13

832 115 16
                                    

VOTE 💫






Akhirnya, setelah melewati hari yang lama tanpa adanya Seulgi, Jimin menemukan sosok yang ia cari. Kenapa ia tidak kepikiran soal Daegu?

Jimin mendudukkan Rose dan juga Seulgi. Meminta kedua wanita itu menjelaskan apa yang sudah terjadi selama ini,apapun,yang Jimin tidak ketahui.

Rose sendiri, sudah menjelaskan semuanya selama perjalanan menuju Daegu, bukan karena Seulgi yang tiba tiba bercerita, tetapi yang terjadi adalah ketidaksengajaan pertemuan mereka berdua. Dari pertemuan itulah, Rose memaksa Seulgi untuk bercerita, lagipula kalaupun Seulgi liburan di Daegu, kenapa harus sendirian?

Kedua hazel Jimin tak henti hentinya menatap ketus kearah Seulgi, baginya Seulgi adalah wanita tergila yang pernah ada didunia.

Bukankah bahaya tinggal seorang diri? apalagi dalam keadaan hamil, dan tidak memberitahu semua orang sekalipun itu ibunya sendiri.

"Maaf, lebih baik yang harus dilakukan sekarang adalah..kembali ke Seoul." terang Jimin setelah puas menatap ketus pada Seulgi.

"B-bagaimana bisa?! kau tiba tiba datang lalu memerintahku? kau berharap aku setuju?!." balas Seulgi memekik.

Jimin memangku tangannya sendiri, menaikkan satu alisnya keatas, lalu melirik Rose. "Kau, pulang sekarang. Aku harus menemani Seulgi disini, hanya berdua." kukuhnya.

Tidak hanya Rose, Seulgi pun terkejut dengan ucapan Jimin yang sangat seenaknya sendiri. "Tidak!." seru Seulgi.

"Ya, aku tidak setuju!." sahut Rose.

Sebagai seorang pria diantara dua wanita ini, Jimin merasa seperti sedang diintimidasi, pria itu terkekeh. "Rose, kau sudah sangat dewasa dan cukup umur untuk memahami kejadian ini,bukan?." Jimin menjeda ucapannya, kemudian melirik Seulgi. "Aku, berhak mengusirmu, karena aku harus menyelesaikan masalahku dengan istriku. Paham?." sambungnya lagi.

Oke. Rose kalah telak.

"Kak, maaf..lain kali aku akan berkunjung." Rose meraih kopernya kemudian melangkah keluar dari rumah Seulgi.

"Kau tidak sekalian pulang? adikmu sudah keluar."

"Bagaimana bisa kau mengusirku setelah semua yang telah terjadi, hm?."

Selalu begitu, selalu lemah saat Jimin mendekatinya, duduk tepat disisinya, mengelus pelan pipi gembulnya, kemudian menangkup wajah bulatnya seraya tersenyum puas karena berhasil menemukan sosok yang ia cintai.

"Seulgi, aku tahu perbuatanku tidak akan pernah bisa dimaafkan, tapi kepergianmu benar benar membunuhku, sakit sekali, rasanya sangat menyiksa. Sayang, kau tidak perlu percaya padaku, apalagi memaafkanku, aku tidak pantas mendapatkan itu semua..setidaknya, kalau kau memang ingin menendangku keluar dari kehidupanmu, beri aku kesempatan..sekali saja, tetap bersamamu sampai anak kita lahir. Aku, ingin melihat wajahnya..sebelum aku merelakanmu."

Kedua mata sipit itu saling menatap, sama sama memerah karena menahan airmata yang sudah mengintip dipelupuk mata. Seulgi terlalu rapuh mendengarkan kalimat kalimat yang diucapkan oleh Jimin. Sakit sekali.

"Sssttt, aku tidak ingin mendengarnya Jim." jari telunjuk Seulgi membungkam bibir Jimin.

Bibir tebal Jimin menorehkan senyuman, meski airmatanya mulai menetes turun melewati pipinya. Ia tak mengucapkan sepatah kata, hanya diam sembari terus menatap intens wajah Seulgi.

Before A SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang