Happy ReadingJuly, 2001
Jaehyun melirik sekitarnya, memastikan tidak ada seorang pun yang dapat melihat matanya bengkak seperti ini. Entah dikarenakan malu ataupun tak ingin orang-orang sekitarnya menangkap fakta bahwa dirinya yang nangis sedari malam, sebab kepergian sang ibu yang tidak diketahui penyebabnya. Anak laki-laki yang baru saja menginjak umur delapan tahun itu tidak habis pikir mengapa ibunya pergi ke suatu tempat yang jauh dan meninggalkannya begitu saja, bahkan hanya diberi keterangan bahwa sang ibu akan pergi ke tempat yang sangat jauh.
Pemilik mata legam itu tidak memedulikan kondisi kesuraiannya yang tampak lembap, akibat terpaan bulir-bulir halus seiring semilir angin membawa rintik hujan layaknya sedang sengaja menggerecoki Jaehyun.
Dan air yang diturunkan dari langit pun semakin menghantam permukaan tanah dengan hebat. Gemuruh petir kembali terdengar sekian kalinya, Jaehyun yang duduk di pojok tangga sebuah perpustakaan pun masih tidak merasa diusik. Pikirannya dikelabati oleh putaran memori antara sang ibu dan dirinya sendiri, membuat sepasang netra terangnya ikut meredup tanpa disadari.
"Kenapa ibu meninggalkanku?!" Jaehyun mengepal tangannya walaupun tidak terlalu mampu bertahan lebih lama. "Apa ibu mengira Jaehyun tidak sayang dengan ibu lagi?"
Anak itu semakin menangis, meskipun tangisan itu takkan didengar oleh seorang pun. Saat itu juga, petir kembali terdengar lagi, kali ini lebih berisik dari sebelumnya.
"I-ibu..."
Tanpa diharapkan sama sekali, tiba-tiba sosok gadis kecil duduk di sampingnya. Gadis itu berbicara tidak jelas namun bisa mengetahui nama anak lelaki itu.
.
.
.
Kelopak mata Jaehyun kini sempurna terbuka. Degup jantungnya tanpa disadari mendobrak dadanya, akibat mimpi tersebut. Sudah lama sekali pria itu bermimpi tentang kejadian yang pernah terjadi di hidupnya, jadi terasa sangat asing jika mendapatkan mimpi semacam tadi. Kepalanya bergerak ke samping, melihat pintu kamarnya terbuka lebar. Tetapi anehnya, tidak ada tanda-tanda seseorang selainnya berada di penthouse.
"Kamu sudah bangun?" Miran mulai melangkahkan kedua kaki jenjang miliknya, menghantarkan perempuan itu ke ambang pintu kaca dari kamar pria itu.
"Jangan berdiri di sana. Kemarilah." Jaehyun menggerakan tangannya, mengisyaratkan Miran untuk lebih dekat dengannya. Lantas, perempuan itu mengikuti kemauan Jaehyun.
Tanpa Miran lontarkan sebuah pertanyaan pun Jaehyun juga mengerti bahwa perempuan itu terlihat bingung dengan tatapan matanya saja. Pria itu menarik pergelangan tangan Miran lalu tanpa aba-aba memberi dekapan hangat untuk pagi bercuaca dingin seperti ini.
"Apa yang sedang kamu lakukan sekarang?" Guratan tipis pada dahi Miran terbentuk tatkala ibu jari pria tersebut mengelus belakang tangannya. Meski Miran sedikit terkejut, perempuan itu tidak berbohong kalau dia tidak ingin menolak dekapan ini. Apalagi dengan tambahan parfum beraroma maskulin yang masih melekat kuat pada Jaehyun sedari malam tadi, itu tampak memabukkan Miran.
Tiba-tiba, kejadian beberapa hari silam terputar seakan sedang menyuruh Miran untuk kembali mengingatnya baik-baik. Setelah hari itu, perlakuan Jaehyun kepada Miran semakin mengada-ada, sama halnya yang dia sedang lakukan sekarang. Entah apa yang sebenarnya diinginkan oleh pria itu. Apa mungkin Jaehyun terlalu kelelahan karena perkerjaannya sehingga sering bertingkah manja kepada Miran? Apalagi dengan kondisi di mana Jaehyun mempercayainya sebagai seorang imigran gelap?
KAMU SEDANG MEMBACA
PRE-DESTINED ✓
FanficKetika dua insan dipertemukan melalui takdir meskipun berasal dari dunia yang berbeda. Mereka tetap berasal dari planet seperti Bumi, namun kedua Bumi yang mereka tinggali itu berbeda semesta. Tentu saja, ini yang dinamakan sebagai dunia paralel. Ki...