian dia menyunggingkan senyumannya saat setelah menerimanya.


Kenapa Junyeong terlihat tampan? Ah.... tidak-tidak! Sepertinya aku juga membutuhkan air.


“Terima kasih Hyunji”. Ucapnya setelah meneguk minuman yang kuberikan.

“Kalian terlihat sangat manis jika seperti ini”, celetuk Anna.

Aku melotot ke arahnya tolonglah Anna jangan merusak suasana hatiku yang sedang tidak ingin memaki Junyeong ini.


“Ah...... aku ingin mengganti pakaianku dulu. Kalian kembali ke kelas masing-masing saja”. Junyeong berpamitan kepada kami.


Anna menyengir saat kutatap kembali kemudian kami berpisah untuk sampai dikelas masing-masing.





😌😌😌



“Sekarang jelaskan padaku!”. Perintah Junyeong setelah membawaku ke sebuah kafetaria di dekat sekolah.

Kami tidak sedang membolos, sudah waktunya pulang sekolah saat Junyeong membawaku kemari.

“Aku juga tidak tahu siapa yang melakukannya yang jelas beberapa waktu yang lalu aku juga mendapatkan hal yang sama”. Jelasku.


“Bukan apa-apa kenapa dia harus menulisnya dengan tinta berwarna merah seperti ini?”.

Junyeong memainkan kertas itu ditangannya. Ini sesuatu yang bisa kita bilang serius karena tulisan bertinta merah itu memiliki sebuah makna yaitu kematian. Jadi Junyeong layak se-khawatir ini padaku.


“Bukannya tulisan itu aneh? Apakah itu seperti sebuah clue?”. Aku berusaha menjelaskan tentang perkiraanku kepada Junyeong.


“Apa kau memiliki seorang musuh?”

“Kau bercanda Junyeong-ah? Siapa yang berani mengusik kehidupanku?”

Junyeong menganggukkan kepalanya seakan dia teringat akan pekerjaan ayahku.


“Sudah berapa kali kau mendapatkan hal seperti ini?”

“Dua”. Aku yakin atas jawabanku.

“Kita tunggu tindakan selanjutnya saja kemungkinan besar dia akan mengirimimu hal semacam ini secara terus menerus hingga kau menyadari akan sesuatu”. Itu perkiraan Junyeong.

Junyeong meminum minuman yang tersedia di depannya. Kami sama-sama buntu karena ini juga masih terbilang tahapan pertama.

Jadi kita putuskan untuk menunggu tindakan selanjutnya, semoga kita bisa segera menemukan hal yang pasti tentang ini.

“Oh ya! Kau tahu siapa anak laki-laki yang tadi berada di samping pelatih saat kau bermain basket?”


“Ehm...... itu anggota baru tim, wae?”

“Anniya! Aku hanya merasa seperti pernah melihatnya”

“Sudahlah, ayo pulang! Aku akan mengantarmu”. Ajak Junyeong tapi dia berjalan terlebih dahulu.


“Ya! Tunggu aku Junyeong-ah!”

BackStage || Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang