22. GRADUATED

90 9 0
                                    



SELAMAT HARI WISUDA



Aku memandangi karangan bunga yang berjajar rapi di depan gedung utama sekolah.

Aku sedang menunggu ayah di taman untuk menyambut kedatangannya di hari wisudaku, Anna dan Junyeong sudah masuk ke gedung terlebih dahulu.


Untuk permasalahanku dengan Anna waktu itu aku memutuskan untuk melupakannya begitu saja toh aku juga tidak mempunyai hak untuk marah padanya.

Aku menghela napas. Meskipun itu sangat sulit bagiku, seorang laki-laki yang sepertinya teman satu kelasku tiba-tiba datang ke arahku. Aku memperhatikannya yang tengah berjalan dengan membawa satu buket bunga besar. Dan menyerahkannya padaku, astaga berapa orang lagi yang akan mengirimiku bunga? Ini mungkin sudah menjadi bunga ke-seratus kalinya.

Aku menerima bunga itu dengan memutar bola mataku.

Aku mengernyitkan dahi, bukankah sedari tadi orang-orang yang memberiku bunga juga akan mengucapkan selamat untukku?

Dia seolah paham dengan kerutan dahiku kemudian menjelaskan.

“Seseorang menyuruhku untuk menyerahkan bunga ini padamu”. Kemudian dia pergi begitu saja.

Aku memandangi buket yang sekarang ada dalam genggamanku.

“Kenapa dia harus bersembunyi hanya untuk memberikan buket ini? Bukankah yang lain sangat memanfaatkan momen ini untuk bertemu denganku”. Pikirku.

Ada surat yang terselip dalam buket itu, Wenji? Itu nama kecilku.

“Wenji!”

“Ayah! Kukira kau tak akan datang”. Aku berlari untuk dapat memeluknya.

“Wah! Anak ayah memiliki banyak penggemar rupanya”. Ujar ayah setelah melepas pelukanku dan memandangi tumpukan buket yang kuletakkan begitu saja di kursi taman.

Aku menoleh ke belakang mengedikkan bahu.

“Dulu ayah juga sama sepertimu. Mendapat bunga yang sangat banyak saat hari wisuda”. Lanjutnya.

“Siapa yang memberi bunga itu ayah?”. Aku  mencoba menggodanya.

“Penggemar ayah”. Ucapnya percaya diri.

“Bodoh sekali mereka memilih ayah untuk jadi penggemar atau jangan-jangan ayah membayar mereka untuk berpura-pura menjadi seorang penggemar?”. Godaku kemudian berlari menuju gedung wisuda.


“Kau sudah pandai menggoda ayah Wenji!”. Ayah mengejarku.

“Cepat ayah acara akan segera di mulai!”. Aku meneriakinya sembari berlari menuju gedung para wisudawan-wisudawati berkumpul.




Aku mengantar ayah menuju parkiran dia harus pulang lebih awal karena bisnisnya. Ayah meminta maaf  berkali-kali padaku karena urusan mendadak ini.

Seharusnya nanti malam kita merayakan hari kelulusanku dengan makan-makan meskipun itu hanya kami berdua, aku sedikit kecewa. Tapi bagaimanapun juga aku tidak bisa mencegahnya aku memandangi mobil ayah hingga hilang di balik keramaian jalanan ibu kota.



“Ya! Hyunji!”. Anna memanggilku, ia berjalan menghampiriku dengan Junyeong di sampingnya.

Kami berpelukan, saling mengucapkan selamat kemudian bertukar hadiah. Anna berpamitan kepada kami, sebenarnya dia juga sudah mengatakannya jauh-jauh hari. Tapi aku masih tidak terima dengan kenyataan Anna akan pergi untuk kembali keNegaranya besok pagi. Aku memandangi Anna, berkaca-kaca.

“Bagaimana kalau malam ini......”

“Aku tidak bisa ikut”. Potong Anna.

Aku menoleh pada Junyeong yang langsung mengedikkan bahu.

“Maaf. Aku harus bersiap-siap untuk besok, kalian pergi saja berdua. Okey? Aku harus benar-benar mempersiapkan kepulangan ini, jadi tolong maafkan aku”. Jelas Anna dengan penuh penyesalan, aku dan Junyeong berusaha memahami dan melepasnya.


Junyeong memutuskan untuk mengajakku pergi menuju kafetaria di pinggiran kota yang sempat kita datangi beberapa hari lalu. Junyeong akan membahas kembali masalah teror yang katanya ia menemukan sedikit kejanggalan dari penelitiannya.

BackStage || Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang