19-DETECT

86 13 5
                                    



Hari ini sangat dingin di bandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Jadi aku memutuskan untuk mengambil jaket yang lebih tebal dari yang biasa kubawa d setelah mengambil jaket tebal dalam lemari dan mengenakannya aku berjalan keluar dari gedung apartemenku.

Kukenakan jaket itu sembari berkata dalam hati mungkin nanti malam salju pertama akan turun melihat suasana pagi ini yang begitu dingin. Aku mencari-cari mobil Junyeong. Hari ini Junyeong menjemputku sebab ia mengatakan akan membicarakan perihal pengirim surat bertinta merah denganku.

Aku menggosok-gosokkan tanganku supaya tidak terlalu kedinginan. Suara derum mobil terdengar dan benar saja itu adalah mobil milik Junyeong. Mobil  Junyeong berhenti tidak jauh dariku kemudian ia membuka kaca mobilnya dan melongokkan kepalanya menghadapku.

“Cepat masuk Hyunji!”. Aku berlari menuju mobilnya.

“Wah! Dingin sekali hari ini”. Keluhku setelah masuk kedalam mobilnya.

“Hyunji...”. panggil Junyeong tepat setelah aku menutup pintu mobil.

Aku menoleh padanya.

“Dengarkan aku ini adalah kabar buruk”. Junyeong menundukkan kepalanya kemudian beralih menatapku.
Aku mengernyitkan dahi meskipun aku tahu tentang alur pembicaraan ini.

“Dan kuharap kau menyetujui ini untuk sementara saja, kumohon. Aku akan menjemput dan mengatarmu tiap hari seperti ini. Karena ancaman yang dituliskan oleh pengirim surat itu dan kurasa ia tidak main-main. Ini cukup membahayakanmu jika kau harus menaiki kendaraan umum seperti biasanya”. Penjelasan Junyeong membuatku tercengang meskipun aku menyetujui pendapatnya.

Perkembangan kasus ini kemarin sempat Junyeong jelaskan padaku namun aku tertidur karena kelelahan jadi aku tidak mengetahui detailnya akan menjadi seperti apa. Dan aku meninggalkan Junyeong begitu saja karena aku mendapat telepon dari Donghyuk. Mengabaikan hal penting yang seharusnya kuketahui terlebih dahulu. Yang seharusnya aku turut mencari informasi dengan Junyeong tentang perkembangan kasusku namun kenyataannya Junyeong yang bergerak sendiri mencari seluruh informasi tentang itu.

Aku merasa bersalah dengannya.

Kenapa hidupku menjadi rumit? Kenapa aku tidak bisa langsung mengatakan tidak saat aku menyadari perasaanku kepada Donghyuk tidak terkendali atau setidaknya memiliki pendirian yang kokoh bahwa aku harus memilih Chenle supaya tidak menjadi serumit ini.
Perasaanku kepada Donghyuk yang membuat diriku sibuk mengartikan pilihan dari seluruh perasaanku padahal aku memiliki suatu permasalahan yang seharusnya lebih kuperhatikan.

Aku terlalu menerima kenyataan bahwa aku adalah seseorang yang dijadikan tempat pertama sebagai sandarannya. Aku tahu aku terlalu berlebihan mengartikan perasaanku padanya. Yang sebenarnya itu hanya, perasaan nyaman karena aku tak pernah memiliki teman ataupun sahabat seperti dirinya.

Ini salahku, sebab aku seolah membantu Donghyuk menimbun harapan lebih dari sekadar pertemanan dalam hubungan ini.

Aku menatap pepohonan yang seolah sedang berjalan beriringan dengan gedung-gedung di belakangnya. Menatap nanar pemandangan pagi ibukota sembari menyadari betapa bodohnya aku selama ini. Sedangkan hatiku kontras mengatakan bahwa sudah seharusnya aku membuka hati untuk orang lain. Dan bahwa pilihanku untuk membiarkan perasaanku pada Donghyuk berkembang itu benar. Seakan menyadarkanku jika Zhong Chenle adalah tidak lain adalah bagian dari masa laluku.

Itu juga mengingatkanku pada pertemuan pertamaku dengan Chenle yang menamparku dengan kenyataan bahwa Chenle telah melupakanku.

“Hyunji? Kau tidak ingin turun?”.
Aku tersadar dari lamunanku.

BackStage || Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang