07. Who He Really Is

657 129 1
                                    






Happy Reading




Samar-samar, indra pendengaran Miran beberapa kali disapa oleh bunyi manusia-manusia yang berjalan dari kejauhan. Menyadarkan hal itu, Miran membuka matanya perlahan-lahan walaupun kelopak matanya memberat akibat suntikan yang diberikan pada Miran. Menghela napas singkat, perempuan itu mulai mengeluarkan suara agar ada yang mendengar perempuan tak berdaya ini.

Tidak ada yang menjawab.

Tubuh ringkihnya terlalu lemah untuk melawan rasa sakitnya. Bahkan mengangkat kepalanya sejenak saja membuatnya merintih kesakitan. Apalagi Miran sedang berbaring di tempat duduk halte bus yang tidak ada nyamannya.

Kepalan tangannya mulai berhenti dieratkan lebih lanjut. Miran mulai berhenti untuk mengusahakan dirinya agar tetap bangun, memantau jika adanya keberadaan seorang manusia yang melewatinya nanti dan bersedia menolong dirinya.

Siapa pun, tolong aku.

****

Suara mesin mobil berkumandang samar di telinganya. Mobil sedan hitam yang pria itu tumpangi melaju cepat seketika ilustrasi cahaya hologram mengambang di udara, menunjukan warna hijau muda terang selepas warna merah yang tak pernah diharapkan muncul begitu saja, mematuhi sistem lalu lintas yang ada.

Aspal abu-abu yang mulus, membuat perjalanan dianggap begitu cepat dan lancar. Pria tersebut membenarkan dasinya yang terlihat tidak berada di posisi yang benar, memakai kembali jas hitam yang telah sedikit tidak rapi dibandingkan sebelum bertemu perempuan itu.

Mengulas senyuman tipis, pria itu mengalihkan manik bak obsidian-nya kepada jendela mobil. Dia melihat sosok anak laki-laki yang jatuh di jalanan namun tidak ada yang menolongnya ataupun membuat anak itu berhenti menangis. Sosok dua orangtua tampak tidak ditemukan pada pandangan pria itu. Ini merupakan hal yang terlalu biasa di dunia ini. Para insan yang tinggal di tempat ini terlalu tidak dapat sembarang menaruh percaya kepada orang-orang selain keluarganya.

Semenjak seorang pemimpin negara tewas tujuh tahun yang lalu, ditebak telah dibunuh oleh rakyatnya sendiri, membuat kepercayaan rakyat satu sama lain menurun drastis. Dan juga dengan banyaknya kasus dilaporkan kepada pihak kepolisian bahwa adanya mayat-mayat yang selalu ditemukan dalam kondisi teracuni di halte bus karena seseorang telah merampoknya dengan cara tersebut. Warga Seoul semakin dilanda kepanikan sebab tingkat kriminalitas tiap tahunnya semakin meningkat.

"Jung Jaehyun."

Pria itu menoleh cepat. Panggilan itu cukup menyita seluruh perhatiannya karena sang asisten tidak pernah berani memanggil dirinya tanpa iming-iming 'Tuan' selama ini. "Ada yang ingin Anda bicarakan?"

Seo Johnny membalas tatapan Jaehyun seketika melihat rear view. "Ah, maafkan saya. Tuan Jung, saya tidak ada maksud memanggil Tuan seperti itu. Sekali lagi, saya minta maaf."

Jaehyun tahu betul Johnny memanggilnya seperti itu secara disengajakan, entah apa tujuannya. Memilih untuk tidak menggubris, Jaehyun menghela napas pasrah saat sosok anak itu sudah tidak ditemukan lagi seketika mobil yang dia tumpangi termakan oleh terowongan temaram membentang panjang.

"Nona Kim Jisoo menelepon anda, Tuan Jung."

Pria dengan kedudukannya sebagai Presiden Direktur itu mendengus pelan tanpa alasan yang jelas. "Sambungkanlah ke kaca mobil."

Johnny telah mematikan mode AR holographic navigation system* pada kaca mobil. Fitur yang bermanfaat sebagai petunjuk jalan itu memang sudah terbiasa dimatikan jika mendapatkan sebuah sambungan telepon. Dengan cepat, Johnny beralih ke fitur holographic video call. Dan layar video call tersebut ditampilkan pada kaca mobil, memantulkan cahaya proyektor holographic terang pada kaca mobil. Itu adalah gambaran hologram seorang gadis yang tidak akan menghalangi pandangan saat menyetir.

PRE-DESTINED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang