Chap 9

456 60 0
                                    

Setibanya dirumah, Plan menuju dapur. Ia tidak bisa beristirahat. Ia malah mulai memasak lagi. Beberapa jam kemudian, lima belas piring masakan yang mulai terasa dingin berada disekitarnya. Tidak satu pun dari kelima belas piring itu yang bisa memuaskan lidahnya_____apalagi Antonio.

Ia terduduk di lantai dapur dan menangis. Tubuhnya kelelahan. Ia tidak punya tenaga untuk memasak lagi. Ketika mae nya pulang malam harinya ,ia melihat putranya tertidur pulas dikamarnya.

Mae mengusap kening Plan dengan lembut. Ia tahu seminggu belakangan ini putranya sudah bekerja keras tanpa henti. Diselimutinya putranya sambil mematikan lampu kamar.

Ketika Plan terbangun lagi, hari sudah gelap. Ia melihat jam dinding di kamarnya. Pukul 22.00. "Oh tidak," keluhnya dalan hati. (aku pasti ketiduran)

Ia bergegas menuju dapur dan mulai mencoba memasak lagi. Sekeras apa pun ia berusaha, hasilnya masih belum memuaskan.

"Kau tidak tidur?" Tanya mae nya yang terbangun karena mendengar suara-suara dari dapur.

"Maaf,mae. Mae jadi terbangun. Besok hari terakhir. Kalau aku belum bisa memasak sesuatu yang dapat diterima Antonio, aku akan kehilangan pekerjaanku." Plan mulai mengambil spageti dan memasukkannya ke panci panas.

Mae nya mematikan kompor dengan tiba-tiba. "Istirahatlah. Kau tidak akan membuat makanan sesuai dengan yang kau inginkan kalau kau tidak istirahat."

Plan protes. "Tapi, mae, Besok batas waktunya."

Mae nya mengangguk. "Mae tahu. Kau butuh istirahat. Lagi pula apa yang kau takutkan? Kau takut kehilangan pekerjaanmu? Apakah itu masalahnya? Kau sudah menabung cukup banyak selama dua tahun ini. Mae rasa kau sudah bisa memulai kuliah yang kau inginkan. Kalaupun kau dipecat, masih banyak pilihan lain yang bisa kau ambil." "Bukan begitu mae," kata Plan sedih. "Aku bukan takut di pecat." "Kalau begitu apa masalahnya?" Tanya mae bingung.

"Kalau besok aku gagal, aku tidak tahu apakah aku masih bisa belajar memasak." Plan menatap mae dengan putus asa. "Aku mengagumi Antonio sebagai seorang chef pasta yang hebat. Kalau dia mengatakan aku tidak berbakat, bagaimana aku bisa terus belajar di bidang ini?"

"Plan, seharusnya memasak adalah hal yang menyenangkan untukmu," lanjut mae nya bijak. "Mae ingat pertama kali saat kau memasak untuk mae. Kini, mae tidak melihat raut wajah gembiramu lagi setiap kali kau memasak. Kau sudah membuat hal yang menyenangkan menjadi beban pekerjaan. Mae ingin melihat senyuman putra mae yang sedang memasak. Sekarang istirahatlah. Biarkan besok kau bangun dengan tubuh yang segar. Dan siapa tahu, kau bisa mendapatkan ide yang bagus untuk masakanmu."

Kata-kata mae nya sangat mengena di hati Plan. Mae nya memang benar. Plan sudah melupakan bagaimana perasaan menyenangkan yang ia dapatkan saat memasak. Plan membersihkan dapur, lalu beranjak ke kamar tidurnya.

Di meja kamarnya, Plan membuka tulisan tangan Mean sekali lagi. JANGAN MENYERAH. Plan tersenyum. (Aku tidak akan menyerah).

Saat kepalanya menyentuh bantal, Plan langsung tertidur pulas.

Hari ketujuh

Plan bangun dengan hati ringan. Jam menunjukkan pukul 07.30. Plan tidak mencoba memasak lagi. Ia malah mengerjakan pekerjaan rumahnya. Mencuci pakaian, menjemur, membersihkan ruang tamu, dan mengepel lantai. Tepat pukul sepuluh, ia berangkat menuju tempat kerjanya. Seperti biasa, restoran masih kosong. Ia memandang tempat kerjanya selama dua tahun itu sambil menarik napas panjang.

Lalu, kakinya melangkah ke dapur, tempat semua makanan dibuat. Ia tersenyum tipis, kemudian mulai memasak. Selama memasak ia tersenyum bahagia. Ia tidak peduli makanan yang dimasaknya akan menjadi masakan terakhir di restoran ini.  Ia tidak peduli hari ini ia akan kehilangan pekerjaannya. Saat ini ia berkonsentrasi dengan masakan buatannya. Mae nya benar. Ia sudah lama tidak merasa gembira saat memasak. Hari ini ia merasakannya kembali.

1000 Musim Mengejar Bintang (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang